"Lo kenapa, Han?" tanya Manda yang baru muncul di hadapan Hana. Manda tidak sendiri, ia bersama Vika. Dan sekarang waktunya sekolah sedang istirahat."Enggak kenapa. Iya kan, Al?" Hana menoleh ke arah Al bermaksud untuk tidak memberi tahu yang sebenarnya. Dan Al mengangguk.
"M-mata lo," Kali ini Vika menunjuk ke arah mata Hana.
"Lo habis nangis, ya? Kok sembab?" timpal Manda.
"Enggak, kok. Mata gue cuma kelilipan aja," bohong Hana.
"Iya, kok. Hana cuma kelilipan waktu ada angin tadi." Al membantu aksi kebohongan Hana.
"Lo gak capek diri terus?" tanya Manda pada Vika yang sedari tadi berdiri di hadapan Al dan Hana. Sedangkan Manda sudah duduk di sebuah akar kayu yang besar di samping bangku Hana dan Al.
"Eh, iya." Vika duduk di salah satu akar besar di samping Manda.
Hening, tak ada percakapan di antara mereka.
"Ekhm! Ekhm!" Manda berdehem.
Hana menoleh ke arah Manda. "Ngapain sih dehem-dehem kayak gitu?"
Vika menyenggol lengan Manda. "Ck. Apa sih," geram Manda.
"Gimana sih perasaan lo waktu di malam lo di permalukan sama Tasya?" tanya Manda serius menatap Hana yang pandangannya lurus ke depan.
"B aja. Gue juga udah biasa di perlakuin kayak gitu," jawab Hana.
"Lebih sakit ucapan Bunda gue, Man!" batin Hana.
"Sorry ya Han, tadi malem kita gak bisa bantu lo," tutur Vika.
"Iya, gak apa-apa, kok."
"Udah gak usah dibahas-bahas lagi tentang tadi malam. Ntar Hana teringat terus, takutnya mental dia down," peringat Al yang tidak ingin membuat Hana tambah sedih karena keingat kejadian semalam.
"Lo doain mentalnya Hana down?" tuding Vika pada Al.
Al mengerjapkan matanya. "Lo jangan mengada-ngada. Gue gak pernah sama sekali untuk berpikiran yang kayak lo bilang!" Memang Al tidak ada niat sama sekali untuk mengatai apalagi mendo'akan mental Hana down.
"Ucapan adalah doa!"
"STOP! MENTAL GUE MEMANG UDAH DOWN! BUKTINYA GUE MASIH BERPENAMPILAN CULUN!" teriak Hana geram sembari menatap penampilannya. Disaat ia sedang pusing memikirkan liku-liku hidupnya, temannya malah adu bicara. Air mata Hana kembali turun.
Dan Hana sekarang sadar. Mentalnya kini sudah down. Disaat ia punya banyak masalah, ia hanya bisa menangis. Setiap bertemu orang-orang ia selalu menunduk dan enggan untuk berbicara. Dan hal itu lah untuk meyakini bahwa mental Hana benar-benar down.
"Stop ganggu gue! Jangan pernah deketin ganggu gue lagi!" Hana beranjak dari duduknya. "Please, kita gak pantas buat temenan. Kita berbeda," lirih Hana lagi sebelum benar-benar melangkahkan kakinya.
Hana menahan setiap tetesan tangisnya saat berjalan. Bahkan ia mendongakkan kepalanya agar air matanya tidak jatuh membasahi pipinya yang mungil.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEARS OF HANA (SEGERA TERBIT)
Подростковая литература[Budayakan follow sebelum membaca!] First story, jadi maklumi jika cerita ini tidak sempurna. ⚠️Proses revisi⚠️ Maaf jika cerita masih acak atau tidak nyambung. *** Menjadi anak tengah adalah takdir bagi Hana. Dipaksa mencontoh sang kakak dan juga h...