Sejatinya, kebaikan tidak memerlukan imbalan.
_________________________Tidak terasa bahwa hari sudah sore. Matahari segera berganti tugas dengan bulan. Asheeqa sempat tertidur di rumah Nurul, mungkin karena faktor terlalu lelah.
Asheeqa sebenarnya ingin membangunkan Nurul dari tidurnya untuk berpamitan pulang, tetapi Asheeqa tidak tega dan memilih untuk menuliskan goresan pena di selembar kertas, kemudian di tempatkan pada sisi Nurul yang memang sedang tidur dengan pulasnya.
"Asheeqa pamit ya, Ummi. Assalamualaikum." Asheeqa bergumam pelan sebelum akhirnya memilih untuk secepatnya pulang ke rumah.
--oOo--
Asheeqa tidak menyangka, perjalanan dari rumah Nurul sangat jauh ke rumah keluarga Fadlan. Itu artinya, Asheeqa melangkah cukup jauh tadi siang. Hanya saja mungkin karena perasaan tidak menyenangkan lebih menguasai, jadi tidak sempat memikirkan hal tersebut. Sekitar delapan menit yang lalu, Asheeqa telah selesai melaksanakan salat Magrib di masjid yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Nurul.
Langkah demi langkah telah terlewati. Sebenarnya, Asheeqa sangat ingin mencari kedamaian dalam hidupnya. Jika saja Asheeqa egois sedikit, kemungkinan keluarga Fadlan akan mengalami kehancuran. Sebab, yang mengerjakan semua pekerjaan rumah adalah Asheeqa. Asheeqa pun sampai lupa menyiapkan makanan untuk keluarganya.
Asheeqa sedikit mempercepat langkahnya, tetapi sepertinya keberuntungan tidak memihak dirinya, karena tiga pria bertubuh gempal menghadang langkahnya dengan tangan yang direntangkan. Asheeqa memundurkan langkah secara perlahan.
"Hai, cantik," ucap salah satu dari ketiga pria tersebut.
Dari penciumannya, Asheeqa merasa bahwa ketiga pria bertubuh gempal di hadapannya itu mabuk berat.
"Neng geulis, main, yuk!" Pria satu lagi ikut berkata. Baru saja akan menarik pergelangan tangan Asheeqa, namun gadis itu secepatnya menepis tangan pria tersebut dengan kasar.
Asheeqa sangat tahu, bahwa kata ‘main’ yang dimaksud oleh pria itu bukanlah main dalam arti sesungguhnya, karena ketiga pria itu sedang dalam keadaan tidak sadar akibat minuman keras. Tidak perlu diperjelas, jika ada orang yang mendengarnya pun pasti akan mengira yang tidak-tidak.
"Sombong sekali kamu, Dek." Pria satunya lagi ikut menimpali.
Ketiga pria itu menghadang Asheeqa dengan merentangkan tangannya membentuk lingkaran, hingga posisi Asheeqa berada di tengah lingkaran tersebut. Asheeqa tidak dapat melarikan diri. Satu lawan tiga, sudah pasti dia akan kalah, terlebih lagi Asheeqa perempuan. Mau berteriak pun sepertinya akan percuma sebab tempat itu cukup sepi, yang ada hanyalah rumput-rumput serta suara hewan malam yang mengisi kesunyian. Sikap pelupanya justru hadir di saat yang tidak tepat. Jika Asheeqa adalah orang lain, mungkin ia akan mengambil pisau kater kecil yang berada di saku pakaiannya, sebagai perlawanan.
Asheeqa benar-benar takut, hingga tanpa sadar, air matanya sudah mengalir di pipinya. Padahal belum terlalu larut malam, tetapi sama sekali tidak ada tanda-tanda warga setempat yang melewati tempat itu.
Asheeqa menoleh kanan dan kirinya, bahunya meluruh takut, tubuhnya gemetar hebat, pandangannya mulai mengabur karena air mata yang tidak berhenti mengalir di pipinya. Jika boleh memilih, Asheeqa lebih baik bertemu hantu beserta anak cucunya daripada bertemu dengan pria jahat yang senang mencuri kesempatan untuk kesenangan sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asheeqa's Dream [COMPLETE]✔
General FictionPersiapkan air mata! Supaya enggak menangis di pertengahan cerita. (o'・_・)っ ________________________________________ Ini bukanlah cerita tentang Putri Salju yang bertemu dengan Pangeran. Ini adalah kisah perjuangan seorang gadis yang mencoba mendapa...