Lagi semangat nihhh. Ayo dong say 'hi' dulu ke Ryan☺☺
*
Membayangkan Jihan yang kerepotan mengerjakan pekerjaannya sekaligus mendampingi Amba yang bertamu, membuat Ryan sadar akan kesalahannya meninggalkan rumah pagi tadi. Seharusnya dia tidak melimpahkan semua tugas pada Jihan demi menemui Ariska.
Saat Ariska baru saja merebahkan kepalanya di bahu Ryan, Ryan langsung tersentak mengingat Jihan dan pamit pulang dengan alasan sudah terlalu larut. Ariska sempat menahan Ryan agar pulang nanti saja, namun Ryan tetap bersikeras untuk pulang.
Sesampainya di rumah, tidak ada sambutan hangat dari Jihan, rumahnya begitu sepi. Ryan bergegas mencari keberadaan istrinya, namun nihil.
Ryan menghubungi Jihan, dan ponsel istrinya ditinggal di rumah. Ryan semakin cemas dan berkali-kali keluar rumah ingin mencari Jihan, tapi ia tidak tahu Jihan ada di mana. Menelepon ibunya pun tidak diangkat.
Selang beberapa belas menit kemudian, Jihan datang sambil bersenandung kecil. Ryan yang sudah hafal dengan suara istrinya, langsung membuka lebar pintu rumahnya.
"Kamu dari mana, Ji?" todong Ryan.
Jihan sempat kaget sampai akhirnya bertanya, "udah pulang?" Tanpa menunggu jawaban, Jihan berjinjit mencium dagu suaminya singkat, "aku habis beli makan malam. Nggak sempat masak, keasikan revisi gambar kamu yang nyeleneh."
"Mana ada ruang konsultasi pakai kaca bening. Kasihan yang mau konsultasi malah jadi nggak tenang," lanjut Jihan sambil masuk melewati Ryan. "Terus ya, kalau tangga buat fasilitas umum itu usahain lebar minimalnya 120 senti, jangan semeter, nggak bakal muat buat dua orang, Ryan. Maksudnya, jaga-jaga kalau ada kejadian bahaya... -oh iya, brownies aku mana?"
"Hah?" Ryan baru tersadar dari lamunannya. "Itu... lupa."
Terlihat Jihan mencebik. "Jadi tadi aku kerja nggak dibayar gitu?"
"Aku lupa, nanti aja kita beli, sekalian beli makan malam."
"Ryan, kamu lagi nyembunyiin masalah apa dari aku?" Pertanyaan Jihan membuat Ryan tiba-tiba merasa panas dingin.
"Aku perhatiin kamu banyak melamun," lanjut Jihan.
"Bukan apa-apa," elak Ryan was-was. Ia merangkul bahu Jihan dan membawanya ke dalam rumah. "Aku mandi dulu, setelah itu kita cari makan malam dan brownies."
Jihan menjauh dari Ryan dan menunjukkan kantung plastik yang sedari tadi dibawanya. "Bukannya aku udah bilang, ya, kalau aku baru beli makan malam?"
Ryan termenung kembali merasa bodoh. Tadi ia melamun jika seandainya Jihan pergi darinya, maka tidak akan ada lagi yang menyambutnya dengan hangat. Begitu saja Ryan sudah merasa kehilangan, apalagi jika...
"Dan aku nggak suka bau badan kamu. Ganggu banget," suara Jihan kembali memutus lamunannya.
Ryan menghirup aroma tubuhnya sendiri. Ariska, ini parfumnya Ariska.
***
Ingat cerita Ryan mengenai pria yang pertama kali disukai Jihan?
Azril, namanya. Ryan tidak percaya, ia harus bertatap muka dengan Azril hari ini. Apa jadinya jika Jihan tahu hari ini Azril datang padanya meminta di desainkan rumah yang katanya ingin direnovasi?
Apa jadinya jika Ryan menyanggupi tawaran Azril?
Apa jadinya jika nantinya Azril sering berdiskusi dengannya lalu bertemu dengan Jihan?
Bagaimana jika Jihan menjadi bimbang dan memilih Azril dibanding dirinya... seperti yang ia lakukan dengan Ariska?
Ryan mengusap wajahnya kasar dan menghentak-hentakkan kakinya di bawah meja sambil berlagak memahami denah existing* yang dibawa Azril.
"Rencananya renovasi kapan, Mas?" tanya Ryan basa-basi.
"Secepatnya kalau bisa."
Ryan menghela napas dalam. "Saya sanggup kerjain gambarnya sekitar 6-5 bulan. Cuma desain doang."
"Apa nggak bisa kurang?" tawar Azril. Ryan menggeleng, Azril bergumam, "lama sekali."
Lalu Ryan menjelaskan apa saja yang akan menjadi kesulitannya sehingga waktu pengerjaan gambarnya akan sangat lama, dari mulai alasan dan harga yang tidak masuk akal pun ia keluarkan.
Azril yang mengerti dengan keengganan Ryan pun hanya mengangguk memaklumi dan memutuskan untuk undur diri.
"Saya minta maaf, Mas. Tapi mungkin teman saya bisa bantu," ucap Ryan sambil memberikan kartu nama temannya yang juga satu profesi dengannya. "Dia juga arsitek hebat."
"Terima kasih, Mas," ucap Azril sambil berdiri dan membereskan denah yang ia bawa.
Tanpa repot-repot mengantarkan klien tidak jadinya ke luar kantor, Ryan hanya mengangguk dan berdiri lalu duduk kembali setelah Azril keluar ruangannya.
Jujur saja rasa takut kehilangan Jihan semakin besar setelah ia bertemu dengan Azril. Ia tahu bahwa pria yang sempat disukai Jihan berada satu kota dengannya. Bagaimana jika suatu hari Jihan dan Azril tidak sengaja bertemu, seperti dirinya dengan Ariska kemarin?
Tidak kunjung surut ketakutannya, Ryan menyambar kunci mobilnya dengan sigap.
***
"Jihanna!" geram Ryan semakin mengeratkan pelukannya pada Jihan, tidak lupa ia membubuhkan tanda merah di ceruk leher istrinya sebelum berguling merebahkan diri.
Jihan hendak menaikkan selimutnya menutupi tubuhnya, namun ditahan Ryan. "Gak usah ditutupin."
Jihan berdecak, dan tetap menaikkan selimutnya sampai dada. "Nanti kamu minta lagi. Aku udah capek."
"Maaf," ucap Ryan entah karena sudah membuat Jihan kelelahan, atau untuk kesalahannya mengenai Ariska.
"It's okay, ayo kita istirahat, biasanya kamu langsung tidur," ajak Jihan menjadikan lengan suaminya sebagai bantalan kepalanya.
"Kita udah lama nggak ngobrol panjang lebar." Ryan tanpa sadar.
Jihan tersenyum tipis sebelum bersuara, "aku mau uang bulananku naik."
"Ada-ada saja," kekeh Ryan geli.
Hening sesaat, Ryan kembali usil dengan mengusap perut istrinya. Lantas Jihan berucap, "aku juga udah pengin banget hamil. Kemarin Mbak Rhea positif, padahal baru sebulan nikah. Kita udah satu tahun lebih-""Kita belum diberi kepercayaan, Ji. Sabar saja," tukas Ryan sembari menjauhkan tangannya dari area perut istrinya.
"Aku udah siap buat jadi orang tua, kamu juga kan... maksudnya, apalagi yang enggak dipercaya dari kita?"
Ryan menyusuri setiap lekuk wajah istrinya dengan jemarinya, namun dalam hatinya ia bergumam, aku nggak tahu, Ji, mungkin karena kamu masih kekanakan buat punya anak.
Dering ponsel Ryan membuat Jihan menjauh membiarkan suaminya mengangkat panggilannya. Menipiskan bibirnya, Ryan beranjak dari tempat tidur memakai lengkap bajunya.
"Sebentar," katanya sebelum pergi mengangkat telepon dari Ariska.
Jihan mengangguk. Setelah Ryan pergi, ia mengusap perutnya sendiri sambil menatap langit-langit kamarnya seperti sedang merenung.
*Denah existing = denah asal
17 Februari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Patah Tumbuh [END]
Random"Aku cinta kamu, dari dulu sampai sekarang aku cinta kamu," tukas Ariska. "Waktu nggak bisa merubah perasaanku, Ryan." Ryan menelan salivanya dengan serat saat melihat mata Ariska yang berkaca-kaca. Rasanya ia ingin merengkuh tubuh wanita itu ke dal...