Sebelas : Marah

2.6K 664 109
                                    

Setidaknya butuh setengah jam untuk mengumpulkan teman sekelas, Haruto menghela napas panjang menatap wajah-wajah tak minat sembilan belas orang di depannya. Mereka bukannya susah diatur, tapi emang punya kegiatan sendiri dan kumpul kayak gini menyita waktu, khususnya bagi yang ambis kayak Sohee.

"Masih lama? Gue ada les bentar lagi." Nah orangnya buka suara.

"Oke gue mulai sekarang! Dengerin baik-baik." Haruto sebagai seseorang yang diandalkan mulai membuka pembicaraan, sebelumnya dia udah koordinasi sama Minjae si ketua kelas. "Ini tugas awalnya kan perkelompok tapi diubah jadi satu kelas karena waktu yang mepet, jadi tolong kerja samanya."

Semua mata tertuju pada Haruto yang rautnya tampak serius, kayaknya cowok jangkung itu diciptakan Tuhan saat bahagia-bahagianya, diberi ketampanan dan kecerdasan lebih banyak dari yang lain, bahkan Yuna yang tiap hari lihat wajahnya aja masih suka terheran. Memang bibit unggul kualitas super.

"May udah bikin konsep dari bahasan di grup tadi malem, gue juga udah bikin pembagian tugas, buat yang keberatan bisa angkat tangan."

Melihat tak ada satupun yang merespon, Haruto berdecak. "Kalian aktif dikit kek, gue pusing nih kalau iya iya aja akhirnya ngedumel di belakang."

"Gue gak mau jadi modelnya, Ruto!" Suara Kangmin memecah keheningan, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Malu anjir, gampang ngakak. Gue ngurus properti aja gak papa."

Haruto mengangguk, kalau dipaksa juga gak baik. Nanti hasilnya tidak sesuai harapan. Siapa lagi yang mau berkorban? Jelas Haruto. Dia menghapus nama Kangmin dan menggantinya dengan namanya sendiri di papan tulis. "Yaudah gue aja. Ada lagi?"

Win yang baru aja duduk di samping Jungwon sehabis dari toilet mengangkat tangan. "Laptop gue lagi di service, gimana mau jadi editor?"

"Masalah laptop dan properti lain nanti bisa diatur, gue cuma butuh kesanggupan kalian buat partisipasi dan menjalankan tugas masing-masing. Udah itu doang."

Penghuni kelas kompak mengangguk, menyanggupi apa yang Haruto katakan. Konsep dan pengorganisasian sudah jadi, tinggal melakukan syuting saja. Sudah dibilang mereka percaya pada Haruto, ditambah ia kebanggan para guru, ya semua beban dicurahkan kepadanya.

Oasu.

Tapi gak papa, Haruto tak menjadikannya beban sama sekali, jalani dengan senang hati untuk kebaikan bersama. Ladang pahala, loh.

"Udah boleh balik?" Tanya Yuna antusias sebelum mengambil tas merahnya.

"Iya."

Satu persatu manusia di dalam kelas 10 MIPA 3 pergi setelah berpamitan, mereka menghargai kerja keras Haruto, pasti semaleman mikir dan akhirnya gak tidur sampai kantong matanya setebal itu. Ada rasa iba, tapi mereka juga gak mau ambil pusing apalagi diberi beban kayak gini. Ck! Manusia emang seegois itu. Menyisakan Haruto dan May yang membicarakan beberapa hal yang menurut mereka belum clear sampai sekarang.

"May, gue gak yakin Jungwon bisa handle kamera sendirian."

"Ini boleh minta tolong kakak kelas gak, sih?"

"Kalau bisa jangan, gue tadi malem tanya Kak Yedam bisa pinjemin kamera apa enggak, dia bilang boleh tapi gak bisa bantuin. Dulu angkatan dia juga gini coba, sukanya dadakan." Pundaknya melorot, Haruto bersandar di tembok sembari mengecek kertas berisi konsep yang May buat.

"Dikira kita tahu bulat anjim."

"Lo gak papa ngarahin anak-anak sendirian?" Tanya Haruto sedikit khawatir, di kelasnya yang memberi effort lebih untuk mengerjakan tugas ini tuh cuma dia, May sama Minjae doang. Miris, ya?

Pink Lemonade ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang