Satu anak menjatuhkan bola dari tangannya ke tanah. Bola naik kembali memukul tangannya. Inilah yang saya maksudkan dengan “melantun”, Si anak memukul bola yang melantun tadi dengan telapak tangannya. Makin keras dia memukul, makin kuat perlantunannya.
Begitulah kira-kira kena-mengenanya benda masyarakat dengan pikiran manusia menurut Dialektika Materialisme.Kedasar laut dekat Merqui, menjelang Rangoon, saya jatuhkan beberapa buku peringatan saya, di dalamnya bermacam-macam catatan dari buku berdasarkan Dialektika dan Science. Catatan itu mau saya pakai buat “misal” dalam buku seperti yang saya tulis sekarang. Dalam buku itu mesti banyak misal yang saya boleh pakai berhubung dengan pasal seperti diatas. Tetapi yang sudah hilang semacam itu tentulah tiada berguna disesali lagi. Apalagi kalau nyata kehilangan itu dibayar dengan keselamatan diri saya. Seperti sudah saya bilang pemeriksaan douane Rangoon teliti sekali.
Catatan yang dikumpulkan bertahun-tahun dari pelbagai macam buku, majalah dan surat kabar, tentulah tiada bisa dikumpulkan kembali dengan segera. Tetapi walaupun ada hak buat membaca kembali, pekerjaan itu tiada bisa dilakukan sekarang sebab memangnya bermacam-macam buku itu tak ada dan selama perang ini mustahil bisa diadakan. Kalau besokpun perang selesai, tak juga bisa diadakan lebih kurang dari 6 bulan, kalau uang ada pula.Buat penglaksanaan pasal diatas, saya terpaksa pakai cuma tiga catatan, yang saya anggap cukup buat maksud ini. ketiganya cuma tersimpan dalam “jembatan keledai” peringatan saya, sudah bertahun-tahun. Tiada heran kalau sedikit mendapat perubahan. Bajapun berkarat kalau terlampau lama disimpan.
Pembaca yang terhormat tentulah akan berbaik hati memberi peringatan kepada saya. Dengan begitu kesalahan boleh dibetulkan pada cetakan kedua.
MISAL PERTAMA :
Pada Thesis ke 3 dari 11 Thesisnya Marx, yang sebagian sudah saya sebut dahulu, kita bejumpa dengan perlantunan itu. Bagian itu kira-kira berarti, Ilmu Materialisme, yang mengatakan bahwa seseorang itu ialah hasilnya dari suatu masyarakat, dan orang lain hasilnya masyarakat lain pula, lupa bahwa masyarakat itu hasil dari pekerjaan orang pula. Begitulah si pendidik dididik.
Bagaimana tepatnya perlantunan itu digambarkan oleh thesis, yang belum dikoreksi oleh Marx itu dan digali oleh Co-creatornya Frederich Engels. Mula-mula masyarakat itu menghasilkan satu bentuk orang. Seseorang yang berfaham begini atau begitu, berperasaan begini atau begitu, bertabiat begini atau begitu dan akhirnya beridaman begini atau begitu. Akhirnya idaman itu, cita-cita itu menyala berkobar begitu keras dalam hatinya sehingga bisa menggerakkan pesawat kemauannya buat bekerja mengubah masyarakatnya. Dengan perbuatan revolusioner itu timbullah pula masyarakat baru. Begitulah mula-mula masyarakat mendidik orang tadi menjadi revolusioner dan akhirnya revolusioner tadi mendidik masyarakat itu sendiri jadi masyarakat baru. Perlantunan itu sudah berlaku : Si pendidik dididik pula.
Contoh semacam ini tentulah dengan gampang bisa digali dari sejarah Dunia, terutama sejarah Inggris, Perancis dan Rusia. Tetapi tak ada salahnya kalau kita meninjau kemasyarakat mereka, yang dimata kita sekarang sangat turun derajatnya. Tiada sifat kita, cuma mengemukakan yang busuk saja.
Berabad-abad Lautan Utara yang dahsyat itu mengancam penduduk Tanah-rendah, rendah dari pada lautan Nederland. Berapa korban yang mesti diberi buat menduduki tanah berbahaya, tetapi subur itu. Demikianlah Sang Samudra mendidik Belanda menjadi pelayar, penangkap ikan dan akhirnya penjajah yang berani, tabah, dan insinyur air yang tak ada bandingannya di dunia. Setelah Belanda terdiri, maka kepintarannya dipakai buat menguasai lautan itu. Mereka tiada senang dengan dijknya, parti-lautnya saja dan tanah subur yang dilindungi dijk yang kukuh itu, melainkan dia dengan Ilmu Airnya yang tinggi mengeringkan laut Zuiderzee menjadi Propinsi yang baru. Juga disini si pendidik dididik.
MISAL KEDUA (MARX)
Kodrat menghasilkan pesawat itu mempertinggi kekuasaan manusia atas Alam kita ini. Ini membikin perhubungan baru antara manusia dan Alam. Pada zaman Julius Caesar orang Inggris bertabiat lain dari pada orang Inggris zaman sekarang, zaman Industri. Jadi tabiat manusia itu memang tiada tetap.
KAMU SEDANG MEMBACA
MADILOG
DiversosMADILOG Tan Malaka (1943) Sumber: Terbitan Widjaya, Jakarta, tahun 1951. Bab III diambil dari terbitan Pusat Data Indikator, 1999.