*tulisan miring artinya masa lalu(kehidupan sebelumnya)
.
"Aku yang sudah gila, mau saja menuruti makhluk tua sepertimu," dengus Jihoon yang menyesal bukan main karena berakhir di perpustakaan umum—sesuai arahan Hyunsuk. "Hyung tau? Jaman sekarang sudah tercipta benda bernama smartphone!"
"Kalau kau mencarinya dengan mulut, maka hal yang kau cari tidak akan ketemu," ujar Hyunsuk kesal.
"Siapa yang bilang aku mencari sesuatu? Aku disini hanya membantumu mencari hyung," balas Jihoon.
Hyunsuk tidak menyangka makhluk sepertinya akan berakhir di perpustakaan. Tapi yang ia lakukan disana hanya berdiri menatap kumpulan buku sejarah Korea era penjajahan Jepang di masa lampau. Bodohnya, Hyunsuk tak bisa merasuki seseorang, ataupun menyentuh sederet buku itu dengan tangannya. Dia akhirnya menyuruh Jihoon kemari, Jihoon terpaksa datang dengan niat separuh jadi.
Meski bibirnya tak berhenti mengoceh, Jihoon tetap menelisik tiap rak buku di dalam perpustakaan tersebut. Sama seperti yang dilakukan Jaehyuk beberapa hari lalu—Hyunsuk juga penasaran, apa yang terjadi pada masa penjajahan Jepang. Jika memang mereka hidup pada masa itu, maka artinya sejarah-sejarah yang tertulis bercerita mengenai mereka juga. Meski tidak terlalu signifikan tentunya.
Jihoon menarik salah satu buku berjudul 'The Bloody History of the Korean Independence Movement' karya Park Eunsik. Ntah kenapa, dia merasa tertarik dengan sampul ringkih berwarna cokelat muda tersebut. Tak ada gambar apapun disana, hanya tertera judul dengan font sederhana di sudut buku. Ketika ia mulai membalikkan sampulnya, Hyunsuk pun ikut mendekat dan memcoba membaca kata demi kata.
"Buku ini mendokumentasikan tentang kejadian pada tanggal 1 Maret 1919 dalam bentuk tulisan, dimana pada masa tersebut para demonstran di bunuh dengan cara yang kejam, dan jumlah korban yang tercatat adalah sekitar 7000 orang—sehingga kejadian tersebut diingat sebagai sejarah berdarah." Jihoon membaca buku itu dengan suara yang cukup pelan agar para pembaca lain tidak terganggu.
Hyunsuk merasa tak asing dengan tiap penggalan dalam buku tersebut. "Jihoon, kau mati tahun berapa?"
Jihoon hanya mengedikkan bahu. "Aku tak tau. Anehnya, kita semua tak ingat kapan kita mati dan kapan awalnya kita menjadi pencabut nyawa."
Pemuda Choi tersebut membenarkan di dalam hati sembari mencoba untuk menajamkan otakknya. Dia hanya ingat seberkas memori menyakitkan mengenai rumah gubuk di pinggir hutan—di dalamnya terdapat Asahi, Junkyu, Jaehyuk dan dirinya sendiri—Jika dirinya tak melangkah pergi. Tapi Hyunsuk tidak ingat apa yang terjadi sebelum atau sesudah itu.
"Mungkin kah kita mati pada tahun itu?" Hyunsuk menunjuk buku tersebut lagi. Jihoon hanya diam karena ia rasa tebakan tersebut cukup masuk akal.
∘₊✧──────✧₊∘
Hari ini, kurang dari seratus lima puluh hari yang tersisa untuk Jaehyuk. Dan bekunya waktu Ryan belum juga memberikan tanda akan mencair. Ryan padahal sudah sering berkunjung ke flat Jaehyuk, mencari tau apa yang harus mereka lakukan. Kendati demikian, tak ada clue apapun soal hal tersebut. Seperti hari ini, Ryan mengunjungi Jaehyuk lagi dan membantunya membersihkan rumah sempit itu.
"Aku paham kalian semua laki-laki, tapi ini sudah keterlaluan. Sampah ini seperti sudah ditumpuk setahun. Padahal kalian baru bersama kurang dari tiga bulan. Kucing saja tidak mau tinggal disini." Ryan mengumpat sedemikian rupa sambil membawa dua plastik hitam berisikan sampah tersebut keluar.
Ryan pikir dirinya adalah manusia paling jorok. Tapi ternyata ada yang lebih parah. Tempat tinggal pria selalu seperti itu. Tidak terurus.
"Yoshi hyung makan lima kali sehari, Jihoon hyung memakai tisu toilet seperti menggunakan handuk, dan Kim Doyoung terlalu malas untuk buang sampah keluar. Dan—"
KAMU SEDANG MEMBACA
birthdeath ✓
Fanfiction[Sudah Terbit] 𝐃𝐢𝐬𝐢𝐧𝐢𝐥𝐚𝐡 𝐚𝐰𝐚𝐥 𝐥𝐚𝐡𝐢𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐞𝐦𝐚𝐭𝐢𝐚𝐧 𝐣𝐢𝐰𝐚, 𝐬𝐞𝐫𝐭𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐚𝐬𝐚 𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐞𝐧𝐮𝐡 𝐭𝐚𝐰𝐚. *sebagian part sudah dihapus