Everything will be fine. Ikuti alurnya, nikmatilah prosesnya, karena Tuhan tahu kapan kamu harus bahagia.
_________________________Setelah membaca surat yang diberikan oleh Dokter Arya, Fadlan menangis tersedu-sedu. Ingatannya kembali berputar, saat dia memukul Asheeqa menggunakan cambuk, lalu menyiram wajah Asheeqa menggunakan minyak panas, dan menarik rambut Asheeqa, lalu menceburkannya ke kolam renang. Fadlan pun sudah menanyakan perihal Asheeqa yang pulang larut malam, kepada Wafi. Dan, Wafi telah menceritakan semuanya dengan kejujuran yang ia miliki.
Saat ini, keadaan Fadlan terlihat sangat menyedihkan. Rambut yang berantakan, dan kepala yang beberapa kali ia pukul menggunakan tangannya sendiri. Wafi, Alia, Firda, Nurul, Farha, dan Dokter Arya hanya bisa menatapnya dengan tatapan iba, berbeda dengan Zaki yang memutar bola matanya karena terlalu malas saat melihat penyesalan Fadlan.
"Kalau sudah tiada, baru terasa. Bahwa kehadirannya, sungguh berharga. Sungguh berat aku rasa, kehilangan dia. Sungguh berat aku rasa, hidup tanpa dia. Kalau--" Zaki meringis kesakitan ketika Farha dengan sengaja menginjak kakinya, agar berhenti untuk menyanyikan lagu Rhoma Irama.
"Sakit, Bunda," ucap Zaki sambil mengusap kakinya yang memerah, sementara Farha mengabaikan perkataan suaminya dan beralih menatap Wafi.
"Bunda dan papa, mau pulang. Wafi mau ikut atau tidak, Nak?" tanya Farha.
"Iya, Bunda. Nanti, Wafi menyusul," ucap Wafi yang menjawab pertanyaan Farha.
"Baiklah, kami pamit pulang ya." Farha berpamitan seraya menarik lengan Zaki agar berhenti menertawakan Fadlan.
"Iya, Farha. Terima kasih, karena sudah menyempatkan waktu untuk menemani kami yang masih berduka." Nurul tersenyum, dia sudah mengenal Farha. Farha adalah temannya saat SMA, hanya saja mereka tidak terlalu dekat.
Farha menganggukkan kepalanya dan berdiri di hadapan Alia untuk memberikan senyuman hangatnya.
"Alia, jangan menangis ya! Ikhlaskan, kepergian Asheeqa! Jadilah, gadis yang kuat dan tidak bergantung kepada siapa pun." Farha mengusap rambut panjang Alia.
"Kami pamit, ya. Assalamualaikum." Farha beranjak pergi bersama Zaki, meninggalkan Fadlan yang masih menangis.
Keheningan kembali tercipta diantara mereka. Sedangkan, Fadlan? Dia tertawa dan terkadang menangis, lalu kembali tertawa, dan seperti itu selanjutnya.
"Dokter, berikan rekaman CCTV kamar ini!" Fadlan mencengkeram baju Dokter Arya, dengan sesekali mengguncangkan tubuhnya.
"Untuk apa, Pak?" tanya Dokter Arya.
Fadlan melepaskan cengkeraman tangannya dari baju Dokter Arya, dan kembali merasakan sakit di hatinya.
"Saya, mau melihat Asheeqa yang sedang mencium kening saya. Saya, merindukannya. Saya, sangat menyayanginya, tetapi saya terlalu egois untuk mengakuinya." Fadlan kembali menangis.
"Baiklah, mari ikut saya ke ruang pemeriksaan CCTV! Kalian juga boleh ikut." Dokter Arya memapah tubuh Fadlan, diikuti Nurul, Alia, dan Wafi.
--oOo--
Ruang pemeriksaan CCTV yang sangat mengagumkan. Beberapa monitor yang menampilkan setiap sudut ruangan, dan ruangan itu memang memiliki penjaga khusus untuk memperhatikan layar, jika sekiranya ada orang yang mencurigakan.
"Pak Didi, kami mau melihat rekaman CCTV di ruang 303, sekitar 2 hari yang lalu," ucap Dokter Arya dan dijawab oleh Pak Didi dengan menganggukkan kepalanya.
Pak Didi memainkan monitor untuk menampilkan rekaman dari ruang 303. Sedangkan, Wafi hanya memainkan ponselnya untuk memberitahukan kepada Zaki dan Farha agar menunggunya sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asheeqa's Dream [COMPLETE]✔
قصص عامةPersiapkan air mata! Supaya enggak menangis di pertengahan cerita. (o'・_・)っ ________________________________________ Ini bukanlah cerita tentang Putri Salju yang bertemu dengan Pangeran. Ini adalah kisah perjuangan seorang gadis yang mencoba mendapa...