"Lo masak apa mabok?"
Muara berdecak keras mendengar ucapan bernada takjub dari Jody yang baru saja duduk disebelahnya. Tapi jika dilihat-lihat dia memang masak sangat banyak. Hampir sepuluh jenis masakan terhidang diatas meja makan, dan itupun dalam porsi yang tidak bisa dikatakan sedikit.
"Makan aja udah. Besok gue kasihin ke pengemis."
"Basi dong. Lo mau ngeracunin orang?"
Muara berdecak makin kesal. Dia mengelus dadanya berusaha menetralkan emosi yang mulai terkumpul. "Besok pagi gue hangatin terlebih dahulu. Setelahnya baru gue berikan kepada pengemis yang gue temuin dipinggir jalan. That's right?" Jelasnya sambil menunjukkan senyum paksa yang sengaja dikentarakannya.
Jody mengangguk sok cuek. Tangannya mulai memindahkan nasi dan segala sesuatu diatas meja kepiringnya.
Muara menatap Jody yang masih asik mengunyah timun sambil mengambil isi piring lauk satu persatu.
Setelah piring lauk terakhir kembali ditaruh Jody, Muara membuka mulutnya untuk mulai bertanya. "Makan itu yang dibanyakin nasi. Bukan lauknya, Jody Trianta."
Jody menoleh sebelum meneguk air didalam gelasnya hingga tersisa setengah. "Gue menghargai lo, Muara Dunia."
Muara terdiam.
Dia menatap lamat Jody yang mulai menyuapkan nasi beserta berbagai lauk-pauk kedalam mulutnya. Bibirnya terangkat tipis, dia kembali mengingat perkataan Jody. 'Gue menghargai lo.' Muara tersenyum makin lebar. Dadanya terasa ringan, kepalanya yang selama tiga bulan ini penuh dengan persepsi negatif langsung terasa plong dan kosong.
Ternyata seperti ini rasanya dihargai. Ternyata sebahagia ini rasanya dihargai. Ternyata dihargai itu menyenangkan. Ternyata dihargai itu meringankan. Muara mengangkat tangannya sebelum mendarat dipunggung Jody. Tersenyum manis sebelum mulai berkata kala Jody menatapnya.
"Makasih. Gue gak tau rasanya sebahagia ini dihargai. Makasih Jody." Ucapnya tulus.
Jody menelan nasi beserta lauk yang ada dimulutnya sebelum tersenyum tipis. "Lo berhak dihargai. Apalagi masakan lo seenak ini."
Muara terkekeh. Dia menghapus air mata yang tiba-tiba saja terjatuh disalah satu pipinya. "Lain kali gue masakin lagi."
Jody hanya mengangguk lalu mengacungkan jempolnya.
Diam-diam ditengah kunyahanya, Jody tersenyum lebar. Matanya melirik kearah Muara yang masih tersenyum amat lebar sambil sesekali terkikik geli. Muara terlihat sangat bahagia hanya karena kata menghargai yang diucapkannya.
Ternyata tidak sia-sia dia makan dua kali malam ini.
☆☆☆
"Tiara?!" Juanda berteriak keras setelah menutup pintu apartemen Tiara dengan kasar.
Dia berjalan cepat menuju kamar Tiara kala tak menemukan wanita itu diruang tv. Dan sesuai prediksi Juanda, dia melihat Tiara tengah berbaring diatas kasur sambil bermain ponsel.
Juanda menutup pintu dengan pelan sebelum melangkah mendekati Tiara. "Kamu kenapa?"
Tiara menoleh sebelum akhirnya tersenyum senang mendapati Juanda berdiri didekatnya. "Aku baik-baik aja kok." Jawabnya santai.
"Kamu bilang perut kamu sakit?"
Tiara tertawa. Dia tidak menyangka Juanda amat sangat mudah dibodohi. "Aku bohong. Aku kangen kamu doang kok."
Juanda menghela napas lega seketika. Tiara bangkit dari posisi berbaringnya lalu melambaikan tangannya menyuruh Juanda untuk duduk didekatnya.
"Kamu masih cinta banget sama aku, ya?" Tanyanya dengan tangan yang mulai berani menggenggam tangan besar Juanda.
Juanda menoleh. Dia menyeringai kala matanya mendapati pakaian yang dikenakan Tiara malam ini. "Kamu sengaja?"
"Sengaja apa?" Tanya Tiara pura-pura tidak mengerti.
Juanda mendengus, dia mengarahkan tangannya pada bahu Tiara yang terbuka sebelum menurunkan tali spagetthi itu dari sana. "Ini maksudnya apa?"
Tiara mendongakkan kepalanya kala tangan Juanda turun dan mengelus tulang selangkanya. "Apa sihh?"
Juanda menghentikan gerakan tangannya kala tiba-tiba saja bayangan Muara hadir dikepalanya. Bayangan Muara yang selama ini tulus kepadanya, merawatnya, mengurusnya.
Tapi Juanda masih laki-laki yang sama, dia masih lelaki yang mencintai Tiara tanpa pernah menoleh pada Muara. Iya, dia yakin hal itu.
Maka berbekal dengan keyakinan itulah malam panas antara dirinya dan Tiara terjadi. Seperti biasa, dia puas bersama Tiara. Dia berhasil menuntaskan nafsunya bersama Tiara.
Tiara dan bukan Muara.
___Juanda mengerjapkan matanya dan terbangun dari tidur sebentarnya, dia bangkit dari posisi berbaringnya dan menatap Tiara yang masih berbaring disebelahnya. Tubuh mereka sama, hanya dibalut selimut tebal. Melihat jam yang tertempel di dinding, Juanda segera berdiri dan bergegas memakai kembali pakaiannya.
Selesai dengan pakaiannya, Juanda mengambil kunci mobilnya setelah sebelumnya membenahi letak selimut Tiara dan mengecup kening Tiara singkat.
-----
Muara terbangun dari posisi tidur sambil duduknya saat mendengar suara mobil memasuki pekarangan rumah. Dia melirik jam di atas lemari, jam dua pagi. Bangkit sebelum akhirnya berjalan menuju lantai dua, dia akan berpura-pura tidak menunggu Juanda dan sudah tertidur pulas diatas kasur. Meskipun sekarang leher dan pinggangnya terasa pegal karena posisi tidurnya yang tidak bagus tadi.
Muara makin merapatkan selimut yang menutupi tubuhnya sebatas dada saat mendengar pintu kamarnya terbuka. Dia mengintip sedikit saat tak mendapati Juanda mendekatinya. Dia melihat Juanda berjalan menuju kamar mandi sebelum akhirnya suara shower dan wangi sabun berhasil memasuki inderanya.
Dia memejamkan mata saat bayangan alasan Juanda mandi di jam dua pagi ini menghinggapi kepalanya. Dia tidak boleh lemah, dia hanya perlu bertahan dan terus menunjukkan cintanya hingga saatnya nanti Juanda membalas semua rasanya. Iya, hanya itu... kan?
☆☆☆
Kali ini Muara bangun disaat jarum pendek jam diatas nakasnya menunjuk angka enam. Dia sedikit kesiangan mengingat semalam dia tidak tidur terlalu nyenyak. Jadilah setelah selesai mencuci muka dan menggosok giginya dia sedikit berlari menuruni tangga guna membuatkan suaminya sarapan.
Tapi langkahnya terhenti saat melihat sosok yang tengah dicemaskannya sedang makan dengan damai di meja makan. Dia tersenyum miris ketika melihat begitu lahapnya Juanda menyuapkan sendok demi sendok nasi goreng yang dipastikannya buatan bi Ani kemulutnya.
Sekali lagi, dia berusaha menguatkan hatinya yang terasa nyeri dan menyunggingkan senyum manisnya saat kakinya melangkah mendekati Juanda.
"Sarapan, Mas?" Ucapnya lembut sambil mengambil posisi duduk disebelah kanan Juanda yang duduk dikursi dikepala meja.
Juanda menoleh sebentar sebelum meneguk habis teh digelasnya. "Saya berangkat." Ucapnya yang seketika menghentikan gerakan tangan Muara yang sedang menyendokkan nasi kemulutnya.
Muara menaruh kembali sendok yang terisi penuh nasi goreng dan menatap punggung Juanda yang berjalan cepat keluar dari rumah dengan pandangan kosong. Setelahnya kekehan sumbang dikeluarkannya dengan tangan yang menghapus air mata dipipinya.
Nafsu makannya hilang entah kemana, Muara akhirnya memilih untuk kembali naik keatas dan mandi. Meskipun hari ini dia kuliah jam sembilan tapi dia akan tetap pergi dari rumah ini secepat mungkin. Suasana dirumah ini semakin lama semakin terasa mencekiknya.
☆☆☆
Jangan lupa voteee komen juga yaaa
-yessasaputri
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Muara
Romance"Selain karena saya cantik, apakah ada alasan lain bapak menikahi saya?" "Tidak ada." Adalah percakapan dimalam pertama mereka yang berhasil meruntuhkan senyum tulus yang selama ini setia menghiasi bibir Muara. --- Muara Dunia, mahasiswi semester d...