Chapter 24

867 70 3
                                    

Tanda orang munafik itu ada tiga. Apabila berbicara, ia dusta. Apabila berjanji, ia ingkar. Apabila dipercaya, ia khianat.
-HR. Bukhary dan Muslim-
______________________________

Hujan telah reda. Matahari yang semula tertutup awan pun kembali memancarkan sinarnya. Asheeqa berjalan beriringan bersama Leon menuju sebuah mobil berwarna hitam pekat yang terparkir di depan gerbang utama rumah sakit tersebut.

Netra Asheeqa terpaku pada dua orang wanita yang sedang berdebat di tepi jalan. Tanpa menunggu waktu yang lebih lama, Asheeqa memegang bahu Leon dengan sesekali memastikan bahwa dua wanita itu masih ada di tempat yang sama.

"Leon masuk ke dalam mobil, ya! Kakak masih ada urusan penting, sebentar. Leon jangan nakal, ya! Kakak pamit, assalamualaikum." Asheeqa sempat mengusap rambut hitam Leon dan menampilkan senyum manisnya. Leon pun ikut tersenyum, merasakan kehangatan kasih sayang dari Asheeqa.

"Waalaikumussalam," jawab Leon dengan suara lucunya.

"Leon, sini! Buka saja pintu mobilnya!" pinta seorang wanita yang memang sudah berada di dalam mobil. Leon pun menuruti perkataannya.

Di sisi lain, Asheeqa mengerjapkan matanya berusaha memastikan bahwa yang dilihatnya adalah Nurul dan Firda. Entah hal apa yang sedang mereka perdebatkan, Asheeqa pun tidak tahu. Tanpa berpikir panjang, Asheeqa menyeberang jalan raya untuk menghampiri kedua wanita yang disayanginya itu.

"Saya tahu, kamu mau mencari perhatian suami saya 'kan? Kamu suka sama Fadlan, 'kan?" tanya Firda dengan sesekali menunjuk wajah Nurul.

"Atas dasar apa, kamu berpikir seperti itu? Fadlan itu kakak ipar saya. Dan satu hal yang perlu kamu tahu, saya sangat membencinya," sahut Nurul membuat Firda berdecih.

"Kata ABG zaman sekarang, benci dan cinta itu hanya terhalang kain tipis. Bisa saja sekarang kamu membenci Fadlan, tapi apa yang akan terjadi besok?" ujar Firda dengan tangan bersedekap angkuh.

"Saya bukan ABG labil zaman sekarang. Jangan pernah berpikir seperti itu! Bahkan, saya lebih baik hidup menyendiri seumur hidup daripada harus menikah dengan lelaki semacam Fadlan." Mata Firda membelalak kesal, ketika mendengar tanggapan Nurul.

"Munafik! Kamu, tahu? Salah satu ciri orang munafik? Jika berbicara, ia berdusta," ucap Firda. Sedangkan, Nurul? Wanita itu ikut terbawa suasana.

"Jaga lisan kamu, Firda! Saya bukan kamu, yang termasuk ke dalam dua ciri munafik lainnya. Kamu, lupa? Ciri orang munafik lainnya adalah jika berjanji ia mengingkari dan jika dipercaya ia berkhianat. Dahulu, saya pernah bilang kepada kamu untuk menjaga Syaza dari perlakuan kasar Fadlan. Tapi, apa? Bahkan, kamu ikut andil dalam menyiksa Syaza." Hati Firda terenyuh seketika, memikirkan amanat yang pernah ia janjikan kepada Nurul sebelum Fadlan menculik paksa gadis malang itu.

Sebelum pertemuan Firda dengan Fadlan, Firda memang berteman baik dengan Nurul. Sejak SMA, mereka selalu bersama. Baik buruknya Firda, Nurul sangat mengetahuinya. Namun, setelah Firda memutuskan untuk menikah dengan Fadlan, sikap wanita itu berubah. Firda yang semula lebih senang bercerita pun akhirnya memilih untuk membungkam.

"Saya benci kepada Asheeqa, Nur," ungkap Firda dengan lirih.

"Apa, alasan--"

"Maaf, saya harus pergi. Saya, sibuk." Firda beranjak pergi meninggalkan Nurul. Wanita itu hendak mengeberang jalan raya, namun tidak menyadari bahwa sebuah mobil truk melaju dengan kecepatan di atas rata-rata.

Sejak tadi, Asheeqa memilih untuk menjaga jarak, karena merasa tidak cukup pantas untuk mencampuri urusan kedua wanita itu. Netra Asheeqa membelalak, melihat Firda yang berjalan menyeberang dan mobil truk yang melaju ke arah wanita itu. Tanpa berpikir panjang, Asheeqa segera mendorong punggung Firda untuk menyelamatkannya. Seperti itu tabiat Asheeqa yang sudah melekat di dalam dirinya, selalu mengutamakan kebahagiaan orang lain tanpa peduli bahwa dirinya pun menderita.

"SYAZA!" pekik Nurul membuat Firda tersadar dengan apa yang baru saja terjadi kepada dirinya.

Firda bergeming di tempatnya, memikirkan sesuatu. Asheeqa, telah menyelamatkan nyawanya. Gadis malang yang ingin dibuatnya menderita itu telah rela berkorban demi keselamatannya.

Wafi yang semula ingin menaiki mobil pun secepatnya berlari ke arah Asheeqa. Farha  Zaki dan Leon juga ikut berlari menghampiri. Nurul yang sangat histeris itu menangis terisak mendekap erat tubuh Asheeqa yang bersimbah darah.

"Syaza, kamu kuat. Bertahan, Nak! Lihat, Ummi! Sayang, bangun! Syaza? Ini, Ummi," ucap Nurul dengan sesekali menepuk pipi Asheeqa.

Bahkan di saat seperti ini, Asheeqa masih sempat memberikan senyum terbaiknya. "Ja-jangan me-menangis, Ummi! Asheeqa, ba-baik. Asheeqa ma-mau men-jadi pendonor jan-jantung untuk a-ayah."

Nurul menggeleng cepat. "Tidak! Ummi tidak setuju!"

"Lā-haula … wa-lā quwwata … illā billāh." Dengan napas tak beraturan, Asheeqa masih sempat melafalkan kata tersebut.

Tiada daya dan upaya, kecuali dengan kekuatan Allah yang maha tinggi lagi maha agung. Batin Asheeqa.

Wafi mengambil alih Asheeqa dari pangkuan Nurul. Lelaki itu dengan cekatan membawa Asheeqa keluar dari kerumunan.

"Tap-tapi, kamu bukan mahramnya," kata Nurul yang merasa ragu.

"Maaf, Ummi. Saya harus segera menyelamatkan Asheeqa. Assalamualaikum." Wafi berlari secepat mungkin. Sebelumnya, ia sudah memberitahu Dokter Arya untuk segera melakukan tindakan tanpa persiapan matang.

Nurul menangis terisak. Wanita itu tidak tahu apa yang harus dilakukannya, saat ini. Sedangkan, Firda? Firda pun ikut menangis menyesali perbuatannya selama ini kepada Asheeqa. Gadis malang itu telah menderita karena dirinya.

"Maaf. Maafkan saya," gumam Firda dengan lirih. Wanita itu mengusap wajahnya frustasi. Air muka Firda sangat kentara bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja.

--oOo--

Hampir semua yang berada di rumah sakit, berlari untuk melihat kecelakaan yang terjadi di jalan raya. Alia yang sedang duduk di kantin pun sempat merasa heran, karena tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Permisi, Pak. Ada kejadian apa, di luar?" tanya Farha kepada seorang laki-laki separuh baya.

"Kecelakaan, tabrak lari. Korbannya, seorang gadis yang memakai jilbab berwarna hitam." Saat mendengar perkataan orang itu, Alia segera berlari untuk memastikan bahwa korban dari kecelakaan tersebut, bukanlah Asheeqa.

Semoga aku salah, semoga korban dari kecelakaan itu bukan Asheeqa. Batin Alia.

Dengan napas yang tersengal-sengal, Alia berusaha menerobos kerumunan orang-orang yang sedang menyaksikan kecelakaan yang baru saja terjadi. Namun, yang Alia lihat hanyalah seorang wanita tak dikenalnya sedang menangis terisak. Netra Alia beralih pada Firda yang berada tidak jauh dari kerumunan tersebut.

"Ma, Mama kenapa?" tanya Alia yang bersimpuh di hadapan Firda.

"Asheeqa, kecelakaan. Mama, menyesal. Mama minta maaf." Firda memeluk Alia dengan bahu yang gemetar.

"Jangan bilang, korban kecelakaan itu … Asheeqa? Benar, Ma?" tanya Alia yang berusaha mencari jawaban dari air muka Firda. Namun, hanya ada tatapan kosong di mata yang memiliki bola mata berwarna biru laut milik wanita itu.

"Asheeqa kecelakaan, karena menyelamatkan Mama." Firda kembali menangis. Kedua tangannya digunakan untuk menutupi wajahnya.


--oOo--
TBC
To Be Continue

Asheeqa's Dream [COMPLETE]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang