12

26.7K 1.8K 94
                                    

Selamat hari minggu bagi yang menunaikan😊😊





*****





Begitu sampai ke rumahnya, Jihan mengomel karena Ryan tidak inisiatif menyalakan lampu rumah meskipun hari sudah gelap, ditambah saat ia membuka pintu, sepatu dan tas Ryan berserakan begitu saja di lantai.

Sembari membereskannya, Jihan memanggil Ryan berkali-kali. Tidak ada sahutan, dan Jihan semakin gemas dengan tingkah Ryan. Jihan merasa bahwa sebenarnya yang kekanakan itu Ryan, bukan dirinya.
Masih mengomel, Jihan membawa tas tersebut ke kamarnya Ryan. Dan benar saja, suami kekanakannya tengah terbaring di tempat tidur dengan nyamannya berbalut selimut tebal.

Jihan menghela napas. "Berapa kali aku bilang kalau nyimpan barang itu pada tempatnya, Ryan. Sepatu, simpan di rak sepatu. Tas kerjamu, simpan di ruangan kerja. Kunci mobilmu, gantungin di tempatnya. Dan juga, bisa kamu ganti kemejamu dulu sebelum naik ke tempat tidur? Nanti keringatmu nempel di sprai, dan aku harus sering nyuci sprai-nya. Nyuci sprai itu berat, Ryan."

Ryan hanya menggumam menjawabnya. Jihan semakin kesal saja. Wanita itu menggantungkan kunci mobil suaminya dengan kesal.

"Kunci mobilmu udah aku simpan di tempatnya, jangan nanyain lagi. Aku bosan setiap hari sebelum berangkat kerja, nyariin barang-barang kamu. Kaca mata lah, kunci mobil lah, flashdisk lah, atau apapun. Itu barang kamu, harusnya kamu simpan sendiri. Dan juga-"

"Maaf, Jihan."

Jihan tidak meneruskan omelannya mendengar suara Ryan yang serak juga lemah. Ia menghampiri tempat tidur dan sedikit menyingkap selimut Ryan.

Ryan bergerak dan menjawab kembali, "tadi aku lemes banget, jadi nggak sempat rapiin sepatuku. Maaf."

"Kamu kenapa?" tanya Jihan terkejut melihat keadaan Ryan.

"Aku cuma kecapekan. Kayaknya."

Jihan berdesis, lalu ia menyentuh kening Ryan dan mengumpat kasar. "Panas banget! Ryan, ayo kita ke dokter!"

Ryan menggeleng pelan. "Nanti aja."
"Tapi kamu-"

"Aku nggak bakal kuat naik motor, Ji."

"Aku yang bawa motornya!"

"Angin."

Jihan kembali mengumpat karena tidak ingat dengan tubuh Ryan yang mungkin tidak nyaman terkena angin.

"Kita pesan taksi aja."

Ryan menggeleng. "Aku cuma kecapekan, Jihan. Nanti juga mendingan."

Jihan kembali mengomel karena Ryan yang tidak mendengarkannya, Jihan mengatakan takut Ryan sakit keterusan, dan Ryan beralasan bahwa badannya masih lemas untuk bangun.

Jihan mondar-mandir, dan memutuskan untuk memanggil dokternya saja ke rumah. Lalu, ia mencari kontak dokter di ponselnya dan tidak ada.

Ryan memberikan ponselnya, dan Jihan bergegas menerimanya. Baru membuka kunci ponsel suaminya, Jihan mengigit bibir bawahnya melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari Ariska.

"Ariska neleponin kamu, by the way." Akhirnya Jihan tidak bisa menahan sindirannya.

Hanya terdengar dengkusan pelan dari Ryan yang melengos. Mengabaikan Ariska, Jihan tetap menelepon dokter keluarganya dan menyampaikan keluhan Ryan.

Selesai dengan urusannya, Jihan menyimpan ponsel Ryan di atas nakas tempat tidur. "Setengah jam lagi dokternya datang. Kamu tunggu aja."

"Kamu mau ke mana?" cegah Ryan melihat istrinya hendak ke luar kamar. "Sini, Jihan."

Yang Patah Tumbuh [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang