15

30.3K 1.8K 121
                                    

Fresh from oven, nggak sempat review apalagi edit. Tandai kalau ada typo atau kalimat rancu.

Happy reading🥰🥰






*****



"Aku mau ninggalin Ryan."

Azril menepikan mobilnya dan memukul kemudi beberapa kali, melampiaskan emosinya. Ia benci pada dirinya sendiri yang terus-terusan terbayang Jihan. Matanya menyorotkan penuh harap bercampur amarah yang begitu besar. Ia merasa bersalah karena sudah meninggalkan Jihan begitu saja.

Tapi jika Azril menyusul Jihan, ia juga akan merasa bersalah pada Adriana. Jihan benar, bagaimana bisa ia sempat berpikir ingin menduakan Adriana hanya karena iba pada Jihan. Azril akui, ia juga sempat tertarik pada Jihan, tapi setelah dipikir-pikir rasa iba lebih mendominasi perasaanya. Itu sebabnya selalu merada di samping Jihan, menamani hari-hari sulit wanita itu.

Dan Azril tidak mau berakhir seperti Ryan hanya karena ia merasa iba. Adriana wanita satu-satunya, ia lebih sempurna dari pada Jihan. Azril yakin itu, pilihannya tidak akan salah.

Setelah beberapa saat, ia kembali mengemudikan mobilnya. Setelah beberapa blok, ia berhenti tepat di depan rumahnya dan turun membuka gerbang yang belum sempat ia cat.

Setelah memarkirkan mobilnya di carport depan rumahnya, Azril eraih jas putih kebanggaanya dan turun dari mobilnya dengan lesu. Ia mengangkat bantal kursi rotannya dan mengernyit karena tidak mendapati kunci rumahnya.

Bergegas, ia membuka pintu rumahnya yang memang tidak terkunci dan mengumpati kebodohannya yang lupa mengunci rumahnya. Namun ia berhenti mengumpat saat matanya tidak sengaja melirik koper merah marun yang terdapat di ruang tamunya. Seingatnya ia tidak mempunyai koper warna itu.

Saat ia hendak melangkah mendekati koper itu, suara lain menginterupsinya.

"Sayangku," panggilnya.

Azril melebarkan matanya begitu melihat gadis yang dicintainya tengah berdiri bersandar di pilar rumahnya. Kerinduannya pada Adriana tiba-tiba membuncah tanpa bisa ditahan. Seperti kembang api yang melesat kemudian meletup di udara dengan bebasnya.

Azril melepaskan apapun yang digenggamnya dan berlari menghampiri Adriana kemudian memeluknya erat seolah ingin meleburkan Adriana bersamanya. Pelukannya terbalas, sama eratnya, begitu nyata.

"Ini seperti mimpi, Adriana, Sayangku. Mimpi yang menjadi kenyataan." Azril berucap diceruk leher hangat Adriana.

Setelah beberapa saat, Azril melerai pelukannha dan menatap lamat wajah cantik calon istrinya yang tersenyum penuh dengan binar bahagia dan suka cita. Adriana begitu sempurna, tidak ada duanya.

"Aku kangen banget."

Azril tersenyum sambil mengusap lembut pipi Adriana yang begitu halus. "Rasanya aku hampir mau sekarat karena kelewat kangen."

Kemudian Azril menundukan kepalanya dan meraih bibir Adriana, melumatnya lembut. Ini bukan mimpi, tapi nyata. Adriananya benar-benar nyata. Pandangan, pelukan, ciuman, sentuhannya benar-benar nyata. Dan Azril menyadari, bahwa ia benar-benar mencintai Adriana meskipun sempat bingung. Tapi perasaannya pada Jihan bukan apa-apa jika dibandingkan dengan perasaannya pada Adriana.

Cintanya begitu besar untuk Adriana, sehingga ia merasa tidak akan mampu memikulnya sendirian. Ia sangat, sangat, sangat membutuhkan Adriana juga untuk ikut memikul cintanya.

***

Ryan menghela napas panjang sebelum kembali membuka buku koefisien harga anggaran biaya bangunan miliknya. Ia menginput harga sesuai yang ia dapat dari buku, lalu mengalihkan pandangnya dari laptop menjadi melirik pintu rumahnya yang masih tertutup kemudian melirik jam dinding. Sudah larut, tapi Jihan belum juga pulang.

Yang Patah Tumbuh [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang