15 - IPA 2

636 96 12
                                    

"Gak bawa jaket?"

Hinata yang tengah memandangi gerimis di depan kelas itu berbalik dan melihat Naruto yang baru keluar dari ruangan kelas. Keduanya sudah selesai mengerjakan mata pelajaran terakhir di hari ketiga ujian akhir semester ini. Hinata mengangguk seraya memeluk dirinya sendiri.

"Mau kerja kelompok, kan? Di rumah Shion," tanya Naruto lagi. Naruto bersyukur kelompoknya sudah mengumpulkan tugas itu kemarin, meski tenggat waktu yang diberikan adalah sampai hari Jumat.

"Iya."

"Pake hoodie gue," kata Naruto membuat Hinata membelalak.

"Jangan," bisik Hinata tertahan saat Naruto hendak melepas hoodie yang ia kenakan. "Emang bekas lukanya udah hilang?"

Naruto terkekeh santai. "Udah gak terlalu ketara."

"Udahlah. Aku gak papa, kok. Gerimis doang," kata Hinata masih merasa tidak enak.

"Rumah Shion jauh, Hin. Ntar deres di jalan gimana? Nurut aja kenapa." Naruto benar-benar melepas hoodie-nya kini. Hinata mencuatkan bibirnya.

"Kamu gimana?"

"Yaelah rumah gue dari KHS deket banget anjir kesandung juga nyampe. Santai," ujar Naruto sembari menyampirkan hoodie itu di pundak Hinata. Hinata akhirnya menurut, memakai hoodie itu lalu menarik resletingnya hingga atas.

Gadis itu jadi melirik pergelangan tangan Naruto yang terekspos kini. Ia menghela napas lega melihat tak adanya guratan luka baru di sana.

"Tenang aja," ucap Naruto, tersenyum menenangkan.

"Kamu gak akan lakuin lagi, kan?"

"Iyaa."

Hinata merapatkan bibirnya. "Janji, ya," katanya menatap Naruto serius. "Hal itu bukan obat. Alih-alih nyakitin diri sendiri, lebih baik kamu panggil aku. Aku mau jadi penyembuh buat kamu."

Naruto sempat tersentak mendengar hal itu. Tapi tak lama kemudian pemuda itu kembali terkekeh kecil kemudian mengangguk kecil. "Iya. Janji gak bakal ngelakuin lagi."

Hinata mengangguk sekali, meski ekspresinya masih terlihat kurang yakin. Naruto yang menyadari itu tertawa.

"Gak percaya? Mau kelingkingan lagi kayak di mobil waktu itu? Oke." Naruto tanpa permisi meraih tangan Hinata kemudian mengaitkan jari kelingking mereka. "Gue, Naruto Uzumaki, berjanji, kepada Hinata Hyuuga. Bahwa gue, gak akan self-harm lagi. Sebagai gantinya, gue bakal manggil Hinata di saat gue butuh, karena dia bilang, dia mau jadi penyembuh gue."

Hinata mengulum bibir, menahan senyumnya yang hampir terlukis. Entah kenapa, hal ini terasa agak memalukan.

"AW AW AW NGAPAIN TUH KELINGKINGNYA???"

Hinata dan Naruto berbalik dengan kaget saat suara Sara melengking nyaring di belakang mereka.

"Heh." Pak Tobirama si guru galak yang bertugas sebagai pengawas di ruang kelas itu menegur dengan wajah tak bersahabat. "Masih ada yang lagi ulangan. Pulang dulu sana kalo mau teriak-teriak."

Sara menunduk meminta maaf. Kemudian mendekat pada Naruto dan Hinata sembari menghela napasnya.

"Pak Tobirama galak banget anjir padahal ganteng." Sara manyun, mengeluh.

"Cabe," kata Naruto pedas. Sara melirik tajam. Tapi gadis itu tak peduli dan beralih pada Hinata.

"Hin, kata Shion kita duluan aja. Mobil jemputannya udah nunggu di parkiran katanya."

Hinata mengangguk. "Naruto, aku duluan, ya."

"Hati-hati," ujar Naruto menepuk puncak kepala Hinata sekali.

Be A Healer [Naruto x Hinata] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang