Menyerah, hanya untuk orang yang tidak percaya diri.
_____________________Farha melirik ke arah suaminya dan berbisik untuk memberikan penjelasan bahwa dia telah melakukan kesalahan, dengan menjodohkan Wafi bersama seorang gadis yang belum pernah ia kenal.
"Jadi, bagaimana, Pa?" tanya Farha yang merasa tidak enak kepada Wafi karena selalu mengambil keputusan tanpa menunggu persetujuan dari pihak yang terkait. Namun, semua hal itu ia lalukan karena terlalu sayang kepada Wafi yang merupakan anak tunggalnya, hingga apa pun yang Wafi mau, selalu berusaha dituruti olehnya.
"Mau bagaimana, lagi? Batalkan rencana ini, kalau Bunda tidak mau memiliki menantu yang tidak Wafi sukai," jawab Zaki.
"Kenapa, kalian berbisik seperti itu?" tanya Firda membuat Farha, Zaki, dan Wafi menoleh ke arahnya.
"Rencana ini dibatalkan." Zaki memulai pembicaraan.
"Apa? Tidak bisa seperti itu. Anda, yang membuat rencana ini." Firda tidak terima dengan perkataan Zaki.
"Zaki, kamu jangan macam-macam dengan saya!" Fadlan ikut kesal ketika mendengar perkataan Zaki.
"Kenapa? Kamu bisa apa? Jangan mengancam saya, seperti itu! Kalian yang membutuhkan saya, bukan saya yang membutuhkan kalian." Zaki menjeda perkataannya.
"Baiklah, kami hanya salah orang. Kami berpikir, mungkin Alia adalah gadis yang disukai oleh Wafi, tapi ternyata salah. Wafi menyukai Asheeqa, anaknya asisten rumah tangga yang bekerja di rumah kalian." Zaki mengajak istri dan anaknya untuk segera pergi meninggalkan rumah milik Fadlan.
Fadlan dan Firda berusaha menghadang langkah Zaki, agar dapat menarik perkataannya.
"Cinta akan datang, karena telah terbiasa. Alia dan Wafi bisa bersama," ucap Firda.
"Sayang sekali, kami tidak pernah memaksa Wafi untuk melakukan sesuatu yang bukan keinginannya, termasuk mencintai Alia." Farha berucap dengan tegas, agar Firda dan Fadlan bisa mengerti.
"Tapi, Asheeqa adalah anak saya." Fadlan tidak bisa berbuat apa-apa, selain mengakui bahwa Asheeqa adalah anaknya. Perkataan Fadlan, sontak saja membuat Zaki tertawa.
"Lelucon semacam apa, ini? Anda pikir, saya bodoh? Bahkan, semua orang mengetahui bahwa anak kalian hanya satu, yaitu Alia." Zaki menggelengkan kepalanya takjub dengan pengakuan Fadlan. Pikirnya, mungkin Fadlan mengaku sebagai orang tua Asheeqa, hanya karena takut tidak diberikan modal untuk perusahaannya.
"Tapi, yang dibilang Fadlan memang benar. Asheeqa adalah anak--"
"Cukup! Saya, tidak ingin mendengar apa pun yang keluar dari lisan kalian." Zaki kembali melanjutkan langkahnya dan diikuti Farha serta Wafi yang masih mencari sosok Asheeqa.
Firda berusaha menahan amarah ketika melihat Zaki, Farha, dan Wafi telah pergi meninggalkan rumahnya. Mobil pribadi milik keluarga Zaki pun telah menjauh dari pandangannya.
"Asheeqa!" pekik Firda.
"Iya, Ma." Asheeqa berlari untuk menghampiri.
Firda mencengkeram rahang Asheeqa menggunakan tangannya, hingga membuat Asheeqa meringis kesakitan.
"Kamu sudah mengenal Wafi? Jawab!" Firda melepaskan cengkeraman tangannya dari rahang Asheeqa dengan kasar.
"Iya," jawab Asheeqa singkat. Gadis malang itu kembali mendapat tamparan dari Firda tepat di pipinya.
"Sakit, Ma," ucap Asheeqa meringis menahan sakit.
"Kamu--"
"Hentikan, Firda! Saya yang akan mengurus anak ini," ucap Fadlan dengan wajah datarnya.
"Baiklah, urus anak tidak tahu diri, itu! Berikan, pelajaran yang setimpal dengan perbuatannya!" Firda berbalik badan dan menarik lengan Alia agar mengikutinya menuju kamar.
Asheeqa tersenyum menatap wajah ayahnya. Ada perasaan senang, ketika ayahnya ingin berbicara berdua dengannya. Dan jangan lupakan, ayahnya baru saja menolong dirinya dari pukulan Firda yang kedua.
"Saya, kecewa dengan kamu." Fadlan mengembuskan napas lelah.
"Ayah, Asheeqa bisa menjelaskan semuanya. Ayah jangan kecewa, Asheeqa mohon!" pinta Asheeqa yang berusaha menahan air matanya, agar tidak dianggap lemah oleh Fadlan.
"Simpan, penjelasanmu! Karena, saya tidak membutuhkan itu." Fadlan menjeda perkataannya.
"Kamu sangat mengetahui, jika saya mendirikan perusahaan itu dari hasil jerih payah saya sendiri, tanpa bantuan Murni yang pernah berjanji untuk selalu menemani saya dalam suka maupun duka. Kamu hadir di dalam kehidupan saya, tidak jauh berbeda dengan parasit. Kamu telah menghancurkan kebahagiaan saya dengan kenyataan kematian Murni." Perkataan Fadlan seakan menusuk jantung Asheeqa, sangat tajam.
"Anggaplah, saya tidak bisa menerima takdir. Tetapi, kamu harus tahu bahwa perjuangan saya untuk bisa bersama dengan Murni itu tidak mudah. Banyak rintangan yang telah kami lalui bersama. Suka maupun duka, kami berusaha untuk tetap bertahan. Percayalah, kehadiran kamu adalah mimpi terburuk di dalam hidup saya." Fadlan meneteskan air matanya.
Asheeqa bersimpuh di hadapan Fadlan. Gadis itu memeluk kaki kanan Fadlan untuk mendapatkan maaf dari ayahnya. Air matanya mengalir deras seiring dengan luka yang kembali terbuka di dalam hatinya.
"Maaf, Ayah. Ayah boleh marah sama Asheeqa, bahkan Ayah boleh memukul atau menyiksa Asheeqa. Tapi, tolong jangan membenci Asheeqa. Asheeqa sangat menyayangi Ayah." Asheeqa menangis terisak.
"Saya, sangat membenci kamu." Setelah mengucapkan kalimat itu, Fadlan meringis menahan sakit pada bagian dadanya. Hal itu membuat Asheeqa panik seketika.
"Ayah, kenapa?" Asheeqa secepatnya berdiri untuk menahan punggung Fadlan, agar tidak terjatuh.
"Jangan, berpura-pura baik kepada saya!" Fadlan berusaha menepis Asheeqa, tetapi Asheeqa tidak menyerah untuk membantu ayahnya.
"Ah, sakit sekali." Fadlan tidak sadarkan diri. Asheeqa yang tidak kuat menahan tubuh Fadlan pun ikut terjatuh ke lantai.
"Ayah," lirih Asheeqa yang tidak kuat melihat keadaan ayahnya.
Asheeqa berlari untuk mencari keberadaan Rudi, sopir pribadi Fadlan. Gadis itu memohon agar Rudi mau membantunya membawa Fadlan menuju rumah sakit terdekat.
--oOo--
Asheeqa tidak berhenti menangis ketika Fadlan memasuki ruang rawat.
Dari kejauhan, Firda dan Alia berjalan tergesa-gesa untuk menghampiri Asheeqa. Firda berusaha menahan amarah yang seakan ingin meluap ketika melihat wajah Asheeqa.
"Asheeqa, apa yang kamu lakukan kepada ayahmu?" ucap Firda.
"Cukup, Ma! Asheeqa, enggak bersalah." Alia mengusap bahu Asheeqa yang bergetar.
"Dek, kamu harus kuat," ucap Alia kepada Asheeqa.
"Ayah, Kak. Ayah sangat membenci Asheeqa." Alia mendekap tubuh Asheeqa sambil mengusap punggung adiknya, untuk sekadar memberikan ketenangan.
"Dek, kamu enggak boleh menyerah. Ke mana, Asheeqa yang selalu ceria dan selalu yakin bahwa ayah akan menyayangi kamu, suatu saat nanti?" Alia mengurai pelukan dan memberikan senyuman hangat kepada Asheeqa. Kedua tangannya, mengusap air mata yang sempat mengalir di pipi Asheeqa.
"Asheeqa enggak akan menyerah, Kak. Asheeqa akan bertahan, untuk ayah." Asheeqa membalas senyuman Alia.
"Alhamdulillah." Alia meneteskan air matanya, seakan ikut merasakan penderitaan Asheeqa.
--oOo--
TBC
To Be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Asheeqa's Dream [COMPLETE]✔
Fiksi UmumPersiapkan air mata! Supaya enggak menangis di pertengahan cerita. (o'・_・)っ ________________________________________ Ini bukanlah cerita tentang Putri Salju yang bertemu dengan Pangeran. Ini adalah kisah perjuangan seorang gadis yang mencoba mendapa...