Chapter 04

672 73 3
                                    

Ada hal yang harus dilepas, namun ada pula yang harus dipertahankan. Kedua hal tersebut, tergantung pada kuatnya pertahanan hati dan bersikukuhnya pendirian logika.
__________________________________

Di alam bawah sadar, seorang gadis sedang asik bermain pasir pantai seorang diri. Senyum kebahagiaan selalu merekah di wajah cantiknya, seakan tidak memiliki masalah dengan kejamnya dunia.

"Syaza, bahagia di sini?" tanya Murni yang merupakan ibu kandung Asheeqa seraya mengusap kepala putrinya yang tertutup jilbab. Asheeqa tidak benar-benar melihat wajah ibu kandungnya, karena terhalang oleh cahaya. Syaza adalah nama panggilan kesayangan dari adik ibunya, hanya saja bayangan seorang wanita separuh baya yang dia yakini bernama Murni kerap hadir, setiap dirinya memasuki alam bawah sadar.

"Syaza bahagia sekali, Bunda. Syaza, mau di sini saja. Syaza, enggak mau berjauhan dengan Bunda." Asheeqa memeluk Murni dengan sangat erat.

"Tapi Syaza harus kembali, kak Alia sangat menyayangi Syaza. Bunda, akan menunggu Syaza di sini, sampai tiba waktunya, jika Syaza sudah benar-benar lelah," ucap Murni melepaskan pelukannya dan beralih mengusap kedua pipi Asheeqa, dengan tangannya.

"Syaza, sayang ayah?" tanya Murni dan dijawab anggukan kepala oleh Asheeqa.

"Syaza, sangat menyayangi ayah. Tapi, ayah jahat dan ayah selalu memarahi Syaza, juga memukul Syaza tanpa rasa kasihan," sahut Asheeqa dengan lirih.

"Ayah sangat menyayangi kamu, tetapi sifat egoisnya telah menguasai dirinya, sehingga mengalahkan rasa sayangnya kepada kamu. Tetaplah, menjadi Syaza yang penyabar! Tetaplah, menjadi Syaza yang pemaaf! Yakinkan hati kamu, bahwa suatu saat nanti, ayah akan menyayangi kamu." Murni tersenyum manis seakan menyalurkan kekuatan untuk Asheeqa.

"Ingat, pesan Bunda! Jangan pernah meninggalkan kewajiban kamu, sebagai seorang muslim. Bunda izin pamit, assalamualaikum." Murni menghilang dari pandangan Asheeqa. Perkataan Murni telah membuat Asheeqa yakin, bahwa suatu saat nanti ayahnya akan menyayangi dirinya, meskipun Asheeqa menyadari bahwa usahanya akan berakhir dengan kata 'percuma'.

Alia tidak henti-hentinya merapalkan doa. Cukup membutuhkan waktu beberapa menit untuk membuat Asheeqa benar-benar tersadar dari pingsannya. Minyak kayu putih, sejak tadi sudah Alia usapkan pada tangan Asheeqa, hingga berpindah pada bagian leher dan kakinya, agar dapat memberikan kehangatan untuk Asheeqa. Asheeqa menggerakkan jemarinya serta membuka kelopak matanya perlahan. Hal itu cukup menyita perhatian Alia, setelah Asheeqa sudah benar-benar sadar dari pingsannya.

"Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar, Dek." Alia tersenyum dengan pipi yang sudah basah dengan air mata.

"Kak Alia, sayang Asheeqa?" tanya Asheeqa secara tiba-tiba.

"Kenapa, kamu bertanya seperti itu, Dek? Alia sangat menyayangi kamu. Apa, kamu meragukan hal itu?" ucap Alia seraya mengusap rambut Asheeqa yang tidak tertutup jilbab.

"Asheeqa hanya bertanya," jawab Asheeqa dengan senyuman yang terukir di sudut bibirnya.

"Kamu belum makan ya, Dek? Tunggu sebentar, ya! Alia, mau mengambilkan makanan untuk kamu." Alia beranjak untuk pergi menuju dapur.

Asheeqa hanya bisa menatap nanar kepergian Alia. Asheeqa berpikir, mungkin dengan melukai dirinya sendiri, ia bisa melampiaskan semua perasaan kecewa yang saat ini dirasakannya. Tidak ada seorang pun yang mengetahui bahwa dia menderita gangguan perilaku yang terkait dengan sejumlah penyakit kejiwaannya.

Asheeqa mengeluarkan pisau kater kecil yang selalu dia bawa kemana-mana. Beberapa goresan telah terukir pada lengannya serta darah yang tidak berhenti mengalir dan semua itu tidak cukup membuat Asheeqa puas.

Asheeqa mau mendapatkan apa yang selama ini menjadi impiannya, segala macam cara sudah Asheeqa lakukan. Asheeqa sangat mengetahui bahwa yang dilakukannya memiliki risiko cukup besar. Sejak kecil, Fadlan kerap bersikap kasar dan tidak acuh kepadanya. Sampai tepatnya dua tahun silam, Fadlan memilih untuk menikah dengan Firda. Setidaknya, ada hal yang dapat membuat Asheeqa bersyukur yaitu pertemuannya dengan Alia. Alia adalah sosok penyayang, meskipun sikap angkuhnya tidak dapat dihilangkan.

Asheeqa tersenyum miris, ingatannya kembali pada memori saat pengambilan rapor semester lalu. Fadlan tidak pernah menganggap dirinya, dan ejekan yang diberikan oleh teman-temannya adalah fakta. Fadlan pernah berkata bahwa anaknya hanya satu, yaitu Alia, sementara Asheeqa hanya dianggap sebagai anak dari asisten rumah tangganya saja.

Asheeqa tertawa miris dengan air mata yang mengalir di pipinya, sangat memilukan ketika orang lain mendengar isak tangisnya. Perjuangan untuk mendapatkan perhatian dari sang ayah, cukup membuahkan hasil, ayahnya memberikan semua perhatiannya hanya untuk Asheeqa, seorang. Meskipun dengan cara, mencambuk atau memukul dirinya. Hal diluar nalar, Fadlan pernah mengurung Asheeqa selama satu pekan di sebuah gudang tak terpakai, dengan kaki yang diapit menggunakan kayu berlubang khusus atau biasa disebut dengan kata 'pasung'.

Seulas senyum tipis terpatri di wajah Asheeqa. Asheeqa tertawa lepas, seakan tidak ada beban. Tidak lama, gadis itu kembali menangis tersedu-sedu. Asheeqa semakin tidak bisa mengendalikan dirinya. Gadis itu bangkit dari tempatnya dan berjalan menuju nakas. Apa pun yang berada di sana, Asheeqa lempar. Emosinya semakin tidak terkendali, ketika bipolar disorder yang diidapnya kambuh.

"BENCI! AKU, BENCI!" pekik Asheeqa yang menangis terisak. Gadis itu melangkah untuk mengambil pisau kater yang sempat ditinggalkan di atas kasur lantai. Asheeqa mulai menggores telapak tangannya dengan kasar hingga tetesan darahnya jatuh ke lantai.

Di sisi lain, Alia bersenandung kecil setelah selesai membuat bubur baru untuk adiknya. Saat pintu dibuka, mangkuk yang berada di genggaman tangannya seketika terjatuh, saat melihat Asheeqa yang sedang menggores telapak tangannya sendiri menggunakan pisau kater. Alia segera menepis kasar pisau kater tersebut, hingga terlempar cukup jauh dari tempat Asheeqa berada. Asheeqa yang awalnya ingin marah, tetapi dia urung niatnya karena Alia secepatnya mendekap dirinya. Napas Asheeqa mulai teratur. Gadis itu telah kembali seperti sedia kala.

Pengidap bipolar sangat sulit mengendalikan perubahan emosi yang terjadi secara drastis dan signifikan. Pengidap bipolar pun memiliki keinginan kuat untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri. Dan, Asheeqa ... salah satu pengidap bipolar disorder tersebut.

"Alia mohon, jangan lakukan itu lagi!" ucap Alia dengan bahu yang gemetar. Perempuan itu sangat takut dengan hal berbau darah.

"Se-seharusnya Asheeqa enggak lahir ke dunia." Perkataan Asheeqa membuat Alia melonggarkan pelukannya dan beralih memegang lembut pipi Asheeqa, dengan sesekali mengusap jejak air mata yang membasahi di pipi adiknya.

"Dek, ada hal yang harus dilepas dan ada pula yang harus dipertahankan. Kamu berhak mendapatkan kasih sayang. Sejauh apa pun orang-orang menyuruh Alia untuk menjauhi kamu, Alia enggak akan pernah melepaskan kamu, karena sejak mama dan ayah kamu menikah, Alia sudah berjanji kepada diri Alia sendiri untuk selalu menjaga kamu, layaknya seorang kakak kepada adik kandungnya." Alia tidak kuat untuk menumpahkan tangisnya di hadapan Asheeqa. Sedangkan, Asheeqa? Gadis itu hanya mampu menatapnya dengan tatapan kosong, seakan air matanya telah mengering karena terlalu lama menangis.

"Asheeqa, membutuhkan ketenangan. Izinkan, Asheeqa untuk menenangkan diri. Berikan, Asheeqa waktu untuk bisa berusaha lebih tegar." Asheeqa beranjak dari tempatnya untuk segera memakai jilbab dan melangkah pergi meninggalkan Alia seorang diri.

"Jangan lama-lama perginya, ya! Kamu harus ingat, Alia akan selalu menyayangi kamu." Perkataan Alia menghentikan langkah Asheeqa. Gadis itu membalikkan tubuhnya untuk menatap Alia, sebelum akhirnya berlari dan memeluk kakak tirinya.

"Asheeqa, akan kembali untuk Kak Alia. Asheeqa juga sangat menyayangi Kak Alia," ucap Asheeqa membuat Alia tersenyum bahagia. Sebelum mengurai pelukan, Asheeqa melemparkan uang koin miliknya tepat di dekat pisau kater yang tergeletak di lantai. Asheeqa mencuri pandang, agar Alia tidak mengetahui bahwa dia akan mengambil pisau katernya kembali.

"Alia, lebih menyayangi kamu, Dek." Alia mengurai pelukan dan beralih mengusap pipi Asheeqa dengan lembut.

Asheeqa meminta izin untuk mengambil uang koinnya yang terlempar, karena posisi Asheeqa membelakangi Alia, jadi Alia tidak dapat melihat bahwa Asheeqa telah mengambil pisau katernya kembali. Asheeqa segera berpamitan untuk menenangkan diri, sementara waktu.

--oOo--
TBC
To Be Continue

Asheeqa's Dream [COMPLETE]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang