Insiden

80.9K 5.4K 524
                                    

☆☆ Chapter 20: Insiden ☆☆

Karena aku mencintaimu aku berjuang tuk hidup..

[Kiky's POV]

Aku dan Nia terdiam saat tiba-tiba sebuah ledakan terjadi didepan kami dari sebuah ruangan. Membuat lorong dipenuh kobaran api dan reruntuhan bangunan. Membuat kami tak mungkin melewatinya.

"Lewat jalan lain." Ucapku seraya berbalik dengan tangan Nia yang masih kugenggaman.

Namun pergerakanku terhenti saat melihat Nia diam dengan wajah pucat. Nafasnya tersengal membuat pundaknya naik turun dengan kentara. Merasa cemas aku menatapnya dan mendongakan wajah Nia agar menatapku. Wajahnya seolah kehilangan warna kehidupannya.

"Kau kenapa?" Tanyaku cemas.

Seolah tersadar Nia balas menatapku. Sedikit demi sedikit wajahnya kembali normal. Seolah menghilangkan bebannya dia menghela nafas lalu menggeleng.

"Ayo kita pergi."

Tak seperti awal, Nia yang menyeretku pergi, kali ini aku berada didepan dengan menariknya pergi. Beberapa kali aku harus terhenti karena Nia terhuyung dan batuk-batuk. Membuatku tak tega.

Akhirnya aku memutuskan untuk menggendongnya. Berjongkok didepannya dan menyuruhnya naik. Kukira Nia akan menolak, tapi tak kusangka dia langsung naik kepunggungku tanpa berkata apa pun.

Sebelah tangannya melingkari pundak dan leherku sementara tangan yang lain ia gunakan untuk menutup hidung dan mulutnya yang sedari terbatuk. Aku terus berlari mencari pintu keluar dengan Nia digendonganku.

Tubuhnya sangat ringan. Aku tahu Nia itu mungil, tapi tak kusangka ia akan seringan ini. Saat melihat papan berkarat yang menunjukan tulisan pudar 'Exit', aku segera bernafas lega. Langsung melangkahkan kakiku pada anak panah yang ditunjuk.

Namun langkahku terhenti saat melihatnya begitu berbelok ditikungan. Bajunya kotor dengan ujung bawahnya yang terbakar. Dipelipisnya terdapat luka yang mengalirkan cairan merah. Dia menatapku kaget.

"Ka-kau.. masih hidup?" Geram Sari tak suka.

Aku langsung meneguk ludah susah payah. Mulai merasa ketakutan namun kutahan, ini bukan saatnya aku lemah. Aku harus membawa Nia yang entah sejak kapan terkulai lemas dipunggungku.

Dengan perlahan aku melangkah mundur. Namun ia menyadarinya. Dengan bertompang pada dinding ia mengejarku. Aku yang panik segera berbalik dan kembali berbelok kelorong yang kulewati.

 Tepat setelah aku berbelok sebuah ledakan kembali muncul. Yang tak disangka berasal dari lorong tadi. Jeritan Sari terdengar diiringi suara jatuh tubuhnya.

Aku menoleh pada dirinya yang kini tengkurap dengan punggung yang berasap dan luka. Dia meringis kesakitan yang membuatku iba.

Aku tak dapat meninggalkannya sendirian. Dengan ragu aku melangkahkan kakiku menghampirinya. Dan lagi-lagi ledakan terdengar entah dimana.

Tak ingin membuang waktu lebih lama aku menarik lengan Sari agar bangun. Ia menatapku kaget. Tanpa peduli reaksinya aku menariknya untuk berlari.

Sesekali Sari hampir jatuh tersandung karena tak dapat menyeimbangi langkahku. Aku terus berusaha mencari jalan keluar. Namun.. hampir semuanya hancur karena ledakan.

"Kapan kita bisa keluar?" Aku mengusap wajahku frustasi.

Menoleh pada Sari yang nampak kelelahan. Kurasakan tangannya mulai gemetaran. Mungkin itu efek karena terlalu lelah.

Bwoooossshhh!!

Tiba-tiba aku merasakan hembusan angin kecang yang melewati kami begitu saja. Menyadari apa yang terjadi aku segara menarik Sari. Dengan cepat kulihat cahaya yang disusul kobaran api mengarah pada kami.

My Beloved BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang