Agak telat karena sambil bikin xpart duanya🙏
Happy reading....
*****
Ryan memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya dengan perasaan bahagia penuh suka cita. Ia sudah tidak sabar ingin menerima sambutan hangat dari istrinya yang sudah lama tidak ia dapatkan. Dan beberapa hari belakangan ini, Jihan mulai kembali menyambutnya seperti dulu. Itu membuat hati Ryan menghangat bahagia, lebih dari sebelumnya.
Sebelum turun, Ryan menyambar brownis cokelat kesukaan Jihan kemudian membuka daun pintu belakang rumahnya yang langsung terhubung dengan ruang tengah. Ryan menghampiri Jihan yang tengah duduk menyangga kepalanya.
"Jihan..." Ryan langsung mencuri ciuman dari Jihan tanpa aba-aba.
Namun belum ada dua detik, Jihan menjauhkan wajahnya dan melayangkan telapak tangannya tepat mengenai pipi Ryan, menamparnya cukup keras. Setelah itu, Ryan baru menyadari raut marah Jihan yang begitu kentara. Kemarahan yang begitu besar.
"Kenapa lagi ini, Jihan?" Ryan bertanya bingung. Bagaimana bisa Jihan tiba-tiba marah, sedangkan pagi tadi saja mereka masih baik-baik saja. Ryan takut Jihan menuntutnya untuk melepaskan Jihan. Sesuatu yang tidak pernah diinginkan Ryan.
"Aku baru datang lho ini," lanjutnya sembari menyimpan bawaannya. "Kalau aku ada salah, tolong kasih tahu aku. Jangan langsung nyerang gini, Ji. aku bingung."
"Kamu licik, Ryan!!" tuding Jihan. "Aku benci sama kamu!"
Ryan mengernyit tidak mengerti. "Licik apa?"
Ryan mencoba merangkul Jihan, namun malah mendapat tepisan kasar. Sungguh Ryan tidak tahu apa penyebab Jihan marah seperti ini. Ryan merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Siang tadi, ia masih sempat mengabari Jihan. Bahkan pagi tadi saja, Ryan menyuapi Jihan karena Jihan mengaku tidak nafsu makan. Lantas apa penyebab Jihan marah?
"Aku udah bilang kan, kalau aku balik sama kamu cuma buat nemani kamu sampai sembuh? Sampai kamu kembali normal?"
Ryan mengangguk sembari mengetatkan rahangnya menahan emosinya agar tidak meluap pada Jihan. Ia benci setiap kali Jihan mengungkit hal itu. Hal yang menegaskan bahwa lambat-laun Jihan akan tetap meninggalkannya. Hal yang membuktikan bahwa Jihan tidak memaafkannya. Hal yang membuktikan bahwa Jihan tidak pernah benar-benar mempercayainya lagi. Itu sudah Jihan tegaskan sejak awal, sejak Ryan berhasil membawa Jihan kembali ke rumahnya.
Dan Ryan baru ingat bahwa dirinya memang sudah berbuat kelicikan demi menahan Jihan agar terus berada di sisinya. Termasuk mengenai kesembuhannya. Sekitar beberapa bulan belakangan ini, Ryan sudah dinyatakan berhasil melewati terapi dan kontrol rutinnya, ia sudah mampu untuk membuahi. Hanya saja Ryan tidak pernah menyampaikan hal itu pada Jihan, ia takut Jihan akan meninggalkannya. Dan hari ini, agaknya Jihan sudah tahu apa yang disembunyikan Ryan.
"Aku nggak habis pikir, Ryan. Ini nggak masuk akal!" Jihan kembali mengerang frustasi menarik atensi Ryan yang tadinya sedang menundduk. "Kenapa bisa sampai begini, Ryan?"
"Kenapa?" Ryan sudah tidak sabar ingin mendengar penjelasan dari Jihan.
"Aku pakai kontrasepsi, dan kamu juga punya masalah. Tapi kenapa hasilnya bisa positif?!!" Jihan melemparkan begitu banyak jenis tespek pada Ryan.
Ryan termenung sesaat sebelum melebarkan matanya takjub melihat sekitar lima buah tespek yang semua hasilnya positif. Pria itu tersenyum lebar, amat lebar sebelum mendengar Jihan yang mengutuk Ryan dan kontrasepsinya yang gagal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Patah Tumbuh [END]
Random"Aku cinta kamu, dari dulu sampai sekarang aku cinta kamu," tukas Ariska. "Waktu nggak bisa merubah perasaanku, Ryan." Ryan menelan salivanya dengan serat saat melihat mata Ariska yang berkaca-kaca. Rasanya ia ingin merengkuh tubuh wanita itu ke dal...