*5 part sebelum ini sudah dihapus untuk kepentingan penerbitan.
---Jaehyuk tak tau kemana Ryan pergi. Mungkin ia sedang berkeliling dunia dan menikmati sisa-sisa hidupnya. Pesan terakhir yang ia temukan di ponselnya dari gadis itu hanyalah sebuah pesan suara. Di atasnya terdapat pesan singkat di mana Ryan berkata, bahwa itu adalah tugas terakhirnya. Ia bahkan melarang Jaehyuk mencarinya dan menganggunya. Sepertinya ia memang berniat mati sendirian.
Tangan Jaehyuk yang masih diinfus mulai perlahan menyangkutkan earphone pada daun telinganya. Ia pun lantad menekan tombol play pada laya ponselnya.
"Sudah terekam belum?"
Jaehyuk membulatkan matanya seketika. Ia hapal betul itu suara siapa.
"Cepat sedikit aku mengantuk," desak suara lainnya.
Jaehyuk terkekeh pelan dengan mata yang sudah memanas. Mungkin sebentar lagi ia akan menangis. Ia tak bisa mengelak, bahwa ia begitu merindukan kehadiran mereka bertiga. Mendengar suaranya saja Jaehyuk sudah sangat lega.
"Hai bocah, aku tidak perlu perkenalan kan?" Itu suara Jihoon. Jaehyuk lebih dari tau. "Jadi begini, aku hanya berpikir bahwa tidak etis kami meninggalkanmu begitu saja. Karena kau belum juga sadar, jadi kami memutuskan untuk merekam hal konyol ini," ujar Jihoon.
Jaehyuk mengangguk-anggukkan kepalanya, seakan-akan ia memang sedang bicara dengan Jihoon.
"Jaehyuk, aku suka mie instan buatanmu walau sedikit asin," teriak Yoshi memotong pembicaraan.
"Ayolah, katakan sesuatu yang lebih berkelas," Jihoon berdecak kesal pada Yoshi. Jaehyuk bisa membayangkan pria itu akan cemberut usai diomeli.
"Terimakasih atas tumpangan tempat tinggal, baju-baju yang kau belikan, makanan, dan juga terimakasih untuk kasurmu yang empuk. Aku jadi bisa tertidur lebih nyenyak," Doyoung berujar dengan irama malas-malasan. Tapi Jaehyuk tau ia mengatakannya dengan tulus.
Jihoon berdehem. "Maaf sudah banyak merepotkanmu."
Jaehyuk menggeleng karena ia tak merada demikian. Awalnya memang ia agak kesal karena kedatangan tiba-tiba mereka. Tapi lama-lama Jaehyuk jadi terbiasa hidup berdesakan berempat. Saling menendang kepala satu sama lain saat terlelap dan berebut suapan terakhir dari kuah ramyun.
"Jika kau ragu apakah kau memang baik atau tidak, aku akan mengatakan padamu—bahwa kau memang baik. Kau tidak melakukannya agar tuhan mengasihanimu. Kau benar-benar baik. Kuharap kau tetap seperti itu." Yang itu suara Yoshi.
Perlahan, air mata Jaehyuk mulai menetes keluar. itu adalah kalimat paling indah yang pernah seseorang katakan padanya. Perandaian buruk mengenai diri sendiri seketika lenyap terbayarkan oleh keyakinan dan pembenaran dari orang lain.
"Hyung, kau juga sudah bekerja keras. Jadi setelah ini, hiduplah dengan lebih santai. Jangan terlalu memberikan perbandingan antara kau dan yang lain. Setiap kali kau merasa berada di titik nol— percayalah, sebenarnya titik itu adalah tempat di mana kau bisa memulai semuanya kembali dari awal kembali, hyung." Doyoung pun turut memberikan kalimat yang menentramkan hati.
"Yoon Jaehyuk, kau tau kenapa hidup kita amat berharga?" Tanya Jihoon.
Jaehyuk diam. Dia menunggu Jihoon untuk menjawabnya sendiri.
"Hidup kita berharga karena akan berakhir." Tarikan napas terdengar seperti sedang menahan gejolak emosi. "Dah juga—maaf karena meninggalkanmu untuk yang kedua kalinya."
Suara itu terdengar berbeda dari sebelumnya. Jauh lebih lirih dan sarat akan makna. Jaehyuk bisa merasakan perasaan mereka yang sama-sama memberat.
"Tapi, setidaknya kali ini kami berpamitan. Meski tidak secara langsung. Teknologi untungnya sudah berkembang, berbeda dengan saat masa penjajahan dulu—kini kami bisa mengatakan sampai jumpa padamu lewat pesan suara ini," ujar Jihoon dengan irama suara yang terdengar bersemangat. Mungkin ia sedang berusaha untuk tersenyum saat mengatakannya.
"Jaehyuk, nanti kita harus bertemu lagi. Aku akan mentraktirmu apapun yang kau mau," ujar Yoshi. "Doakan saja aku terlahir sebagai orang kaya di kehidupan berikutnya."
Jaehyuk lagi-lagi tertawa pelan mendengar penuturan konyol tersebut.
"Sampai jumpa lagi Jaehyuk."
"Sampai jumpa Yoon Jaehyuk."
"Sampai jumpa hyung."
Rekaman suara itu berakhir. Jaehyuk menangis tersedu-sedu untuk menumpahkan segala sesak yang sudah mati-matian ia pertahankan sejak ia bangun. Padahal ia sudah berjanji untuk tak menangis. Karena ia tau, ketiga orang itu sudah mendapatkan apa yang paling ia inginkan. Maka, Jaehyuk tak boleh sedih atas hal tersebut.
Ia kemudian menatap langit dan berbisik pelan.
"Sampai jumpa di kehidupan berikutnya."
Kalimat 'selamat tinggal' tak ingin mereka ucapkan sebagai akhir. Karena mereka tak ingin segalanya hanya menjadi sesuatu yang tertinggal dan tak kembali lagi. Lantas 'sampai jumpa' adalah pilihan yang tepat. Berisikan harapan bahwa suatu hari nanti, perjumpaan kembali mendatangi mereka dan membawa kebersamaan itu kembali.
END
sabil's notes :
kita itu punya limit. kita semua terbatas. kita meninggal dengan mudah, dan kehilangan dengan mudah. semoga kita semua bisa selalu ingat itu dan hidup tanpa mikirin apa yang kurang—because we're always enough if we can appreciate small things that we have.
hidup gabisa di ulang. tapi, setiap kita merasa berada di titik nol—ingat kita selalu bisa menuju angka satu lagi selagi kita masih ada di dunia.
sesuatu paling berharga di dunia ini adalah waktu. karena dia yang menjadi jarak sekaligus penghubung antara hidup dan mati. jadi, gunain waktu kalian baik-baik.
---
huaaa ini tu kepanjangan ga sii. awalnya pengen cuma 20 chapter aja tapi ternyata ga cukup.
>>kolom berkeluh kesah
byeee, makasih udah mampir yaaa. semoga kalian semua sehat2 terus.
KAMU SEDANG MEMBACA
birthdeath ✓
Fanfiction[Sudah Terbit] 𝐃𝐢𝐬𝐢𝐧𝐢𝐥𝐚𝐡 𝐚𝐰𝐚𝐥 𝐥𝐚𝐡𝐢𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐞𝐦𝐚𝐭𝐢𝐚𝐧 𝐣𝐢𝐰𝐚, 𝐬𝐞𝐫𝐭𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐚𝐬𝐚 𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐞𝐧𝐮𝐡 𝐭𝐚𝐰𝐚. *sebagian part sudah dihapus