"Hinata?!"
Hinata merunduk kecil, terutama saat beberapa pasang mata melirik padanya. Tak lama kemudian, Sasuke menyikut perut Naruto.
"Gak usah kenceng-kenceng teriaknya, goblok."
"Namanya teriak ya kenceng, goblok," sahut Naruto tak mau kalah dengan wajah tanpa dosanya itu. Sasuke memutar bola matanya, mencibir. Pemuda itu langsung meninggalkan Naruto di sana dan berjalan ke arah tukang siomay.
Sementara itu, Naruto masih memandangi Hinata dengan mata berbinar. "Lo kesambet apa, Hin? Tumbenan ke kantin," kata Naruto sambil cengar-cengir. Pasalnya, hampir satu semester ada di kelas yang sama, Naruto tidak pernah melihat Hinata sekalipun menginjakkan kakinya di kantin. Paling-paling gadis itu hanya ke koperasi.
"Aku bangun kesiangan, gak sempet bikin bekel," ujar Hinata. Naruto mengangguk-angguk.
"Yaudah, yuk, bareng."
"Eh? Emang kamu mau beli apa?"
"Lo mau beli apa?"
"Malah nanya balik." Hinata mencuatkan bibirnya sesaat. "Aku mau beli mie, kayaknya."
"Kalo gitu gue juga," sahut Naruto gampang. "Ayo, bareng. Yang jual mie di sebelah sana. Eh, mau beli mie instan, kan? Bukan mie ayam?"
Hinata mengangguk kecil. Kemudian mengikuti langkah pemuda itu yang memimpin di depannya.
"Mau mie yang mana, Hin?"
Hinata melirik ke kaca etalase. "Eung.... Rendang."
"Bu, mie rendang dua," kata Naruto memesan pada ibu penjual. Ibu itu mengangguk lalu mulai menyiapkan pesanan Naruto.
Hinata melirik, saat seseorang muncul dan berdiri di sebelah kirinya. Hinata agak mendelik menyadari siswa itu terlalu mendempet ke arahnya. Sedangkan pemuda itu pura-pura tak mengerti, malah menyerukan pesanannya dengan tidak peduli.
'Apa sih?'
'Di sana masih lega padahal.'
'Ck. Kalo geser ke kanan nanti aku nempel sama Naruto. Nanti Naruto risih.'
'Ih bisa pergi nggak sih.'
'KENAPA NEMPEL BANGET SIH.'
'Ini siapa sih awas aja ya aku aduin ke Hanabi tau rasa.'
'Ini kalo lengannya aku cakar bakal bikin heboh nggak ya. Mumpung kukunya belum aku potongin.'
Hinata yang tengah mendumel dalam hati sontak terkejut saat lengan kirinya secara tiba-tiba dirangkul oleh Naruto. Naruto menariknya mendekat, membuatnya sedikit menjauh dari laki-laki di sebelah kirinya itu. Hinata melirik. Laki-laki itu mengalihkan pandangannya ke sembarang arah dengan wajah yang terlihat agak kesal.
Sementara itu Naruto tetap menatap ibu penjual yang tengah melayani banyak pembeli. Pemuda itu tak berani melirik ke arah Hinata, takut salah tingkah sendiri. Diam-diam mencoba menetralkan detak jantungnya yang mulai berisik.
***
"Hinata bentar lagi mau ujian kok malah ngonsumsi micin?" celetuk Ukon yang baru memasuki kelas, melihat Hinata tengah menyantap mie-nya dengan Naruto yang duduk di sebelahnya. Hinata meringis saja, mengatakan bahwa ia tidak membawa bekal hari ini. Semenjak anak-anak kelasnya tahu tentang masalah di keluarga Hinata, mereka jadi lebih perhatian terhadap gadis itu.
"Eh tapi gue jadi khawatir, Hin," kata Naruto malah kepikiran ucapan Ukon tadi. "Kalo nilai semesteran lo jelek karena makan makanan yang kurang bergizi gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Be A Healer [Naruto x Hinata] ✔
FanfictionNaruto dan Hinata. Dua murid SMA yang kebetulan berada di kelas yang sama. Dua murid SMA yang sama-sama memendam luka. Dua murid SMA yang saling jatuh cinta. *** "Call me everytime you need to." "I want to be your healer." ** [R13+] ; TW // harsh...