“Pacaran?” Tanya Yujin kebingungan. Ia menatap wajah temannya satu persatu, mulai dari Doyoung yang asik ngemil sambil menonton sinetron di televisi, Jeongwoo yang tiduran santai di karpet, dan Wonyoung yang baru selesai membalut tangan kanannya dengan perban. Mereka berkumpul di rumah Wonyoung setelah Yujin melihat postingan Soojin, coba bayangkan isinya. Ya, hanya kata-kata tapi menusuk sampai ulu hati. Sejak kapan mereka jadi aliansi? Kakak kelasnya itu berada di pihak Wonyoung sekarang.
Ayo haters berkedok timses, tunjukkan bakatmu.
Kira-kira seperti itu. Yujin sampai memastikan tentang apa yang terjadi di sekolah saat ia absen dengan bertanya kepada para kakak kelas, terutama Somi karena temannya tak menjawab pesan.
Usai mendapat penjelasan dari sumbernya, Yujin tertawa terpingkal-pingkal. “DAH GESER OTAKNYA HAHAHAHA!”
Gosip itu dibuat oleh orang iri, disebarkan oleh orang bodoh, dan diterima dengan baik oleh orang idiot. Entah siapa yang menyuarakannya pertama kali, Wonyoung rasa ada beberapa orang yang tidak suka padanya tapi menyembunyikan diri selama ini. Berlindung dibalik senyum palsu, saat keadaan sedikit kacau begini dimanfaatkan untuk menjatuhkannya. Lagipula ia salah sasaran, Wonyoung bukan cewek lemah yang akan senang hati menerima perlakuan jahat, selama itu tak menggores tubuhnya, aman. Jika melukai, tunggu saja tanggal mainnya.
Oh, yang seperti tadi saat disiram kopi panas, kata Maminya jika tidak melakukan hal yang salah tak perlu takut. Daripada menjadi dendam pribadi, lebih baik Wonyoung membalasnya sekalian. Teh yang ia bawa sudah dingin, mengenai kulit pun tak akan jadi masalah serius. Beruntung orangtuanya sedang keluar kota, menjenguk nenek di desa, mungkin akan kembali besok atau lusa, Wonyoung punya waktu untuk menyiapkan penjelasan atas apa yang terjadi dengan tangannya. Pun Dohyon belum pulang karena belajar kelompok, semoga saja ia mau bekerja sama nantinya.
Berhubungan baik dengan Haruto dan Jeongwoo apakah suatu kesalahan? Mereka membuat asumsi dan mengatakan hal yang tidak-tidak, syukur masih banyak yang tak terpengaruh dan tetap berada di sisinya. Yujin yang katanya demam tinggi saja tiba-tiba sembuh setelah diberi kabar. Jangan lupakan Doyoung yang saat itu berada di kantin juga, berakhir membayar nasi goreng dan teh hangat yang Wonyoung pesan.
Ujung bibirnya tertarik ke atas, Wonyoung senang bisa berteman dengan orang-orang baik seperti mereka.
“Gue juga bingung, ternyata banyak yang muka dua.” Celetuk Doyoung setelah bosan menonton sinetron, ia bergabung dengan Yujin, meminta berbagi toples camilan. “Pake acara numpahin kopi panas, dikira sinetron?”
“Lo tandain kan mukanya? Besok gue ajak berantem.”
Wonyoung tertawa, “Walaupun tangan kanan gue luka, kan masih bisa mukul pake tangan kiri. Jadi lo nonton aja Jin sambil bawa popcorn.”
Meski terdengar sungguh-sungguh, Yujin tau betul Wonyoung tak akan pernah melakukannya. Bagi seorang anak yang dibesarkan penuh cinta, yang diajarkan menebar kebaikan untuk menghadapi dunia yang kejam, Wonyoung selalu belajar meminta maaf dan memaafkan. Percayalah, orang jahat pun punya kebaikan dalam dirinya. Saat pertama kali bertemu, Yujin kagum pada orangtua Wonyoung yang bisa mendidik anaknya sebaik itu.
“Kita balik kalau Dohyon udah pulang, cemilannya ada refill gak, Won?”
“Ambil aja noh di dapur.”
Melihat Jeongwoo yang berjalan keluar rumah, Wonyoung menyusul. Sejak tadi tak bersuara, mungkin ada sesuatu yang perlu dibicarakan berdua. Cowok manis itu menghentikan langkah di taman, duduk di ayunan. Rumah Wonyoung memang dekat dengan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar, tak heran disana dibangun taman bermain. Wonyoung duduk di ayunan lain. “Gimana Woo udah bikin masalah? Seneng lo?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Pink Lemonade ✓
Hayran Kurgu"If we could just be together every day, the rain would turn into a rainbow too." ft. wonruto plutoisme, 2020.