DUA BELAS

828 73 9
                                    

Happy reading<3

Typo = enjoy aja

---

"Kalian cerai?"

Muara menggeleng. Ditangannya, gelas air putih yang tersisa setengah itu kembali diteguknya agar kerongkongannya yang masih saja kering bisa terbasahi.

"Gue belum dapet talak dari Juanda. Dia nggak mau ngelepas gue."

"Egois."

Muara diam saja. Kali ini matanya menatap koper besar dan kecil yang berisi barangnya. Dia sekarang berada di rumah Fina setelah tadi nekat menelpon Fina untuk menjemputnya ditengah malam hampir pagi ini.

"Gue emang ga se-bijak Tina. Tapi, apa nggak menurut lo Juanda sebenernya cuma terjebak sama perasaan semunya yang lalu sama si Tiara itu, Ra?"

"Gue tau. Tapi rasa sakit gue bukan lagi karena itu, Fin. Juanda bahkan pernah tidur sama Tiara saat dia sudah jadi suami gue. Dan setelah dia nidurin gue, gue hamil, dan dengan enteng dia bilang kalau anak ini bukan anak dia."

"Anj*ng. Nyesel gue baik sama dia."

"Dia bahkan bilang kalau gue jalang dan nggak tau anak siapa yang ada didalem perut gue sekarang. Gue sakit hati banget, Fin. Seolah gue emang nggak ada berharganya buat dia."

"Tunggu. Itu semua yang Juanda bilang ke lo?"

Muara mengangguk membenarkan.

"Ya Allah! Juanda setan! Brengsek! Bajingan! Ga ada otak anjing!!!"

Muara menipiskan bibirnya. Seandainya dia bisa berucap sekasar itu untuk meluapkan emosinya, dia pasti sudah mengeluarkan ribuan kata sumpah serapah untuk Juanda. Tapi bayinya suci, tak bisa dibuatnya kotor sejak masih berbentuk janin seperti sekarang.

"Tapi sebaiknya lo tidur dulu. Besok kita ada kelas walaupun siang. Jadi lo harus tetep istirahat, Ra."

Muara mengangguk mengiyakan. Berdiri lalu ikut berjalan mengiringi Fina menuju lift, mereka akan naik ke lantai tiga dimana kamar Fina berada.

---

"Harum nih, masak apa Fin?"

Fina berjengit kaget. Apalagi Muara langsung menepuk bahunya, beruntung sup yang sedang diaduknya tak tumpah.

"Lo nggak mual, kan? Gue cuma bisa buat sup."

Muara terkekeh melihat Fina nyengir kearahnya. Mewajarkan didalam hati karena Fina memang sejarang itu menyentuh dapur.

"Kayanya belum mual deh. Cuma susu gue ketinggalan."

"Eh iya?"

Fina mematikan kompor lalu berjalan kearah Muara yang sudah duduk di kursi meja makan.

"Gue gada susu ibu hamil. Susu biasa dulu gapapa? Pulang kuliah nanti baru beli."

"Iya gitu aja gapapa kayanya."

"Atau gue minta tolong supir gue buat beliin di supermarket deket sini?"

Dunia MuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang