Pasal 7. BAYANGAN MASYARAKAT

1 0 0
                                    

Bagian 1. Sebagai pemandangan dunia : Weltanschauung.

“Bumi terletak diatas ikan. Ikan terletak diatas telur. Telur terletak dipuncak tanduk kerbau. Kadang-kadang lalat menggigit kerbau, maka bergoyanglah kerbau tadi. Karena ia bergoyang, maka bergoyanglah pula telur diujung tanduk kerbau tadi. Dengan begitu goyanglah pula ikan. Dan akhirnya goyang ikan tadi menyebabkan bumi kita kadang-kadang bergoyang, gempa bumi”.

Beginilah seluk-beluknya Bumi dan Gempa menurut Pandangan Dunia terbikin di Minangkabau. Memang kerbau lebih-lebih di zaman dahulu di Minangkabau penting buat segala-galanya. Bukan saja kodratnya dipakai buat membajak sawah atau menarik pedati, tetapi dari puncak tanduknya sampai ke ampas yang dibuangkannya itu, dipakai sama sekali. Nama “Alam Minangkabau” boleh jadi atau bukan diambil dari kemenangan kerbaunya orang Sumatera Tengah, atas kerbaunya orang dari Jawa Timur, tetapi tiada mustahil jago-jago dari Majapahit dan kuat kebal dari Minangkabau sudah lelah berperang, buntu. Kemudian putusan diserahkan pada cerdik pandai kedua belah pihak! Boleh jadi pula Raden Panji dan Raja dari Majapahit dan Datuk-datuk Gadang bertuah dari Minangkabau, setuju masing-masing akan takluk pada hasilnya peraduan dua ekor kerbau. Selainnya dari pada itu dalam cerita Minangkabau yang paling dicintai ialah “Cindur Mata”, kerbau bernama si Benuang mengambil bagian yang besar sekali dalam sebuah pertempuran.

Begitu pentingnya kerbau itu dalam penghidupan orang Minangkabau, lebih-lebih pada masa dahulu. Penting bagi makanan, penting bagi perkakas mencari penghidupan dan penting dalam bahaya, sehingga kerbau itu dapat tempat yang penting sekali dalam segala-gala persoalan yag timbul dipikirannya. Tiada heran kalau sumbe dari penghidupannya itu dia anggap sebagai Maha Kodrat, yang menahan dan menggoyangkan bumi kita ini.

Kalau kita pergi ke dusunnya ipar kita yang menduduki pulau Irian (Papua dulu!) itu, kita juga akan berjumpakan hal semacam itu. Pokok enau itu penting buat segala-gala buat mereka. Tak ada yang terbuang. Lagi pula sangat memudahkan hidup Indonesia Irian. Sesudah 5-7 tahun pokok itu sudah memberi hasil, yang boleh dipakai buat makanan, rumah, perkakas, atau senjata. Jadi kalau seseorang mempunyai cuma 5-7 batang enau dari umur 1 sampai 7 tahun, bereslah hidup orang itu. Satu tahun ditebang satu, dan ditanam satu buat gantinya. Satu pokok itu bisa memberi makan buat satu tahun. Ijuknya buat atap rumah, rujungnya boleh dipakai buat lantai dinding atau tembok penangkap ikan atau binatang hutan. Menanam satu pokok yang tak perlu dilayani lagi itu bukanlah pekerjaan yang memeras tenaga dan otak. Begitu faedahnya pokok enau itu buat Indonesia Irian, sehingga pohon ini juga menjadi pokok dalam persoalan dunia dan akhirat dalam “Weltanschauung”, pemandangan hidupnya Ipar Raksasa kita di Pulau Raksasa itu.
 
Dalam filsafat yang terlampau digembar-gemborkan, ialah filsafat Hindu, dalam Mahabarata, Upanishad dan Ramayana itu, maka kita saksikan pula, bahwa isinya Kitab Suci Hindustan itu, tak lain dan dari bayangan masyarakat mereka juga. Menurut filsafat Hindu, maka Jiwa itu ialah satu barang yang terpisah sama sekali dari badan. Kalau orang itu mati, maka jiwa itu berpindah (Re-incarnation) kepada badan lain. Kalau dia hidup sebagai orang bijak, maka jiwa itu pindah pada jasmani yang lebih baik, kalau dia hidup berdosa, maka boleh jadi jiwanya turun ke tangga di bawah lagi. Kalau beruntung sekali ia tiada kembali lagi ke dunia yang dianggap “busuk kotor” yang mesti ditinggalkan ini. dengan jalan pertapaan, puasa dan menyiksa diri, jiwa yang sudah merdeka dari kotor, sebab nafsunya yang kotor itu, bisa terus ke Nirwana. Paling malang jiwa itu kembali ke dunia dalam badan hewan.

Bermula sekali masyarakat Hindu sudah dibagi atas 4 kasta terbesar.

Kasta Brahmana, ialah kasta pendeta. Kasta ini kasta tertinggi. Dari kasta inilah jiwa itu bisa melayang terus ke Nirwana Surga, lepas sama sekali dari dunia ini. boleh juga jiwa Brahmana itu turun ke kasta lebih rendah.

Satria, ialah Kasta Raja dan Ningratnya. Jiwa dari kasta ini setelah orangnya mati, bisa naik ke kasta Brahmana tetapi boleh juga turun ke kasta rendahan.

MADILOGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang