Apa kalian tahu apa yang membuat Wonyoung tersenyum lebar hari ini?
Setelah ulangan Matematika dadakan yang bikin pusing tujuh keliling, cuma lihat tiga soal doang tapi beranak pinak, Wonyoung menemukan satu kebahagiaan kecil. Karena Dohyon sakit, Papi dan Mami keluar kota buat ngurusin perusahaan cabang yang baru buka, Wonyoung mau gak mau naik kendaraan umum untuk pulang. Awalnya sih menunggu Jiheon—teman satu SMP—selesai kumpul ekstrakulikuler Fisika di taman samping sekolah, eh matanya peka ada seseorang yang dia sayang lagi jalan gontai sambil menendang kerikil di jalan. Tumben cowok jangkung itu gak bawa motor.
Haruto sempat berhenti melangkah beberapa saat sebelum mengeluarkan bungkus rokok dari dalam kantong celananya, Wonyoung menghela napas berat, emang bener kata Yujin kalau omongan dia cuma masuk telinga kanan keluar telinga kirinya Haruto, apapun yang berhubungan sama Wonyoung, dia gak peduli sama sekali. “Dasar kepala batu, untung gue sayang.”
Bergulat dengan pikirannya sendiri, Wonyoung akhirnya memutuskan untuk menghampiri sang kesayangan, toh Jiheon habis chat kalau butuh beberapa menit lagi biar kelar urusannya, mending Wonyoung pulang duluan aja.
“Kalau udah jadi pacar, gue jewer sampai telinganya copot karena gak mau dengerin omongan gue!” Kesal Wonyoung sambil mengepalkan tangan. Semoga aja dia gak diusir nanti.
Tapi langkah Wonyoung terhenti saat melihat Haruto membuang satu puntung rokok sebelum menyulutnya dengan korek api. Kayak... woi? Beneran dibuang? Walaupun cuma satu batang, itu Marlboro merah, loh. Mahal harganya.
“Dia nurut sama gue atau gimana? Sukanya bikin salah paham!” Gerutu Wonyoung, ia berlari kecil ke arah Haruto sambil melebarkan tangan seolah ingin memeluk.
Jelas Haruto kaget.
Sebelum badannya dipeluk cewek berisik itu, Haruto menghindar dengan wajah heran. “Lo mau ngapain? Hah? Gak usah aneh-aneh!”
“SAYANG!!!!” Teriak Wonyoung cukup kencang hingga atensi beberapa pengguna jalan tertuju padanya. Haruto menepuk jidat frustasi, capek menghadapi tingkah cewek yang selalu mengaku sebagai pacarnya itu. Wonyoung mencubit lengan Haruto beberapa kali. “IH GEMES BANGET PENGEN AKU CULIK!”
Sumpah, mending Haruto disuruh nyapu seluruh penjuru sekolah daripada direcokin sama manusia aneh bin nyebelin bernama Wonyoung ini.
“Kamu yang ganteng, aku yang pusing.”
Cukup terbiasa dengan kehadiran Wonyoung, Haruto berjalan santai menuju jalan raya. Ya, anggep aja cewek bongsor itu udara, gak kelihatan sama sekali.
“Ngapain ngikutin gue?” Tanya Haruto pada Wonyoung dua langkah di belakangnya, posisi mereka ada di trotoar tengah jalan, mau nyebrang. Bukan cuma berdua, ada anak SMA Fiesta lain yang sekarang melirik ke arah Wonyoung sambil bisik-bisik.
“Menel lagi.”
“Gue aja ifleel, gimana Ruto yang ditempelin.”
“Kalau ditolak ya udah nyerah, ganggu pandangan banget, sih.”
Entah sengaja mengeraskan suara, entah benar-benar tersumbat telinganya, tiga cewek yang Haruto belum pernah lihat itu memasang senyum untuknya tapi memandang sinis gadis yang sekarang berpindah di sisi kanannya; Wonyoung.
Hadeh. Dasar mulut bau azab.
Wonyoung gak pernah diem kalau deket Haruto, kali ini napasnya aja gak kedengeran. Setelah memastikan tak ada kendaraan yang melintas, Haruto meraih jemari Wonyoung dan menariknya menuju seberang. Iya, digandeng. Pokoknya bikin cewek-cewek yang tadi ngomongin Wonyoung jadi kicep.
Mendapat reaksi yang berbeda dari biasanya, Haruto menghela napas. “Kenapa diem aja, sih?”
Wonyoung betah membungkam, meskipun mereka sudah masuk ke dalam bus dan berdiri saling bertatap muka karena berdesakan dengan penumpang lainnya. Jika sedang waras, Wonyoung udah main peluk tanpa minta ijin, tapi sekarang dia memilih menunduk, membenturkan ujung sepatunya dengan milik Haruto beberapa kali.
“Lo masih hidup gak, sih? Kok napasnya gak kedengeran?” Bisik Haruto tepat di telinga Wonyoung, cukup membuat si gadis merinding dan akhirnya mendongak. “Diem mulu, tipes lo?”
Jujur, Haruto sadar perubahan Wonyoung yang tiba-tiba, bungkam dalam waktu yang lama karena mendengar ocehan orang lain yang sok tahu tentang kehidupan keduanya. Wonyoung gak pernah marah kalau digosipin ini itu, tapi jangan di depan dia sama Haruto langsung, pokoknya jangan. Ingat ini, Wonyoung itu gampang insecure. Dan tiga kalimat yang dia dengar di trotoar tadi menusuk tepat di ulu hati.
“Aku turun di halte deket persimpangan, kamu hati-hati pulangnya.” Ucap Wonyoung sembari menurunkan lengan Haruto yang memegang tiang penyangga, meminta jalan untuk keluar.
Bahkan setelah turun dari bus, Wonyoung belum mau bersuara. Sengaja turun di halte dekat persimpangan karena ingin jalan kaki sambil merenung, kayaknya Wonyoung emang gak pantas berjuang mendapatkan hatinya Haruto.
“Ini ceritanya kamu mau nganterin aku sampai rumah?”
Ini terdengar gak nyata, tapi Haruto ikut turun waktu Wonyoung turun. Jalan seratus meter dengan tenang di belakangnya seolah memastikan bahwa cewek bongsor itu sampai di rumah dengan selamat. Udah kayak bodyguard aja dah. Kalian kira Wonyoung gak tahu? Jelas! Bayangan Haruto ikut jalan di sampingnya daritadi.
“Dih pede bener! Gue mau jenguk Dohyon, kembaran lo sakit, kan? Tadi ditanyain kenapa gak ada suratnya.”
Tulang pipinya tertarik ke atas, Wonyoung masih kuat berjalan tanpa menengok ke belakang. Sepersekian detik berikutnya, Haruto menghadang langkahnya sambil menyerahkan satu bungkus rokok dan korek gas di tangannya. “Buangin!”
“Lah? Kamu kan bisa buang sendiri.”
Haruto menggeleng. “Ntar gue ambil lagi.”
Ada angin apa sampai Haruto menyerahkan benda berharganya pada Wonyoung? Mau mikir pun otak Wonyoung gak sampai.
“Simpen dulu, buang yang jauh pas gue gak ada.”
“Kamu bisa beli...”
“Kalau gue beli rokok lagi, kita jadian.” Potong Haruto menatap dwinetra gadis di depannya serius. Wonyoung yang jelas otaknya gak bisa berfungsi sekarang menyatukan alis.
“Eh hah, gimana?”
“Pegang kata-kata gue.”
Belum selesai loading, Haruto berdecak malas. Jemarinya terangkat mengusap rambut hitam panjang Wonyoung sambil mengerling. “Katanya harus jauhin rokok biar bisa deket sama lo.”
“Hah?”
Sumpah, Wonyoung nge-blank. Dia cuma melongo di pinggir jalan dengan wajah bingung memandang punggung Haruto yang mulai menjauh.
[maap ngaret satu jam, aku ngelag abis dikasih wink sama ruto 😭💃
teum, mv nya udah keluar, ayok semangat streaming!!! 😡😡😡]
KAMU SEDANG MEMBACA
Pink Lemonade ✓
Fanfiction"If we could just be together every day, the rain would turn into a rainbow too." ft. wonruto plutoisme, 2020.