19 - Briefing

593 84 12
                                    

Hinata menghela napas, menaruh ponselnya dengan tak minat. Gadis itu terlihat bete kini, menyedot susu dalam kemasan kotaknya dengan wajah tertekuk.

Hanabi dan Kiba melirik satu sama lain.

"Dia kenapa? Perasaan lima menit yang lalu masih bagus-bagus aja moodnya," tanya Hanabi mendekat dan berbisik pada Kiba.

Kiba menggeleng. "Mana gue tau," sahutnya ikut berbisik. "Dia bete setelah liat hape. Coba lo cek apa isinya."

Hinata mendengar semua itu. Tapi gadis itu tak peduli, lebih memilih fokus menonton tayangan kartun di televisi.

Hanabi mengangguk mendengar perintah Kiba. Gadis itu tanpa permisi mengambil ponsel sang kakak di meja. Hinata hanya melirik, tetap tak peduli.

"Mana? Gak ada apa-apa," kata Kiba melihat deretan roomchat yang bersih, tanpa ada notifikasi sama sekali.

"Udah dibuka kali. Ini ni kayaknya, yang paling atas," ujar Hanabi kemudian membuka grup kelas itu.

"Oh, iya, gue tau. Kelasnya mau ngadain new year party," kata Kiba mengangguk-angguk melihat isi grup.

Hanabi mengangkat sebelah alisnya. "Tau dari mana?"

"Dari Sara."

"Ooooo." Hanabi menahan senyumnya dengan jahil. "Kayaknya ada tendensi balikan, nih."

"Apa, sih." Kiba menyahut cuek. "Udah fokus itu Hinata badmood kenapa."

"Ih, malu-malu gitu."

"Gue jitak ya lo, Han."

"Mereka mau ngadain acara di rumah Shion." Hinata yang tadinya diam saja akhirnya bersuara. "... Aku masih belum mau ketemu sama Shion. Aku tau dia gak bermaksud jahat, tapi tetep aja. Lagipula, tindakan nyontek itu gak bisa dibenarkan."

"Dia nggak salah, kak," kata Hanabi menyentuh lengan kakaknya. "Yang salah tu ya si tua bangka bajingan itu."

"Maafin aja, sih, Nat." Kiba ikut memberi saran. "Dia jujur ke walas lo, kan? Gue rasa dia punya alasan sendiri yang cukup kuat."

"Tetep aja." Hinata masih bersikeras. Gadis itu menaikkan kakinya ke sofa, lalu memeluk lutut dengan murung. "Tiap liat dia aku selalu keinget muka bonyoknya Hanabi. Aku udah sering babak belur, tapi Hanabi, baru pertama kalinya dia dapet luka separah itu. Aku gak suka."

"Kak, ih...." Hanabi mendekat, memeluk lengan kakaknya seperti biasa. "Jangan sampe musuhan sama temen sebangku gara-gara aku."

"Daripada kayak gini mending lo obrolin langsung, Nat," saran Kiba lagi. "Biar lo juga tau, alasan dia apa. Biar clear masalahnya."

"Ck dibilang aku belum mau ketemu." Hinata menempelkan dahi pada lututnya.

"Kakak harus ikut!!!" Hanabi mengguncangkan lengan kakaknya dengan gemas. "Ih pasti seru!!! Kakak harus ikut! Lagian nanti ketemu Kak Naruto loh, emang kakak gak mau???"

"Lah udah naksir dia?" tanya Kiba tak tahu menahu.

"Kayaknya." Hanabi mengangguk saja meski belum tahu pasti.

"Ya tapi aku gak mau ketemu sama tuan rumahnyaaa!" Hinata merengek masih keras kepala.

"Ih kakak harus ikut! Ini perintahku!" seru Hanabi melotot galak--meski gadis itu tak terlihat menyeramkan sama sekali, malah terlihat menggemaskan. "Berani nolak perintah putri, hah? Udah bosen jadi dayang?"

Hinata masih membenamkan kepalanya, meski tak bisa dipungkiri seulas senyum geli terlukis di wajahnya. Sedangkan Kiba sudah menyatukan telapak tangannya dan menaruhnya di atas kepala, menunduk hormat menghayati peran sebagai seorang pelayan.

Be A Healer [Naruto x Hinata] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang