Bagian 49

8.6K 704 37
                                    


Happy Reading:)
Hati-hati typo bertebaran!
.
.
.

Sudah lebih dari seminggu sejak kejadian Hana damai dengan orangtuanya meski melalui telepon. Dan sekarang Vina terus menanti-nanti wisuda putrinya yang akan digelar dua hari lagi.

Vina menatap lurus ke depan dengan wajah yang senyum-senyum sendiri, membayangkan ia bertemu dengan Hana. "Makin gak sabar buat ketemu Hana," batinnya.

"BUNDA!" teriak Wira yang baru saja memasuki rumah membuat Vina sangat terkejut.

"Ada apa sih, Wira? Ngagetin bunda aja!" sahut Vina sembari berjalan menemui anaknya yang berdiri di ruang tamu.

"Bunda! Re-Reisa, Bun!" pekik Wira dengan wajahnya yang panik.

"Reisa kenapa?"

"Reisa kecelakaan, Bun!"

Dam!

Seperti dihantam ombak, dada Vina sangat sakit mendengarnya dan ia juga ikutan panik.

"Sekarang dimana Reisa?"

"Di rumah sakit! Ayo, Bun kita ke rumah sakit cepeten!" uber Wira.

Vina langsung berlari ke arah kamarnya seraya berkata, "Tunggu, bunda ambil tas dulu!"

Saat berada di rumah sakit tepatnya di kursi tunggu rumah sakit, Vina menyenderkan kepalanya ke sandaran kursi dengan mata yang memejam. Tangannya tak henti-henti memijit pelipisnya.

Sedangkan Hardi duduk di sebelah Vina dengan tangan yang mengelus-elus bahu Vina. "Udah tenang aja, Bun. Gak usah panik!"

Vina langsung membuka matanya dan menatap ke arah suaminya. Bisa-bisanya Hardi bilang jangan panik, sementara situasi sedang begini. "Jangan panik gimana? Reisa sekarang koma, Yah!"

"Ayah cuma nenangin, Bun. Lagian, dengan bunda panik bisa buat Reisa sadar?"

Vina mengacuhkan Hardi dan lebih memilih menatap Wira intens. "Gimana ceritanya, sih? Kok Reisa jadi seperti ini?" tanya Vina pada Wira yang duduk di seberangnya.

"Wira juga kurang tau, Bun. Tapi kata orang-orang, Reisa korban tabrak lari."

Mata Vina berkaca-kaca saat mendengar kata 'tabrak lari'. "Ya allah, Reisa. Baru juga bunda seneng karena kakak kamu nelpon bunda, sekarang malah kamu koma," lirihnya.

Cklek!

Seorang dokter keluar dari ruangan icu setelah memeriksa Reisa yang terpapar lemah di kasur rumah sakit. Sontak Vina, Hardi maupun Wira langsung berlari menemui dokter tersebut.

"Gimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Vina dengan mata yang masih berkaca-kaca. Berharap ada kabar baik dari keadaan Reisa. Namun itu hanya kemungkinan kecil, sebab tak ada raut senang dari wajah dokter itu.

Dokter itu berdeham. "Maaf, Bu keadaan saudari Reisa masih dalam keadaan koma."

"Kira-kira sadarnya kapan ya, Dok?" Kali ini Wira yang bertanya.

"Untuk itu belum bisa dipastikan. Kita juga akan melakukan pembedahan untuk saudari Reisa karena terjadi infeksi pada lututnya sehingga lututnya membengkak. Operasi akan kita lakukan sekitar dua hari lagi atau tanggal sepuluh. Untuk menyetujuinya silahkan tandatangani berkas pada bagian administrasi. Terimakasih."

Saat dokter tersebut hendak berjalan, Vina memanggilnya. "Dok, tunggu!"

Dokter tersebut membalikkan badannya. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Jadwal operasinya gak bisa dipercepat aja, Dok?"

"Maaf bu, tidak bisa. Karena jadwal dokter bedah di rumah sakit ini sangat padat," jawab dokter tersebut. "Kalau begitu saya permisi."

TEARS OF HANA (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang