Ceklek...
"Maaf saya tidak sopan. Tapi Pak Juanda saya perlu..."
Bima terdiam. Matanya yang sejak tadi fokus pada tab ditangannya beralih memicing pada apa yang dilihatnya sekarang.
Bima berdiri diam. Masih sama blank-nya dengan Muara dan Juanda yang juga memandanginya. Tidak ada yang bergerak maupun bicara selama kurang lebih dua menit, sampai satu lagi orang masuk begitu saja ke ruangan Juanda yang pintunya masih terbuka karena Bima tadi.
"Sayang kita sore ini fitting baju, ya? Soalnya nanti-- upsss!"
Tiara, sosok yang baru saja masuk itu juga turut berdiri diam disebelah Bima yang sudah tersadar dari rasa terkejutnya tadi.
Sementara ditempatnya, Muara berjengit kaget dan melompat turun dari duduknya sementara Juanda menampilkan raut kaget setelah sama-sama tersadar seperti Bima.
Mereka masih terdiam dengan posisi Muara yang sudah berdiri disisi Juanda. Suasana yang tiba-tiba menjadi canggung membuat Muara memiliki keinginan untuk menghilang dari sana. Apalagi saat melihat dengan lebih seksama, Muara dapat menemukan perut Tiara yang sedikit membuncit dibalik gaun press body yang digunakan Tiara.
Bahkan saat ini Muara kembali berjengit saat baru saja menyadari penuh kehadiran sosok Bima disebelah Tiara.
Kenapa jadi runyam begini?
"Anu, maaf kalau gitu saya permisi."
Baru hendak melangkah, Muara tertahan kala tangannya dicekal oleh Juanda. Dia menoleh dan memandang Juanda dengan raut rumit diwajahnya.
Tiara yang melihat adegan didepannya dengan cepat menemukan kesadarannya dan mendekat kearah dua orang yang masih saling berpandangan itu.
"Kenapa, Mas? Ehh, kamu mahasiswi yang waktu itu bantuin saya, kan?"
Muara tersenyum canggung sambil berusaha melepaskan pegangan erat Juanda pada pergelangan tangannya.
"Iya, Mbak."
"Kamu Muara, ya kan?"
Muara bernapas lega setelah akhirnya pegangan Juanda terlepas. Dia dengan cepat menyembunyikan tangannya dibalik tubuhnya dan menjawab pertanyaan dari Tiara.
"Iya, Mbak. Saya mahasiswinya Pak Juanda."
Tiara mengangguk mengerti, tampak tak curiga sama sekali. "Ohh, pantes kamu di sini, bantuin Juanda koreksi tugas?"
Muara mengangguk cepat. Merasa ini adalah cara untuknya lolos, akhirnya Muara memilih mengiyakan dan segera berlalu dari sana.
"Iya. Kalo gitu saya permisi Mbak." Muara menoleh pada Juanda yang masih diam menatapnya, lalu tersenyum dan mengangguk sopan. "Saya permisi, Pak."
Muara berjalan sambil menunduk, mengabaikan atensi Bima yang tanpa disadarinya sejak tadi memandanginya dengan sorot tanya.
Bima kembali mengalihkan atensinya pada Juanda yang ternyata masih sama, memandangi pintu yang tertutup karena Muara. Setelahnya, dia memilih berbalik dan keluar kembali menuju ruangannya, mengurungkan semua keperluannya.
"Sayang. Gaun aku kemarin kayanya ga muat dibagian perutnya, perut aku tambah besar coba."
---
"Jadi alasan kenapa Mas Juanda nikahin Mbak Tiara karena Mbak Tiara hamil? Dihamilin Mas Juanda?"
Muara bergumam disepanjang langkahnya menyusuri lorong untuk kembali ke kelas. Gumamannya memang tidak bernada serius, tapi luka dihatinya telas terlalu serius untuk dibiarkan, sudah terlalu besar dan berdarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Muara
Romance"Selain karena saya cantik, apakah ada alasan lain bapak menikahi saya?" "Tidak ada." Adalah percakapan dimalam pertama mereka yang berhasil meruntuhkan senyum tulus yang selama ini setia menghiasi bibir Muara. --- Muara Dunia, mahasiswi semester d...