Entah sudah berapa lama Wonyoung melongo sambil mengusap punggung tangannya sendiri, otaknya kembali memutar tiga menit berharga yang terjadi di lapangan futsal tadi bagai kaset rusak. Masih tidak percaya bahwa seorang Haruto memberinya senyuman manis disertai genggaman hangat jemari penuh keringat. Rasanya jantung Wonyoung mau merosot sampai mata kaki.
Kayaknya ada yang nggak beres.
Setelah dipikir berkali-kali, Wonyoung tak menemukan alasan paling logis kenapa Haruto melakukannya, di depan puluhan pasang mata, sampai wasit berteriak menyuruhnya keluar lapangan. Aneh, kan? Wonyoung yang biasa mendapat penolakan tiba-tiba diperlakukan manis begini jadi heran.
"Sadar heh! Ntar kesambet!" Ujar Yujin menggoyangkan bahu sahabat sumpitnya. Bukan apa-apa nih, kalau kerasukan yang repot sekampung. Wonyoung doang udah meresahkan apalagi ditambah makhluk halus yang nemplok di badannya. "Ngapain cengar-cengir?"
Wonyoung menggeleng lemah, ia mendekatkan tangan ke hidung, mencium aroma Haruto yang menempel di sana, membuat Yujin berakting mual. "Tangannya Haruto bau jodoh gue."
"Kadar kewarasan lo makin hari makin menipis, ya? Halu mulu!"
Lelah meladeni temannya yang sedang dimabuk asmara, Yujin beranjak dari kursi, merapikan seragam dan mengambil dompet sebelum melangkah santai keluar kelas.
"Mau kemana?" Tanya Wonyoung heran tapi tak mendapat jawaban. Ia mengikuti langkah kaki Yujin, membuatnya menyeberangi lapangan menuju dua meja yang disatukan di samping papan besar berisi jadwal lomba classmeeting, nama-nama kelas dan giliran bermain. Wonyoung memandang sekitar, pertandingan futsal masih berlangsung, kebanyakan orang mengerubung di sana. Sementara tempat lain tampak sepi, namun masih saja ada satu dua anak yang memilih mojok di kelas untuk bermain smartphone.
Di samping meja yang disatukan tadi, ada sebuah pohon tanpa daun digantikan dengan kertas warna-warni yang menempel di ranting, ini sih properti wajib yang harus ada setiap kali diadakan classmeeting di SMA Fiesta; pohon harapan.
Wonyoung membaca beberapa sticky notes, reaksinya hanya terkekeh sambil menggeleng. Ada yang menitip salam, ada yang gombal cringe, ada yang berharap Pak Gum terpeleset di kamar mandi, minta Boboiboy api buat bakar sekolah, pokoknya beragam.
Fokus Wonyoung beralih pada Yujin yang sejak awal sudah memegang bolpoin dan berpikir pesan apakah yang harus ia tulis. Penasaran, Wonyoung mengintip kertas hijau kecil itu. "Kak Minhee? Kak Junho juga?"
Dasar serakah!
Wonyoung aja mau satu belum kesampaian sampai sekarang, ini sahabat sumpitnya mau ngembat dua-duanya. Kalau kata Wonyoung mah mending pacaran sama Kak Minhee dulu, abis itu main belakang sama Kak Junho. Gak papa lah asal gak ketahuan. "Doyoung gak lo kasih salam sekalian?"
"Dih ngapain, buang-buang kertas aja." Jawabnya ketus lantas membuat simpul di ranting pohon yang masih kosong, menempatkan dua sticky notes berbeda warna itu dengan jarak yang cukup jauh antara satu dengan yang lain. "Udah, lo gak mau-"
Yujin menghela napas saat melihat Wonyoung melambaikan tangan dengan antusias ke arah Haruto, dia ada di depan lab komputer lantai dua, memantau keadaan lapangan sambil menyesap kopi sachetan yang dibeli di kantin nomor tiga. Awalnya yang sadar Jeongwoo, cowok itu berbisik sambil menunjuk Wonyoung yang sudah seperti balon menari yang biasanya terletak depan toko cat.
Wonyoung dimata Haruto:
KAMU SEDANG MEMBACA
Pink Lemonade ✓
Fanfic"If we could just be together every day, the rain would turn into a rainbow too." ft. wonruto plutoisme, 2020.