TIGA BELAS

866 83 6
                                    

Keadaan kelas yang ramai mendadak sunyi kala pintu terbuka dan menampakkan dosen tampan yang berwajah datar dibaliknya.

Muara sendiri yang duduk disudut kelas memilih untuk menutup matanya sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding. Perutnya sudah bergejolak sejak dia merasa ketakukan akan senyum Bima tadi, dan sampai sekarang gejolaknya malah makin menjadi, membuat Muara harus menahan dirinya agar tidak muntah ditempatnya.

"Hari ini saya akan melakukan kuis. Harap tutup buku dan hanya sediakan pena dan kertas diatas meja."

Ucapan Juanda menjadi petaka pagi itu bagi sebagian mahasiswa. Beberapa bahkan terang-terangan mengeluh didepan Juanda yang tetap memasang wajah datarnya.

"Keluarkan kertas, dan pulpen. Sisa barang kalian simpan dibawah, atau kalau tidak bisa langsung buang keluar."

Dengusan kesal keluar hampir dari seluruh mahasiswa di kelas. Berbeda lagi dengan Muara yang sibuk menghirup minyak angin dari bawah mejanya. Perutnya mual luar biasa, dan rasanya dia ingin segera mengeluarkan apapun yang berada didalam perutnya sekarang.

Maka dengan bekal masa bodo, Muara berlari dengan cepat sambil menutup mulutnya. Tapi belum sempat memutar tubuhnya menuju pintu keluar, Muara malah terpeleset, tubuhnya berputar dramatis seolah di dalam drama india padahal dalam hatinya kalang kabut memikirkan calon anaknya.

"Akhh!"

Bruk.

Muara melotot kaget, tubuhnya yang masih duduk diatas seseorang--eh? Beneran seseorang--langsung berdiri tegap. Rasa mual yang sedari tadi dirasakannya menghilang begitu saja.

Malah sekarang rasa tubuhnya lebih tidak enak dari sebelumnya. Dia meringis kecil ketika melihat Juanda sudah bangkit dari posisi telentangnya ke posisi duduk sambil mengelus perutnya yang tadi diduduki Muara.

"Bapak gak papa?"

Juanda berdiri dari posisi duduknya dan berdiri diam lalu bergerak merapihkan kemejanya yang sedikit kusut. Sebenarnya Juanda sengaja menghadang tubuh Muara, ingat khawatir saat mengetahui Muara yang tengah hamil muda malah slengekan berlari hingga terpeleset didepannya.

"Aduh maaf Pak. Saya bener-bener gak enak perut, harus ke toilet."

Setelah mendengar ucapan cepat disertai ketukan sepatu kuat barulah Juanda tersadar dari lamunannya. Kepalanya terangkat dan menatap 20 mahasiswanya yang kini juga masih sama terkejutnya atas kejadian barusan.

Juanda berdehem singkat lalu berjalan kembali ke mejanya. Bukan untuk meneruskan kuis, melainkan.

"Kuis hari ini diundur minggu depan, minggu ini tugas baru akan saya kirim ke grup kelas kalian. Saya permisi."

Dan begitu saja Juanda akhirnya berlalu keluar dari kelas dengan langkah terburu, tidak mendengarkan ucapan penuh syukur dari semua mahasiswanya.

Kira-kira yang begini,

"Ya Allah Muara bawa berkah banget."

"Ehh, pak Juanda kesemsem kali ya sama Muara?"

"Masa?"

"Hooh, khawatir gitu mukanya."

Fina dan Tina yang sedari tadi diam dan tak memperhatikan langsung bertatapan, seolah mencari jawaban satu sama lain. Baru ngeh ketika kalimat terakhir diucapkan teman sekelasnya.  Mereka bergerak cepat, berlari ikut menyusul Muara yang sepertinya sudah berada di toilet.

"Gue lupa Muara lagi hamil!"

"Ehh, pelan ngomongnya calon cabe!"

Fina mendengus tak terima.

Dunia MuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang