"Lo kok bisa sampe kaya gini sih, Han?" Tanya Al pada Hana yang sudah sadar.Kini Hana telah dipindahkan di ruang rawat inap. Gadis berwajah pucat itu berbaring di brankar dengan baju khusus rumah sakit yang kebesaran di badannya.
"Gue juga gak tau, Al," lirih gadis itu yang pandangannya senantiasa menatap lurus ke depan.
Al mendecih. "Lo itu harus jaga kesehatan lo mulai sekarang, Han.” Ya, Al sudah mengatakan perihal penyakit Hana padanya.
Sebuah handphone berbunyi di atas nakas yang berada di samping brankar Hana. Mata gadis dan pemuda itu melihat ke arah sumber bunyi.
"Handphone lo bunyi." Al mengambil Handphone itu dan memberikannya pada Hana.
Hana berkeringat dingin saat mengetahui ayahnya-lah yang menyebabkan handphone-nya bunyi. Hardi kini sedang me-video call-nya dan ia bingung harus bagaimana. Tidak mungkin Hana menunjukkan wajah pucatnya yang sedang berbaring lemah dengan tangan yang diinfus.
Hana punya ide. "Al, gue akan angkat video call ini. Tapi please, lo diam ya saat gue angkat video call-nya," pinta Hana sembari menunjukkan layar hp-nya ke arah Al.
"Ken-"
Hana menaruh jari telunjuknya di pertengahan bibirnya, mengisyaratkan agar Al diam. "Shuut!"
Hana mengusap ke atas tanda biru yang ada dilayar hp-nya dan tampak lah wajah Hardi yang mengenakan kaus oblong.
Ya, gadis itu mengangkat video call itu, lalu tangannya yang diinfus beralih menutup kamera depan. Sedangkan tangannya yang satu lagi memegang hp-nya.
"Happy birthday to you! Happy birthday to you!" nyanyi Hardi dengan suara yang lembut membuat Hana tersenyum kecil.
"Hana,” panggil Hardi saat menunggu-nunggu wajah Hana tampak dilayar ponselnya. Namun sampai saat ini, hanya warna hitamlah yang tampak pada layarnya.
"Iya Ayah,” jawab Hana dengan sedikit serak. Sedangkan Al ia hanya duduk di kursi samping brankar Hana sembari menyimak antara anak dan ayah itu berkomunikasi.
"Lihatin dong wajah kamu!" pinta ayahnya.
"Gak bisa, Ayah. Di sini mati lampu," sahut gadis itu dengan berbohong tentunya.
"Kasian banget dong Reisa yang bikin party. Oh iya, tadi bunda bilang kamu belum pulang, emang kamu kemana?"
"Hana di rumah temen Hana, Yah. Sampe sekarang malah. Hujan deras yah diluar sampe mati lampu lagi," bohongnya walaupun ia agak gelisah. Hana sangat merasa berdosa karena telah membohongi ayahnya sendiri.
"Oh gitu ya. Oh iya, ayah cuma mau ngucapin, Selamat ulang tahu anak Ayah. Ayah hanya mau yang terbaik buat kamu. Maaf ya, Ayah gak bisa kasih apa-apa sama kamu."
"Makasih, Ayah. Ayah ngucapin kata 'selamat ulang tahun' aja Hana udah seneng, Yah. Ayah sehat-sehat ya di sana. Cepat pulang! Jangan lupa rumah!" ucap gadis itu dengan kekehan.
"Iya iya. Lusa ayah pulang. Kalau hujannya udah reda kamu pulang, ya. Bantuin bunda sama Reisa.”
"Iya, Yah. Hana tutup ya," ucap gadis itu lalu menutup panggilan begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEARS OF HANA (SEGERA TERBIT)
Teen Fiction[Budayakan follow sebelum membaca!] First story, jadi maklumi jika cerita ini tidak sempurna. ⚠️Proses revisi⚠️ Maaf jika cerita masih acak atau tidak nyambung. *** Menjadi anak tengah adalah takdir bagi Hana. Dipaksa mencontoh sang kakak dan juga h...