17 - Rasa Bersalah

675 90 1
                                    

Panik.

Naruto menggedor pintu rumah Sasuke, meminta si pemilik rumah itu keluar. Sasuke awalnya hendak melengos mengira Naruto ingin memaksanya untuk datang ke pensi. Namun begitu melihat kepanikan Naruto, Sasuke jadi mengernyit dan bertanya apa yang terjadi.

"Ke rumah Hinata. Sekarang. Naik mobil," ujar Naruto sedikit ngos-ngosan.

"Apa anjir." Sasuke mendelik. "Gue belum punya SIM—"

"Tapi lo bisa, kan?!" potong Naruto tak sabar. "Cepet, Sas! Gue gak mau mesen gocar, kelamaan."

"Yaudah gue izin dulu," kata Sasuke menurut.

Keduanya masuk ke dalam mobil hitam milik ayah Sasuke usai pemuda itu meminta izin pada sang ayah. Di perjalanan, Naruto menelepon Hinata untuk memastikan keadaannya.

"Hin? Halo?" Naruto memanggil dengan sedikit panik.

"Halo...."

"Hin, maaf lama ya. Ini gue lagi otw. Sas kencengin dikit," kata Naruto berbisik pada Sasuke.

"Ini udah cepet anjir, gue gak berani lebih kenceng dari ini."

Naruto berdecak, kembali pada Hinata. "Hanabi gimana?"

"Hanabi belum sadar, masih pingsan."

"Sebentar lagi gue nyampe. Lo jagain terus ya. Gue pasti dateng kok. Gue udah deket. Jangan tutup telponnya sebelum gue nyampe."

Sasuke merapatkan bibir, sempat mendengar bahwa Hanabi pingsan tadi. Sadar bahwa ini adalah keadaan genting, pemuda itu mencoba berani dan menaikkan kecepatan mobilnya sedikit demi sedikit.

Sementara itu, Naruto terus menenangkan Hinata dengan kata-katanya. Meski dirinya sendiri pun gusar, berharap gadis kecil itu baik-baik saja.




***




Kondisi Hanabi lebih menyedihkan dibanding Hinata waktu itu. Jika Hinata waktu itu hanya mendapat luka lebam dan darah yang keluar dari hidung, Hanabi mendapat lebih banyak pendarahan di kepalanya. Membuat gadis itu harus diperban dan tidur di rumah sakit untuk sementara.

"Gue balik duluan, ya." Sasuke pamit pada Naruto dan Hinata yang tengah duduk bersebelahan di samping ranjang pasien. "Kalo butuh jemput bilang aja. Nanti gue balik lagi."

Hinata menggeleng pelan. "Nanti aku pesen taksi online aja. Makasih, ya, Sasuke."

Sasuke mengangguk. "Nar, gue balik."

"Hati-hati," ujar Naruto juga mengangguk kecil.

Setelah Sasuke menutup pintu ruangan itu, Naruto melirik pada Hinata yang memandangi adiknya dengan sendu.

Hinata tidak melebih-lebihkan saat ia bilang bahwa berkat Hanabi lah ia masih bertahan hidup hingga saat ini.

Kadangkala rasanya Hinata ingin menyerah. Ia ingin pergi saja. Keberadaannya hanya akan terus menyusahkan adiknya. Setidaknya, jika ia pergi, Hanabi bisa hidup sedikit lebih tenang.

Tapi, mengingat rasa kasih sayang adiknya yang begitu besar kepadanya, membuat Hinata selalu mengurungkan niat itu. Hinata tidak akan tega meninggalkan Hanabi yang sangat menyayangi dirinya itu.

"Hin."

Hinata tersentak. Melirik, Naruto kini menatapnya tepat. Hinata juga bisa merasakan punggung tangannya yang digenggam oleh pemuda itu.

"Lo mau patungan, gak?" Naruto tiba-tiba memberi usulnya. "Gue tau tabungan lo banyak tapi kemaren udah lo pake buat biaya pengobatan lo sendiri, sekarang ditambah ini. Gue pengen bantu."

Be A Healer [Naruto x Hinata] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang