Jadilah seperti bintang! Ia mampu bersinar terang tanpa bergantung pada benda langit lain, untuk sekadar mendapatkan cahaya.
__________________________Azan Subuh telah dikumandangkan sejak lima menit yang lalu. Wafi segera beranjak untuk kembali menemui keluarganya yang masih merajut bunga tidurnya di depan ruang ICU. Memang, setelah Farhan dioperasi, pria itu segera dipindahkan ke ruang tersebut. Dengan menepuk pelan pipi mereka, ternyata mereka langsung segera mengikuti permintaan Wafi untuk salat di masjid terlebih dahulu.
Saat semua akan menuju masjid, tetapi berbeda dengan Firda yang masih melamun. Wafi bersimpuh untuk menatap manik mata Firda yang seperti ingin menangis.
"Tante, kenapa?" tanya Wafi.
"Saya, rindu dengan Asheeqa." Air mata Firda mengalir cukup deras. Perasaan bersalah telah menyelimuti hati dan pikirannya.
Wafi mengusap bahu Firda yang gemetar. Sebenarnya, Wafi tidak mengetahui permasalahan Asheeqa. Tetapi, sepertinya Firda sangat merasa terpukul, sehingga Wafi tidak mampu untuk mengendalikan rasa penasarannya.
"Saya, sangat jahat kepadanya. Saya selalu memberikan tatapan sinis untuknya dan menyuruh dia untuk mengerjakan semua tugas rumah. Bahkan, saya sempat berpikir untuk membuat hidupnya menderita." Ternyata, tanpa diminta, Firda mulai terbawa suasana untuk bercerita.
Farha, Zaki, Nurul, dan Alia sudah berjalan terlebih dahulu menuju masjid. Sedangkan Wafi memilih untuk mendengarkan cerita singkat dari mulut Firda, mama tirinya Asheeqa.
"Saya dan Fadlan sangat jahat kepada Asheeqa. Gadis malang itu tidak pernah membenci kami. Satu hal yang sepertinya belum kamu ketahui, Asheeqa bukanlah anak dari asisten rumah tangga kami. Asheeqa adalah anak kandung Fadlan dan saya adalah ibu tirinya." Wafi mengepalkan jemari tangannya, berusaha menahan emosi setelah mendengar kenyataan dari mulut Firda. Sebenarnya dia sudah mengetahui perihal orang tua Asheeqa, namun memilih untuk berpura-pura tidak tahu saja.
"Saya tahu, bahwa kamu mencintai Asheeqa. Saya, sangat menyesal dengan perbuatan yang sudah saya lakukan kepada Asheeqa. Seandainya, saya bisa memutar waktu. Mungkin, saya akan bersimpuh di hadapan Asheeqa untuk memohon maaf kepadanya." Firda sangat menyesal, dia berharap bisa diberikan kesempatan untuk dimaafkan oleh Asheeqa, secara langsung.
"Jujur, saya tidak terima ketika mendengar kenyataannya. Tetapi, saya tidak berhak untuk membalaskan dendam Asheeqa kepada Tante. Tante, mau minta maaf kepada Asheeqa?" ucap Wafi dengan sesekali melihat jam yang berada di pergelangan tangannya.
Firda tidak menjawab pertanyaan Wafi, tetapi dia hanya menganggukkan kepala, dan Wafi cukup mengerti bahwa Firda sudah benar-benar menyesali perbuatannya.
"Mari, kita salat! Memohon ampunan kepada Allah, dan berjanji untuk tidak melakukan hal yang sama." Wafi memapah Firda untuk berdiri dan berjalan menuju masjid, sebelum waktu salat Subuh berakhir.
--oOo--
Setelah salat Subuh, mereka segera melakukan pemakaman untuk jenazah Asheeqa, yang sebenarnya adalah jenazah penjual ice cream bernama lengkap, Sutrisno Wijaya. Setelah selesai, dering ponsel Alia berbunyi dan dikabari bahwa Fadlan sudah sadar dari komanya. Wafi, Alia, Nurul, Farha, dan Zaki segera memasuki ruang ICU, karena Fadlan belum sempat dipindahkan ke ruang rawat biasa.
Dokter Hans telah selesai memeriksa keadaan Fadlan, dengan senyuman tipis ketika melihat kedatangan keluarga pasien, lalu berpamitan untuk pergi.
Tidak ada yang memulai pembicaraan, Alia dan Wafi hanya bersedekap tanpa minat untuk bicara kepada Fadlan. Berbeda dengan Nurul dan Firda yang sudah berbaikan. Zaki dan Farha sedang asik dengan dunianya.
"Kalian, kenapa diam saja?" tanya Fadlan berusaha menampilkan senyum terbaik. Namun, masih tidak ada yang menjawab perkataannya, mereka hanya menoleh sekilas lalu kembali sibuk dengan dunianya.
"Kalian, kenapa? Firda? Alia? Dan, di mana anak sialan itu?" Fadlan mengedarkan pandangan, berusaha mencari keberadaan Asheeqa. Entahlah, Fadlan tidak mengerti dengan perasaannya. Mengapa, dia sangat merindukan Asheeqa? Mengapa, dia sangat ingin bertemu dengan putri kecilnya? Memikirkannya saja, sudah membuat Fadlan pusing.
"Cukup! Kamu tidak pantas berbicara seperti itu." Firda menatap tajam ke arah suaminya. Dia benar-benar sudah menyadari semua kesalahannya kepada Asheeqa, sehingga dia tidak terima ketika suaminya menyebut Asheeqa sebagai anak sialan.
"Kenapa? Bukankah, kamu senang? Asheeqa, memanglah anak yang tidak tahu diri." Fadlan tertawa sinis menatap Firda.
"Hentikan! Anak tidak tahu diri itu, telah menyelamatkan nyawa Ayah." Alia menatap Fadlan dengan wajah datarnya. Fadlan tertawa untuk menanggapi perkataan istri dan anak tirinya.
"Lelucon semacam apa, ini? Saya, tidak percaya. Saya sangat yakin, bahwa anak itu sedang bersenang-senang bersama beberapa orang laki-laki. Anak tidak tahu diri itu, sepertinya salah pergaulan. Ah, saya akan menghukumnya dengan beberapa pukulan cambuk." Perkataan Fadlan membuat Wafi mengepalkan jemari tangannya.
"Diam! Jangan pernah menghina Asheeqa! Atau, anda akan mati di tangan saya." Farha dan Zaki hanya bisa membungkam mulutnya, ketika melihat Wafi yang sepertinya sedang menahan amarah.
"Sumpah, kalian sangat lucu." Fadlan tertawa terpingkal-pingkal. Pikirnya, mereka sedang membuat drama karena terlalu senang, setelah melihat dirinya yang sudah sadar dari koma.
"Hentikan, Pak Fadlan yang terhormat! Anak sialan dan tidak tahu diri itu, telah tiada." Farha menatap dingin ke arah Fadlan.
"Saya--"
"Asheeqa, telah menjadi pendonor jantung untuk ayahnya. Namun, gadis malang itu justru mendapatkan hinaan dan perkataan tidak sopan dari ayahnya, yang tidak tahu caranya berterima kasih." Farha tetap melanjutkan perkataannya tanpa memperdulikan Fadlan yang akan menyanggah pembicaraannya.
"Tidak mungkin," ucap Fadlan yang berusaha untuk tidak percaya dengan perkataan Farha. Tanpa ia sadari, air mata mengalir membasahi pipinya.
Dokter Arya mengetuk pintu, lalu memberikan surat yang menjadi amanat Asheeqa untuk diberikan kepada Fadlan. Dokter Arya berdiri di samping Wafi, dia sangat ingin tahu perubahan wajah Fadlan setelah membaca surat itu.
Fadlan melirik sinis ke arah Zaki, Farha, Nurul, Firda, Alia, Wafi, dan Dokter Arya secara bergantian, lalu membuka lipatan kertas dan mulai membaca isi dari surat itu, dari dalam hati.
Untuk,
Ayah Asheeqa yang sangat tampan.Assalamualaikum, Ayah.
Bagaimana, keadaan Ayah? Asheeqa sangat beruntung memiliki Ayah. Berjanjilah pada Asheeqa, untuk bisa menjadi seperti bintang! Ia mampu bersinar terang tanpa bergantung pada benda langit lainnya, hanya untuk sekadar mendapatkan cahaya.
Asheeqa minta maaf, karena telah lancang mencium kening Ayah, saat Ayah sedang tidur. Asheeqa minta maaf, karena telah banyak melakukan kesalahan. Maaf, karena selalu membuat Ayah terbebani dengan kehadiran Asheeqa. Dan, maaf karena Asheeqa memiliki perasaan iri hati kepada kak Alia yang selalu bisa mendapatkan perhatian dari Ayah, tanpa harus mendapat pukulan.
Asheeqa berani bersumpah, Asheeqa masih suci. Asheeqa belum ternodai, seperti yang terlintas di pikiran Ayah. Saat itu, Asheeqa pulang larut malam bersama kak Wafi. Ayah, bisa menanyakannya langsung, jika masih kurang percaya dengan perkataan Asheeqa.
Jika … suatu saat Ayah sudah menyayangi Asheeqa, doakan Asheeqa ya! Asheeqa akan merasa sangat bahagia, jika bisa membuat Ayah bahagia.Salam sayang,
Anak sialan yang sangat menyayangi ayahnya.Fadlan meremas kuat kertas tersebut dengan air mata yang mengalir deras di pipinya. Dia sangat meruntuki dirinya sendiri yang selalu melakukan kekerasan kepada anak kandungnya.
"Asheeqa," lirih Fadlan.
--oOo--
TBC
To Be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Asheeqa's Dream [COMPLETE]✔
Fiksi UmumPersiapkan air mata! Supaya enggak menangis di pertengahan cerita. (o'・_・)っ ________________________________________ Ini bukanlah cerita tentang Putri Salju yang bertemu dengan Pangeran. Ini adalah kisah perjuangan seorang gadis yang mencoba mendapa...