Di minggu pagi yang terkesan sama saja—dua tungkai Jaehyuk menyembangi lautan manusia untuk membeli beberapa pakaian murah di pasar. Tentu untuk tiga manusia jadi-jadian yang dengan tidak ada sopannya numpang tinggal sekaligus memakai semua pakaian milik Jaehyuk. Bukannya Jaehyuk tak suka berbagi—tapi mereka itu kadang tidak tau diri ketika meminjam.
Peluh membanjiri kulit putih milik Jaehyuk. Ia meletakkan sejenak barang bawaannya setelah lepas dari kepadatan. Aneh sekali, di saat Jaehyuk sedang membutuhkan mereka—ketiganya malah pergi ntah kemana seperti serial kartun avatar. Saat ia bangun tadi, rumahnya sudah kosong begitu saja.
Jaehyuk menyusuri jalanan sambil sesekali melirik arloji. Sebentar lagi, ia harus segera bekerja paruh waktu di sebuah toko roti. Paman pemilik toko itu disiplinnya bukan main. Ia akan menghitung keterlambatan meski hanya satu detik.
Selagi ia mempercepat langkahnya di trotoar—suara klakson membuatnya terhenti. Mobil mengkilap berwarna silver itupun mulai menurunkan kacanya untuk memperlihatkan siapa yang ada di dalam sana. Dan Jaehyuk tak perlu menebak—dari mobil mewah dengan design modis dan modern itu saja Jaehyuk tau
—bahwa itu kakaknya. Yoon Jisung. Pria ramah dan cerdas dengan usianya yang terpaut cukup jauh dari Jaehyuk—yaitu sekitar sepuluh tahun. Putra pertama kesayangan orangtuanya dan di harapkan bisa menjadi penerus rumah sakit swasta milik keluarga.
Seseorang yang membuat Jaehyuk harus menerima kutukan agar ia bisa hidup.
"Jaehyuk, apa yang kau lakukan disini?" Tanya Jisung. "Ayo naik. Aku akan mengantarmu."
Jaehyuk bingung harus menjawab apa. Jadi dia hanya menurut dan segera memasuki mobil. Meski mayoritas hal buruk yang terjadi dalam hidupnya akibat sang kakak—Jaehyuk tak bisa membenci Jisung. Pemuda itu tak tau apapun. Dia satu-satunya yang menganggap Jaehyuk keluarga karena kedua orangtuanya tidak demikian.
Hubungan mereka amat kaku. Jaehyuk hanya diam sambil memperhatikan jalanan lewat kaca mobil. Jisung sibuk menyetir sambil sesekali mencuri pandang ke arah sang adik. Tadi, Jaehyuk sudah menyebutkan alamat yang ingin ia tuju. Dan Jisung pun tak sungkan untuk mengantarnya.
"Kau beli semua itu?" Tanya Jisung sambil menoleh pada plastik bawaan Jaehyuk. "Kenapa beli baju di pasar? Aku bisa membelikanmu yang lebih bagus."
"Ini bukan untukku," gumam Jaehyuk seadanya.
Pada dasarnya, Jaehyuk itu banyak bicara. Tapi di depan keluarganya dia jadi super tertutup. Ntahlah, ia lebih senang menjadi batu dibanding harus mengemban sakit jika saja bicaranya tak begitu di tanggapi oleh anggota keluarganya. Lagipula, keberadaan Jaehyuk dalam keluarga harmonis itu tak benar-benar Nampak.
Waktu berselang dengan diselubungi kecanggungan. Keduanya lupa bahwa mereka dialiri darah yang sama. Perasaan asing bertambah setelah sekian hari terlewati tanpa saling bertemu.
"Kau belum mau memberitahuku kenapa kau memilih pergi dari rumah?" Tanya Jisung.
Ketidaktahuan Jisung mengenai semua yang telah terjadi adalah point paling jahat yang di hadiahi oleh semesta. Jisung tidak tau bahwa adiknya di jual oleh orangtuanya sendiri pada malaikat maut. Jisung tidak tau setidak-berharga apa Jaehyuk di mata kedua orangtuanya.
"Aku sudah bilang aku hanya ingin hidup bebas," jawab Jaehyuk penuh kebohongan.
Jisung sudah dengar itu ratusan kali. Tapi ia tak merasa puas. Dia tersenyum tipis. "Aku tau alasannya bukan itu. Baiklah jika kau masih belum ingin bilang. Aku akan menunggu."
Mobil pun berhenti tepat di depan toko. berkat sang kakak, Jaehyuk tak jadi terlambat serta mengurangi point untuk gajinya. Jaehyuk memadang mobil itu tanpa kata. Perlahan-lahan menjauh di telan oleh patahan jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
birthdeath ✓
Fanfiction[Sudah Terbit] 𝐃𝐢𝐬𝐢𝐧𝐢𝐥𝐚𝐡 𝐚𝐰𝐚𝐥 𝐥𝐚𝐡𝐢𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐞𝐦𝐚𝐭𝐢𝐚𝐧 𝐣𝐢𝐰𝐚, 𝐬𝐞𝐫𝐭𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐚𝐬𝐚 𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐞𝐧𝐮𝐡 𝐭𝐚𝐰𝐚. *sebagian part sudah dihapus