Dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.
- QS. Al-Isra’ (ayat 37) -
___________________________Hampir satu jam telah berlalu, Asheeqa masih setia menunggu Alia yang sedang berganti pakaian. Perasaan bosan telah dirasakan olehnya sejak beberapa menit yang lalu. Baru saja, Asheeqa ingin memejamkan mata, Alia datang dengan penampilan barunya.
Alia tersenyum ketika telinganya mendengar pujian dari orang lain, yang secara terang-terangan memuji dirinya. Dia sangat percaya diri dan berpikir bahwa hanya dia yang paling cantik di dunia ini. Tubuh yang tidak terlalu tinggi, gaun pesta berwarna merah serta sepatu yang tampak sesuai dengan pakaiannya, dan jangan melupakan wajahnya yang terlihat sangat cantik dengan make up cukup tebal.
"Dek, kamu harus tahu bahwa semua orang sedang mengagumi kecantikan Alia. Alia tahu itu, kok. Enggak perlu diperjelas, Alia sudah cantik sejak lahir." Alia menatap sekitarnya dengan angkuh.
"Kak Alia, memang cantik dan pantas untuk dipuji oleh orang lain. Namun, Kak Alia harus ingat ini, jangan sombong karena sikap memuji itu ada 4. Pertama, Allah memuji diri-Nya. Kedua, manusia memuji manusia. Ketiga, Allah memuji kepada hamba, contohnya, Allah memuji Nabi Muhammad. Dan yang terakhir, hamba memuji Allah." Asheeqa menjeda perkataannya.
"Lalu, jangan melupakan isi dari ayat 37 surah Al-Isra’. Yang memiliki arti, dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung." Perkataan Asheeqa membuat Alia menyadari bahwa selama ini dirinya terlalu angkuh di hadapan orang lain.
"Maaf, Alia enggak tahu," sahut Alia dengan nada yang terbilang santai.
"Enggak apa-apa. Mulai saat ini, hilangkan sifat angkuh yang ada di dalam dirinya Kak Alia." Asheeqa tersenyum tulus sambil menyerahkan tas milik Alia.
"Terima kasih, Alia akan selalu mengingat perkataan kamu. Alia pamit ya, assalamualaikum." Alia beranjak pergi meninggalkan Asheeqa.
"Waalaikumussalam."
Suara derasnya gemercik air hujan terdengar sampai telinga Asheeqa. Asheeqa menoleh ke arah punggung Alia yang sudah tidak terlihat. Pikirnya, Alia masih belum terlalu jauh dari rumah sakit dan tidak mungkin jika Alia tetap bersikukuh untuk pergi ke pesta ulang tahun temannya.
Asheeqa berlari untuk mengejar Alia, bahkan saat dia tidak memiliki payung sekalipun. Asheeqa berpikir, bahwa Alia tidak boleh sakit karena terkena air hujan. Firda pernah berkata, Asheeqa harus memperlalukan Alia layaknya tuan putri.
Langkah kaki Asheeqa terhenti di pelataran rumah sakit, pakaiannya sudah basah karena terkena air hujan. Bahunya meluruh lemas, ketika melihat Alia yang sedang berdiri bersama Wafi, dengan payung yang dipegang oleh Wafi, menjadikan batas di antara mereka.
Tanpa disadari, air mata Asheeqa mengalir bersamaan dengan derasnya air hujan. Asheeqa mengusap pipinya yang basah, kemudian beranjak pergi, sebelum akhirnya melihat kedua orang tua Wafi yang sedang menatap ke arahnya.
"Asheeqa, ke sini, Nak! Hujannya, sangat deras," ujar Farha. Asheeqa pun melangkah menghampiri kedua orang tua Wafi.
"Assalamualaikum, Bunda dan Papa." Asheeqa berbicara dengan sopan.
"Waalaikumussalam," jawab Farha dan Zaki.
Farha dan Zaki sangat merestui hubungan Wafi dengan Asheeqa. Asheeqa yang sopan dan Wafi yang tampan. Memikirkannya saja, sudah membuat Farha bahagia. Sebenarnya, Wafi pun sudah bercerita perihal niat baiknya untuk menjadikan Asheeqa sebagai kekasih halal. Dan, Farha sempat mengucap syukur berulang kali.
Manik mata Asheeqa kembali melihat ke arah Wafi dan Alia yang masih bergeming di tempatnya, dan hal itu cukup menyita perhatian Farha yang ikut melirik ke arah pandang Asheeqa.
"Kak Wafi terlalu sempurna ya, Bunda. Asheeqa cukup tahu diri, supaya enggak berharap lebih." Asheeqa berusaha untuk terlihat baik-baik saja.
"Kesempurnaan yang sebenarnya, hanyalah milik Allah. Wafi sudah melamar kamu, 'kan? Itu artinya, dari sekian banyaknya perempuan, hanya kamu yang dipilih Wafi untuk dijadikan sebagai pendamping hidup. Bunda tahu apa pun tentang Wafi. Anak itu sangat sulit dalam bergaul. Tetapi sekali saja dia nyaman dengan orang, dia tidak akan pernah melepas orang itu. Kecuali … orang itu yang memintanya pergi," ungkap Farha.
"Tapi--"
"Jangan tertipu dengan sesuatu yang belum jelas kebenarannya," kata Zaki yang memotong perkataan Asheeqa.
"Maaf," sahut Asheeqa yang merasa bersalah, karena telah berpikir yang tidak-tidak tentang Wafi.
Farha mengusap kepala Asheeqa yang tertutup jilbab. "Jangan seperti itu lagi, ya. Jangan pernah berkecil hati dan merasa bahwa kamu tidak pantas untuk Wafi."
"Iya, Bunda," sahut Asheeqa yang menundukkan kepalanya. Farha pun tersenyum maklum, kemudian mendekap Asheeqa dengan penuh kasih sayang.
"Assalamualaikum," ucap Wafi yang baru saja menghampiri Farha, Zaki, dan Asheeqa.
"Asheeqa, kamu tadi salah--"
"Enggak apa-apa, Kak. Asheeqa juga mau pamit." Asheeqa berdiri dari posisi duduknya, kemudian mencium punggung tangan Farha, kemudian menangkupkan kedua tangan di depan dada sembari melirik ke arah Zaki, bermaksud memberikan salam.
"Asheeqa, saya--"
"Asheeqa pamit ya, Bunda, Papa. Leon pasti sudah menunggu." Asheeqa hanya tersenyum tipis dan melangkah pergi, tanpa melirik ke arah Wafi.
Baru saja Wafi ingin mengejar, namun pergelangan tangannya ditahan oleh Farha.
"Duduk, Nak! Biarkan, Asheeqa menenangkan dirinya," kata Farha yang menarik pergelangan tangan Wafi agar duduk di sampingnya.
"Asheeqa--"
"Asheeqa tidak salah. Wajar jika dia berpikir yang tidak-tidak, ketika melihat kamu bersama Alia. Sekarang Bunda tanya, kamu yakin dengan keputusanmu?" tanya Farha membuat Wafi frustasi.
"Bunda bicara apa, sih? Keputusan, apa? Jika yang Bunda maksud adalah keputusan untuk menikahi Asheeqa, Wafi berani bersumpah--"
"Tutup mulut kamu, Wafi! Papa tidak pernah mengajarkan kamu untuk menjadi lelaki berengsek! Kalau kamu serius dengan Asheeqa, seharusnya kamu bisa menjaga hati dia. Bukan asik-asik saling tatap mata bersama kakaknya," tegas Zaki.
"Ya Allah. Kalian salah paham, Wafi hanya menolong Alia. Papa dan Bunda bisa melihat pakaian yang Alia pakai, 'kan? Kasihan kalau dia sampai membatalkan acaranya, hanya karena pakaiannya basah dan make up yang dipakainya luntur," ungkap Wafi.
"Sejak kapan kamu peduli dengan hal-hal seperti itu, hm?" tanya Farha dengan nada menyindir membuat Wafi membungkam mulutnya, karena tidak tahu harus menjawab apa.
"Jangan-jangan … kamu cilok," ujar Zaki.
"Cilok apa, Pa?" tanya Farha. Sementara yang ditanya, malah menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tersenyum tidak jelas.
"Itu, Bun. Cinta lokasi," sahut Zaki yang berbisik di depan telinga Farha. Farha pun menatapnya kesal, kemudian mencubit pinggang suaminya.
"Jangan aneh-aneh ya, Pa! Anak aku tidak mungkin cilok sama anak tirinya Fadlan." Zaki mengernyit tidak mengerti dengan perkataan istrinya.
"Wafi itu anak aku juga, Bun. Lagi pula, Asheeqa itu juga anaknya Fadlan. Mereka juga sudah mengungkap semuanya," kata Zaki.
"Tapi aku masih tidak terima, kalau Asheeqa benar-benar anaknya rival kamu itu," balas Farha.
"Suka atau tidak suka, terima atau tidak terima, kenyataannya … Asheeqa ada di dunia juga, karena perantara--"
"Shut up! Jangan bahas yang aneh-aneh!" seru Farha dengan tatapan tajamnya cukup membuat Zaki bergidik ngeri.
"Oke," ucap Zaki mengalah.
--oOo--
TBC
To Be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Asheeqa's Dream [COMPLETE]✔
Ficción GeneralPersiapkan air mata! Supaya enggak menangis di pertengahan cerita. (o'・_・)っ ________________________________________ Ini bukanlah cerita tentang Putri Salju yang bertemu dengan Pangeran. Ini adalah kisah perjuangan seorang gadis yang mencoba mendapa...