Akhir-akhir ini, Jeongwoo sudah agak jarang bertemu orang aneh. Mungkin karena itu Tuhan menghadiahinya satu pada hari yang membosankan ini. Tidak mungkin Jeongwoo menganggapnya aneh jika ia hanya berdiri nyaris tak berkedip di hadapan klinik ibunya. Menatap nama yang tertera pada plang ukuran sedang bagai dihipnotis.
"Sedang apa?" Tanya Jeongwoo akhirnya pada bocah aneh itu.
Bocah itu mengalihkan tatapan dan tubuhnya menghadap kea rah Jeongwoo. Dan kemudian, tanpa di sangka ia tersenyum simpul. "Kau pasti Jeongwoo."
Jeongwoo jelas saja langsung mengerutkan keningnya. Bagaimana orang ini bisa tau adalah pertanyaan besar di benaknya saat ini. Dia merasa tak pernah berjumpa atau berkenalan dengan pemuda ini sebelumnya.
"Ada urusan apa?" Tanya Jeongwoo.
Pemuda itu diam sejenak. Menggantungkan pertanyaan itu bersamaan dengan kecurigaan Jeongwoo yang semakin meninggi. Segala spekulasi bermukim di otak kecilnya saat ini. Tak tau apa motif orang aneh ini sampai berdiri bermenit-menit di depan pintu masuk.
Alih-alih menjawab, ia kembali mengulas senyum. "Jaga ibumu baik-baik."
Usai mengatakan kalimat itu, pemuda tersebut berjalan pergi sambil mengantongi tangan di saku. Beberapa menit setelah pemuda itu menjauh, ibu Jeongwoo keluar dari pintu. Ia mengerutkan dahi melihat arah tatap Jeongwoo.
"Doyoung? Kenapa dia kemari?" Tanya Wanita itu.
Jeongwoo lantas menoleh. "Ibu kenal bocah aneh itu?"
Sang ibu mengangguk. Jeongwoo pun memaksakan otaknya untuk berpikir. Mengenai apa hubungan mereka dan mengapa pemuda bernama Doyoung itu bersikap dan bicara aneh padanya barusan. Pasti ada maksud lain.
· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·
Rumah rapuh itu seperti sengaja diturunkan oleh Tuhan untuk berada disana. Serasi dengan batang-batang pohon yang berdiri sejajar bak pagar dan juga belukar yang memberikan perlindungan. Suara-suara alam terdengar nyaring terutama di malam hari. Bulan menjadi lampu yang cukup menghangatkan dan irama tembakan yang memburu kesunyian menjadi satu-satunya hal yang perlu di waspadai.
Hyunsuk harusnya tak berada disini. Dia bisa makan sepuasnya dan tidur dengan kasur berlapis sutra jika dia tak memilih membawa Junkyu kabur dari rumahnya. Dunia terlalu kejam pada masa itu untuk mereka tinggali. Junkyu dan Hyunsuk berteman baik meski dibatasi oleh kasta. Keluarga Hyunsuk kaya raya dan bersekutu dengan kolonial Jepang.
Ketika perang pertama di mulai, Hyunsuk bertemu dengan anak seorang jendral Jepang bernama Asahi. Ketiganya jadi teman baik dan melarikan diri ke hutan karena tau kedua belah pihak dari orangtua mereka akan memperbudak Junkyu. Tentu karena dia bukan siapa-siapa dibanding dua temannya yang lain.
Hyunsuk tak keberatan tinggal di rumah gubuk, selama dia masih menemukan kehangatan di dalamnya. Kadang kala, Hyunsuk pikir dia jauh lebih merasa hidup di luar pengawasan orangtuanya seperti ini. Menyaksikan kunang-kunang di malam hari bersama Junkyu dan Asahi adalah salah satu contoh paling sederhana. Mungkin, hanya seberkas harapan yang kurang dari kehidupan mereka—yaitu kebebasan. Bagaimanapun, kunang-kunang akan melayang pergi membawa cahaya. Meninggalkan Hyunsuk dan teman-temannya yang terpenjara di lubang penjajahan.
Ketika burung-burung terbang ke arah berlawanan, Hyunsuk selalu tau ada yang tidak beres. Sialnya, kala itu ia tengah berburu sesuatu untuk dimakan. Jadi mau tidak mau dia terus melangkah kedepan sambil menelan kasar salivanya beberapa kali. Berharap keberuntungan untuk tetap hidup berpihak padanya hari ini saja. Kasihan Asahi dan Junkyu kalau sampai Hyunsuk mati di tengah jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
birthdeath ✓
Fanfiction[Sudah Terbit] 𝐃𝐢𝐬𝐢𝐧𝐢𝐥𝐚𝐡 𝐚𝐰𝐚𝐥 𝐥𝐚𝐡𝐢𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐞𝐦𝐚𝐭𝐢𝐚𝐧 𝐣𝐢𝐰𝐚, 𝐬𝐞𝐫𝐭𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐚𝐬𝐚 𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐞𝐧𝐮𝐡 𝐭𝐚𝐰𝐚. *sebagian part sudah dihapus