Chapter 19

640 59 1
                                    

Takdir Allah itu rahasia. Saat ini, kamu mungkin masih bisa marah-marah. Lantas, apa yang akan terjadi nanti? Jika Allah berkehendak, saat ini pun detak jantung kamu dapat berhenti.
____________________________

Wafi tersenyum sedih saat melihat keadaan Asheeqa yang sudah lemah tidak berdaya, akibat benturan yang cukup keras. Di sini Wafi sekarang, memperhatikan Asheeqa yang sedang diperiksa oleh Dokter Nissa.

"Jangan khawatir, gadis itu baik-baik saja." Dokter Nissa menepuk bahu Wafi dan tersenyum, saat melihat wajah Wafi sepertinya sedang mengkhawatirkan gadis yang baru saja diperiksa olehnya.

"Kamu jaga gadis itu, ya! Saya, masih banyak tugas," Dokter Nissa melanjutkan perkataannya, lalu beranjak pergi setelah mendapat jawaban dari Wafi dengan menganggukkan kepalanya.

"Terima kasih, Dokter," ucap Wafi.

Wafi mendekati Asheeqa yang sedang melamun. Ingin sekali Wafi mengetahui, hal apa saja yang sedang Asheeqa pikirkan.

"Asheeqa," ucap Wafi yang berhasil membuat Asheeqa menoleh ke arahnya.

"Kak Wafi, sedang apa di rumah sakit?" tanya Asheeqa.

"Bunda sakit, jadi saya yang akan menjaganya. Karena, papa masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan." Wafi kembali membungkam mulutnya. Cukup lama keheningan tercipta di antara mereka. Suasana pun terasa canggung.

"Asheeqa, saya tidak mengerti apa yang terjadi di dalam kehidupan kamu. Maaf, jika terkesan ikut campur dengan masalah kamu. Izinkan saya bertanya, apa kamu kerap menyakiti diri sendiri seperti tadi?" tanya Wafi membuat Asheeqa mengembuskan napasnya lelah.

"Iya, self harm atau self injury adalah alasan Asheeqa masih bisa tetap bertahan." Asheeqa menjawab pertanyaan Wafi.

"Maksud, kamu? Maaf, saya enggak mengerti." Wafi benar-benar tidak mengerti dengan perkataan Asheeqa. Meskipun, dia berasal dari kalangan orang berada, tetapi Wafi sulit untuk bergaul, sehingga tidak mengetahui arti dari kata self harm atau self injury. Terjemah bahasa Inggris, mungkin dia mengetahuinya. Tetapi untuk yang lebih terperinci, sangat sulit diartikan, menurutnya.

"Asheeqa kerap menyakiti diri sendiri untuk melampiaskan emosi, kecewa, maupun yang terkait dengan perasaan. Asheeqa sadar, bahwa apa yang Asheeqa lakukan adalah sebuah kesalahan. Sebenarnya, hal tadi itu terjadi karena bipolar disorder Asheeqa kambuh. Bisa dikatakan, Asheeqa gila." Perkataan Asheeqa telah membuat Wafi terkejut.

"Mungkin setelah mendengar perkataan Asheeqa, Kakak akan menjauh seperti teman Asheeqa yang lain. Tetapi, ini kenyataan yang harus Asheeqa terima. Hinaan, caci maki, bahkan pukulan, membuat Asheeqa semakin yakin bahwa seharusnya Asheeqa enggak perlu dilahirkan ke dunia." Asheeqa tersenyum miris dengan air mata yang mengalir di pipinya.

Asheeqa tertawa. "Memangnya siapa sih, yang mau berteman dengan orang gila?"

"Kalau ada masalah, jangan sungkan untuk berbagi cerita ke saya. Setidaknya, kamu bisa mengurangi sedikit beban dengan cara berbagi." Wafi sangat penasaran tentang alur kehidupan gadis yang selama ini selalu hadir di dalam pikirannya. Entahlah, Wafi tidak mengerti dengan perasaannya yang sangat ingin melindungi Asheeqa. Asheeqa mengembuskan napas, sebelum menjawab pertanyaan Wafi.

"Maaf, Asheeqa enggak bisa menceritakan. Tolong, simpan rahasia ini. Asheeqa enggak mau membuat kak Alia khawatir," ucap Asheeqa.

Aku memang orang lain di mata kamu, hingga tidak berhak untuk mengetahui permasalahan kamu. Batin Wafi.

"Baiklah, jika kamu memang tidak mau cerita. Saya akan merahasiakan hal ini." Wafi memberikan senyuman kepada Asheeqa, dan dibalas oleh Asheeqa dengan menganggukkan kepalanya.

Wafi menepuk keningnya pelan, karena baru saja mengingat bahwa hari ini ada mata kuliah yang sempat tertinggal. Wafi bukanlah sosok yang suka menghabiskan waktu, tanpa alasan yang jelas.

"Asheeqa, saya pamit ya. Assalamualaikum," ucap Wafi yang beranjak pergi meninggalkan Asheeqa, sampai lupa membawa ponselnya yang berada di atas nakas.

Asheeqa yang menyadari bahwa ponsel Wafi tertinggal, berusaha memanggil nama Wafi, tetapi Wafi sama sekali tidak mendengar suaranya.

"Kak Wafi, terlalu ceroboh," gumam Asheeqa seraya menggelengkan kepalanya pelan, ketika melihat look screen ponsel Wafi. Di sana terlihat, foto Wafi yang sedang memakai kacamata hitam serta kumis palsu yang ditempelkan pada dahinya. Wafi ternyata memiliki jiwa yang humoris.

--oOo--

Dengan langkah kaki yang berusaha dipercepat, serta brankar yang diiringi oleh lima orang laki-laki dan empat orang wanita, membuat Dokter Arya merasa lebih tenang daripada sebelumnya. Ruang UGD telah berada di hadapannya, brankar Fadlan didorong untuk secepatnya masuk ke dalam ruangan itu.

"Hidupkan, lampunya!" ucap Dokter Ferry kepada Suster Sinta.

"Baik, Dokter." Suster Sinta segera menghidupkan lampu ruangan itu.

Tubuh Fadlan gemetar hebat, hingga semua dokter dan suster yang berada di sana, merasa panik.

"Suster Lili, defibrillator!" pinta Dokter Arya mengambil alat kejutan listrik yang diberikan oleh Suster Lili, yang bertujuan untuk mengembalikan irama detak jantung agar menjadi normal.

Sedangkan, Dokter Ferry, Dokter Roby, Dokter Aldi, Dokter Hans, dan Dokter Farel, secepatnya melakukan tugas mereka masing-masing. Ada yang bertugas untuk melepaskan baju Fadlan dan benda lain yang menempel pada tubuh Fadlan, seperti kalung. Ada pula, yang memastikan bahwa tubuh Fadlan dan kondisi di sekitarnya sudah benar-benar kering.

Dokter Arya mengambil paddle pada defibrillator dari sisi samping alat, sementara Dokter Roby memastikan sekali lagi bahwa defibrillator sudah benar-benar kering. Setelah memberikan sesuatu pada permukaan paddle defibrillator tersebut, Dokter Arya menempelkan paddle defibrillator pada pasien, lalu menekan tombol energy.

Dokter Arya melakukan pengisian dengan menekan satu tombol pada paddle defibrillator, kemudian proses pengisian akan dapat dilihat melalui monitor. Setelah proses pengisian selesai, maka terdengar suara pada display dan terlihatlah tulisan Defibrillator Ready, lalu tombol paddle defibrillator pun menyala. Selanjutnya, Dokter Arya beralih untuk menekan paddle defibrillator ke dada atau tulang rusuk.

Cukup membutuhkan waktu beberapa menit agar denyut jantung Fadlan kembali normal. Dokter Arya memberikan amanat kepada dokter yang lain, untuk mengambil alih pekerjaannya sejenak. Sebab, ia harus secepatnya memberitahukan Asheeqa tentang keadaan ayahnya yang harus segera dioperasi, saat ini juga.


--oOo--
TBC
To Be Continue

Asheeqa's Dream [COMPLETE]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang