DELAPAN

699 64 8
                                    

"Mas pulang?"

Muara berjalan pelan menuruni tangga, melihat kehadiran Juanda di ruang keluarga di jam dua belas malam ini sedikit banyak mengagetkannya.

Juanda yang sebenarnya sudah memakai setelan piyama setelah sebelumnya menyempatkan diri mandi dikamar mandi lantai dasar menoleh kearah Muara yang kini berjalan menuju dapur.

"Lembur saja."

Muara mengangguk mengerti sebelum membuka lemari es. Dia jam dua belas malam nan dingin ini dia tiba-tiba menginginkan es krim.

Sambil menyuapkan sesendok es krim, Muara membuka mulutnya untuk bertanya.

"Mas... gak masalah kan kalau aku temenan sama Jody?"

Entah apa yang dipikirkannya saat pertanyaan itu tiba-tiba saja meluncur dari bibirnya. Dia hanya sedikit sungkan berteman dengan Jody karena sejak awal Juanda memang tak pernah menunjukkan keramahannya kepada tetangga yang diyakini Muara sudah lama tinggal didepan rumahnya itu.

"Terserah. Asal kamu ingat dengan statusmu." Jawab Juanda datar.

Muara tersenyum tipis. Penegasan status memang selalu diungkapkan Juanda. Dimanapun Muara berada intinya dia harus ingat bahwa statusnya adalah seorang istri. Tapi, apa kabar dengan Juanda? Apakah dia tidak ingat statusnya?

Muara menelan bulat-bulat pertanyaan menyakitkan itu sebelum kembali menyimpan mangkuk es krim yang baru dimakannya tiga suap.

"Aku ke kamar Mas." Pamitnya sambil membawa gelas penuh air putih ditangannya.

Juanda hanya bergumam saat Muara berjalan melewatinya kembali menaiki tangga. Sebenarnya dia ingin bertanya ada apa dengan Muara yang tengah malam seperti ini malah makan es krim. Tapi sekali lagi, baginya apapun yang berkaitan dengan Muara tidaklah terlalu penting. Tidak terlalu penting apalagi dibandingkan dengan urusan pernikahannya yang tinggal menghitung minggu.

☆☆☆

"Good morning Muaraa..."

Kalian tentu tau siapa yang berucap dengan gembira dari depan pagar rumah Juanda pagi ini. Muara terkekeh sambil menutup pelan pintu kecil yang biasa dilewatinya.

"Morning Jod." Sahutnya.

Jody hanya diam saat kembali mendengar panggilan keramat dari Muara.

Muara mengamati mobil kuning mentereng yang kini terparkir dibelakang Jody. Lalu mengamati kembali Jody yang kali ini memakai kacamata hitam diatas hidungnya sebelum berdecak.

"Riya' banget dih Jod!"

Jody melepas kacamatanya sebelum memasukkannya kedalam kantong dibalik jas nya. "Mana ada riya'."

Muara memutar bola mata malas. "Terus ini apa? Biasanya juga bawa odong-odong, lo."

"Astaghfirullah. Kejem amat neng mulutnya." Jody mengelus dadanya prihatin. "Belum pesen ojol, kan?" Ucapnya saat melihat Muara baru saja mengambil ponsel.

"Hm."

"Stop!"

Muara mendelik mendengar ucapan tegas Jody, lalu mencibir saat Jody membukakan pintu penumpang dihadapannya. "Gayaan banget."

"Masuk. Gue anter deh."

Tapi setelah dipikir-pikir, dia memang lebih aman jika naik mobil. Janinnya yang masih muda harus dijaga dengan baik.

"Boleh deh." Sahut Muara akhirnya.

Mata Jody langsung berbinar kesenangan mendengar jawaban Muara. Dia menutup pintu mobil sportnya dengan pelan saat Muara sudah duduk rapi sebelum berlari memutari mobil untuk ikut duduk dibalik kemudi.

Dunia MuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang