Chapter 16

608 65 1
                                    

Kebahagiaan terbesar adalah ketika merasa berhasil telah menjadi alasan bahagianya orang tua.
___________________

Seorang laki-laki berbaju putih sedang berjalan keluar dari ruangan yang bertuliskan angka 303. Firda yang terlalu malas dengan bau obat, memilih untuk pergi daripada harus mengurus suaminya yang penyakitan dan sudah tidak memiliki harta. Pikirnya, untuk apa dipertahankan?

"Dek, itu ada dokternya!" ucap Alia yang memberitahukan Asheeqa.

"Boleh, saya berbicara dengan perwakilan pasien atas nama Fadlan? Kalau bisa, di ruangan saya saja. Privasi lebih terjaga," ucap Dokter Arya yang bertanya kepada Alia dan Asheeqa.

"Harus salah satu dari kami berdua ya, Dok?" tanya Alia dan dijawab oleh Dokter Arya dengan menganggukkan kepalanya.

"Kamu saja, Dek! Alia, akan menunggu di sini." Alia tersenyum memberikan keyakinan kepada Asheeqa, bahwa semuanya akan baik-baik saja. Di sisi lain, Asheeqa lebih berhak mengetahui keadaan Fadlan daripada Alia yang hanya berperan sebagai anak tiri.

Dokter Arya berjalan mendahului menuju ruangannya dan diikuti oleh Asheeqa yang beberapa kali menghela napas lelah.

"Silakan, masuk!" ucap Dokter Arya

Asheeqa masuk ke dalam ruangan Dokter Arya dan dipersilakan duduk olehnya.

"Sebelumnya, kamu dengan pak Fadlan, memiliki hubungan seperti apa? Apakah, seorang anak dengan ayahnya, atau seorang asisten rumah tangga dengan majikannya? Maaf, saya hanya bertanya." ucap Dokter Arya yang mulai membuka lembaran kertas dan mencatat beberapa hal yang menurutnya penting. Bukan tanpa sebab, Dokter Arya bertanya seperti itu, melainkan karena melihat penampilan Asheeqa yang terkesan lusuh.

Asheeqa bingung harus menjawab apa, dia takut jika ayahnya akan marah besar kalau mengakui sebagai anak kandung Fadlan. Tetapi, jika dia berbohong pun takut Dokter Arya tidak memperbolehkannya mengetahui kondisi ayahnya.

"Kenapa, diam saja?" tanya Dokter Arya.

"Maaf, Dokter. Asheeqa adalah anak kandung pasien atas nama Fadlan. Asheeqa mohon kepada Dokter Arya, supaya enggak memberitahukan kepada siapa pun tentang hal ini." Asheeqa berharap dengan perasaan cemas.

"Hm, baiklah. Mungkin kamu memiliki privasi dengan keluargamu, sampai ingin menyembunyikan identitas kamu sendiri. Sebenarnya, saya cukup heran, tetapi saya tidak mau melanjutkan rasa penasaran saya." Dokter Arya tersenyum membuat Asheeqa merasa bahwa Dokter Arya adalah orang yang baik dan tidak akan memberitahukan identitasnya kepada sembarang orang.

"Saya tidak akan memberitahukan identitas kamu kepada siapa pun, jadi kamu tidak perlu khawatir. Baiklah, kamu tahu kalau pak Fadlan memiliki riwayat penyakit jantung?" ucap Dakter Arya.

"Asheeqa baru mengetahuinya, Dokter. Hubungan Asheeqa enggak terlalu dekat dengan ayah. Asheeqa menyesal, karena telah gagal menjaga ayah," jawab Asheeqa dengan kepala yang menunduk sedih.

"Riwayat penyakit ayah kamu, sudah cukup parah. Dan satu-satunya cara, agar ayah kamu bisa sembuh adalah dengan melakukan transplantasi jantung." Dokter Arya menatap iba ke arah Asheeqa.

"Transplantasi jantung, Dokter?" Asheeqa menatap Dokter Arya dengan tatapan tidak percaya. Apakah, penyakit ayahnya sudah cukup parah? Lalu, kenapa Asheeqa baru mengetahuinya?

"Transplantasi jantung adalah usaha pemungkas, jika semua pengobatan penyakit jantung yang dilakukan pasien tidak memberikan hasil. Dan, proses ini adalah usaha terakhir dalam memperbaiki kesehatan pasien. Pak Fadlan, sudah beberapa kali datang ke rumah sakit ini dan saya sudah menyarankan agar pak Fadlan melakukan transplantasi jantung." Dokter Arya menjeda perkataannya.

"Tetapi, pak Fadlan tidak mau dengan memberikan alasan, takut jika operasinya gagal. Dan, kami dari pihak rumah sakit tidak memiliki persediaan jantung jenazah yang baru meninggal, karena bulan lalu ada pasien yang datang untuk melakukan transplantasi jantung juga," ucap Dokter Arya menjelaskan kepada Asheeqa.

"Kalau seperti itu, jantung Asheeqa saja, Dokter." Perkataan Asheeqa yang terbilang cukup antusias, membuat Dokter Arya terkejut.

"Hm, maaf Asheeqa. Transplantasi jantung, adalah mengganti jantung yang sudah tidak bekerja secara optimal, dengan jantung yang lebih baik dari orang yang baru meninggal. Dengan kata lain, orang yang masih hidup, tidak bisa mendonorkan jantungnya." Dokter Arya mencoba memberikan pengertian kepada Asheeqa.

"Bagaimana, kalau Asheeqa meninggal? Apakah, Asheeqa bisa mendonorkan jantung untuk ayah?" Perkataan Asheeqa membuat Dokter Arya memijat pelipisnya yang terasa pusing.

"Kenapa, kamu bicara seperti itu?" tanya Dokter Arya dengan geram.

"Dokter, jawab pertanyaan Asheeqa!" ucap Asheeqa, sementara Dokter Arya hanya mengembuskan napas lelah.

"Baiklah, belum tentu. Sebab, jika seseorang ingin melakukan transplantasi jantung, harus memenuhi beberapa persyaratan. Meskipun sudah menemukan pendonor jantung, banyak faktor yang harus dilakukan, seperti menyamakan golongan darah, hingga ukuran jantung yang akan diperiksa oleh tim medis." Dokter Arya berusaha menebak raut wajah Asheeqa yang sedang melamun, seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Dokter, Asheeqa mau mencobanya. Apakah, Asheeqa pantas menjadi pendonor jantung untuk ayah atau enggak." Asheeqa berbicara dengan suara pelan, tetapi mampu terdengar oleh Dokter Arya.

"Apa? Tidak! Saya, tidak bisa mengambil risiko. Jangan, berpikir yang tidak-tidak! Masih banyak cara lain, untuk menyembuhkan penyakit ayah kamu, termasuk dengan cara mencari pendonor dari orang yang baru meninggal." Dokter Arya sangat menentang perkataan Asheeqa.

"Dokter, Asheeqa mohon. Mungkin, Asheeqa akan meninggal, nanti sore. Bukankah, enggak ada yang tahu tentang takdir hidup seseorang, selain Allah Swt.?" Asheeqa berusaha menahan tangis di hadapan Dokter Arya.

"Dokter, mungkin selama ini, Asheeqa belum bisa menjadi anak yang baik dan berbakti kepada kedua orang tua. Enggak ada yang terpenting di dalam hidup Asheeqa, selain melihat ayah bahagia. Asheeqa, hanya ingin membayar semua kesalahan Asheeqa kepada ayah, sekalipun dengan cara mengorbankan nyawa Asheeqa." Asheeqa menangis terisak dan mencoba menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya sambil menundukkan kepala.

Dokter Arya tidak bisa berkata apa-apa, ketika melihat bahu Asheeqa yang gemetar. Isak tangis gadis berusia 17 tahun itu terdengar sangat menyedihkan.

"Baiklah, saya akan membantu untuk mengetahui golongan darah kamu, sama atau tidaknya dengan golongan darah pak Fadlan. Selebihnya, saya tidak mau menanggung risiko. Saya berharap, dugaan saya adalah salah. Maaf, saya hanya terlalu takut jika kamu bunuh diri, hanya untuk mendonorkan jantung untuk ayahmu," ucap Dokter Arya.

"Alhamdulillah, terima kasih, Dokter." Asheeqa tersenyum tipis seraya mengusap jejak air mata yang sempat mengalir di pipinya.

"Mau melakukan pemeriksaan golongan darahnya, sekarang atau nanti saja?" tanya Dokter Arya.

"Kalau bisa sekarang, kenapa harus nanti?" Asheeqa menjawab dengan senyuman antusias.

Terkadang, cukup mudah untuk membuat Asheeqa tersenyum. Hanya dengan membuat Fadlan bahagia saja, Asheeqa sudah sangat bahagia. Terlebih lagi, jika alasan kebahagiaan Fadlan adalah dirinya.

--oOo--
TBC
To Be Continue

Asheeqa's Dream [COMPLETE]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang