9

24.1K 1.9K 112
                                    

Holaa, gaiiiss. Apa kabar nihh, lama nggak update yaa🤧

Sebelumnya aku mau minta maaf dulu karena telat begini. Jujur, kemarin-kemarin sempat buntu ide dan sedikit stres, mood nulis juga hilang gitu aja kayak doi😭

Tapi syukurnya, mood udah balik lagi dan inspirasi pada berdatangan. Jadi buat pertahanin mood aku ini, tolong ramaikan lapak Jihan yaa, bikos guyonan kalian di kolom reply itu sumber energi aku banget❤❤

Terima kasih banyak buat yang udah sabar nunggu. Aku sayang kalian, dan happy reading☺☺



*****





Baru suapan pertama, Jihan sudah membulatkan matanya takjub dengan rasa udang asam manis buatan Azril. "Ini enak banget!!"

"Really?"

"Lebih enak dari buatan aku-- em, maksudnya sama. Setara!" ralat Jihan tidak ingin mengakui kehebatan Azril yang melebihi dirinya.

"Aku kira kamu bakal bener-bener objektif sama penilaian kamu, Ji." Azril terkekeh sembari menggelengkan kepalanya geli dan tidak habis pikir.

Sedangkan Jihan mengerucutkan bibirnya merasa tersindir. "Kalau Ryan mungkin udah ngangguk aja mengakui kalau masakannya enggak seenak masakan aku."

"Emang iya?"

"Iya!" jawab Jihan langsung sebelum menyuapkan makanannya dan kembali berucap dengan mulut penuh, "karena Ryan memang kurang lihai sama urusan dapur, jadi Ryan bilang kalau aku memang paling hebat."

Azril mengangguk kemudian meneguk air minumnya agak banyak. "Jadi, aku masih lebih hebat dari Ryan dong?" 

Seketika Jihan tersadar dari kesalahannya yang mengungkit kekurangan suaminya pada Azril. Jihan tahu betul bagaimana rasa makanan yang dibuat langsung oleh tangan Ryan, rasanya jauh dari kata enak, tidak seenak buatan Azril. Tapi bukankah Jihan tidak boleh membandingkan keahlian suaminya dengan pria lain. Mungkin saja bakat Ryan bukan di dapur.

Dengan serat, Jihan menelan bulat-bulat makanannya dan buru-buru membasahi tenggorokannya dengan air yang disediakan Azril. "Ryan hebat. Dia rajin, cerdas, dan pekerja keras. Aku yakin Ryan bakal lebih hebat dari aku kalau dia mau belajar... masak. Sayangnya, masak itu bukan tugas Ryan, tapi tugasku. Jadi yaa begitulah. Ngerti kan, Mas?"

"Kayaknya aku juga termasuk orang cerdas, Ji. Tentunya aku paham, sangat paham malah."

"O-okay." Jihan bingung harus menjawab apa lagi. Ia takut salah bicara lagi sehingga lebih memilih menyuapkan kembali makanannya ke dalam mulutnya sembari mengingat Ryan yang sudah lama tidak ia buatkan makanan. Selama perang ini, apa saja yang Ryan makan?

Sama sekali Jihan tidak tahu.

***

Untuk sesaat Jihan menahan napasnya sebelum menarik napasnya dalam.

Yang Patah Tumbuh [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang