2

25.2K 1.8K 194
                                    

Fresh from oven.

Happy reading...

.

"Mama." Ryan mencium takzim tangan ibunya. "Kenapa nggak bilang Ryan? Ryan bisa jemput mama kalau mau ke sini."

Amba--ibunya Ryan mengibaskan tangan kirinya. "Habis dari pasar. Istri kamu ke mana?"

"Jihan masih beresin meja makan," jawab Ryan sambil membawa ibunya masuk rumah.

Sesampainya di dapur, Amba memanggil menantunya. Jihan yang baru sadar, langsung tersenyum lebar dan bergegas menghampiri mertuanya.

"MAMA!" pekiknya begitu senang menyambut kedatangan mertuanya.

Berbeda dengan Ryan yang mencium tangan Amba, Jihan langsung memeluk erat, cipika-cipiki dengan mertuanya.

"Jihan nggak tahu mama mau datang, tadinya siangan jihan mau ajak Ryan ke rumah mama," jelas Jihan.

Melihat istrinya yang mulai cerewet, Ryan memeriksa ponselnya, menunggu balasan dari Ariska, namun notifnya masih kosong sehingga Ryan kembali memasukan ponselnya ke saku celana dan mencoba memahami pembahasan Jihan dan Ibunya.

"Mama lihat di ruang tamu banyak banget bunga. Kamu pindahin?" tanya Amba yang diangguki antusias oleh Jihan. "Ruang tamunya jadi cantik banget."

"Jihan juga tambah sebagian, ma. Kemarin Jihan ke pasar dan nggak sengaja lihat bibit bunga Aster putih. Cantik banget. Mama harus lihat, ayo!"

Kedua wanita itu melenggang begitu saja, meninggalkan Ryan yang saat ini menggelengkan kepalanya heran. Begitu jadinya jika Amba bertemu dengan Jihan, mereka akan heboh berdua dan melupakan segalanya, termasuk Ryan. Jujur saja, Ryan juga kerap cemburu melihat ibunya yang kadang lebih peduli pada Jihan dibanding pada dirinya. Namun, mengingat perangai Jihan yang memang baik, Ryan rasa Jihan memang pantas disayangi begitu besar. Namun kenapa dirinya malah bimbang saat Ariska hadir kembali? Bukankah harusnya Ryan merasa cukup dengan memiliki Jihan saja?

Ryan mengusap wajahnya gusar. Tidak ingin ambil pusing, Ryan beranjak dari duduknya. Dari ruang kelurga, samar-samar Ryan masih bisa mendengar percakapan ibu dan istrinya. Jihan yang membanggakan semua tanamannya, dan Amba yang memuji tanaman yang dirawat baik oleh Jihan.

Ryan tersenyum tipis mendengar keakraban mereka, hatinya menghangat, namun jadi berdebar saat teringat pada Ariska.

Seolah terpanggil, ponsel Ryan menyala menampilkan pop up pesan dari Ariska. Langsung saja Ryan membukanya.

Aris

•Memangnya kita mau ke mana, Yan?

Kemana aja•
Jalan, mungkin•
Kita udah lama nggak jalan•

•Haha, kamu nggak berubah ya.
•Ketemuan di mana, kalau gitu?

Ryan tidak langsung membalas, ia termenung sesaat sambil memainkan ponselnya sampai akhirnya mengetik,

Biar aku yang jemput ke rumahmu•
Kirim saja lokasinya•

"Ryan, kamu lihat polybag aku nggak?" Suara Jihan yang tiba-tiba terdengar membuat Ryan nyaris menjatuhkan ponselnya kepalang kaget.

"Kamu tahu, aku nggak pernah lihat polybag kamu," jawab Ryan berusaha meredam kekagetannya sampai tidak sadar sudah berkata sinis pada istrinya.

Sambil mengernyit, Jihan berlalu begitu saja sambil mengomel karena terakhir ia melihat Ryan yang membereskan polybagnya.

Tidak lama kemudian, Amba duduk bergabung bersama Ryan.

Yang Patah Tumbuh [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang