My Beloved Boy

96.1K 5.8K 386
                                    

☆☆ Chapter 22: My Beloved Boy ☆☆

[Davi's POV]

Ini sudah sebulan semenjak insiden itu. Insiden yang sempat membuat mental Kiky tertekan dan terganggu setelahnya. Membuat gue hampir kehilangan dia lagi karena dia sempat bunuh diri untuk kedua kalinya.

Kiky melakukan itu seminggu setelah ia terus-menerus dikejar oleh kilasan-kilasan kejadian itu. Membuat dia hampir gila dan terus menerus menolak semua yang bergender pria, termasuk gue. Dan saat gue pikir dia sudah merasa tenang, gue meninggalkan Kiky untuk menjemput ibu yang pulang di bandara.

Tapi sialnya ketika pulang gue justru lihat dia ada diatas pagar balkon. Untunglah gue sempat menangkapnya sebelum dia jatuh menghantam tanah. Dan setelah itu gue gak pernah melepaskan pandangan gue dari Kiky. Gak pernah membiarkan pria mana pun selain gue sendiri untuk mendekati Kiky.

Dan karena itu pula pertunangan kami dibatalkan. Gue gak begitu peduli pertunangan itu mau lanjut atau gak, karena yang gue mau Kiky kembali seperti semula. Bukan seperti ini, ketakutan setiap dia melihat pria lain selain gue.

Disekolah pun gue harus terus menerus disampingnya. Membuat gue harus bertukar tempat duduk dengan Jo. Mungkin ini terdengar merepotkan, tapi gue sama sekali gak merasa begitu.

Sedangkan Nia harus kehilangan tangan kanannya. Dia sempat koma beberapa hari. Tapi untunglah gadis itu tidak terlihat kaget akan kondisinya sekarang.

Bahkan sekarang ia sedang gencar mengejar mr. Gay-nya karena entah kenapa Haris kelihatan menjauhi Nia. Cowok itu bahkan tak pernah menjenguk Nia sekalipun saat dirawat dirumah sakit.

Dan masalah penculikan yang disertai tindakan asusila itu berhasil dibereskan berkat bantuan Desi. Gadis itu berhasil menyeret semua yang terlibat dalam insiden itu ke balik jeruji besi. Meski Sari akhirnya hanya dikirim ke panti rehab.

Sari dinyatakan mengalami gangguan mental. Dan gue begitu kaget ketika tahu isi kamarnya penuh sama semua hal yang berbau akan diri gue saat mengunjungi rumah Sari.  Foto-foto gue yang baik diambil secara diam-diam maupun lewat aku jejaring sosial terpajang dikamarnya. Belasan foto yang dijadikan poster tertempel di dindingnya. Puluhan bahkan mungkin ratusan foto tersimpan di lebih lima album foto dikoleksinya. Bola basket gue yang sempat hilang saat SMP --gue tau itu punya gue karena nama yang gue tulis masih tercantum jelas disana.

Lalu yang paling mengerikan saat melihat meja riasnya. Beberapa foto mantan gue terpajang dikaca riasnya dengan garis 'X'. Hanya foto Kiky yang bertuliskan 'Kill' disana.

Semua itu bikin gue emosi. Meski gue tau percuma, karena cewek itu gila dan sudah ada dipanti rehab.

"Dav.."

Gue menoleh ke Kiky yang duduk disamping gue. Saat ini gue lagi ngurusin kerjaan yang dikasih ayah dibalkon kamar gue. Dan seperti biasa Kiky terus nempel sama gue. Mungkin karena gue pernah nolongin dia dari aksi bunuh dirinya Kiky jadi gak takut sama gue.

Seneng sih. Tapi rasanya kesiksa banget gak bisa ngapa-ngapain dia. Cuma bisa mengusap kepalanya tanpa menyentuh lebih. Jangankan menyentuh, meluk aja sudah bikin dia tegang dan gemetaran.

"Hmm.." saur gue seraya kembali fokus sama kerjaan yang ada.

"Kau tak akan meninggalkanku kan?"

"Apakah ada alasanku untuk meninggalkanmu?"

"Dav.. aku serius."

Menghela nafas gue menoleh kearah Kiky. Dia menatap gue sayu dan penuh mohon. Bikin gue gregetan pengen nyipok dia.  Tersenyum tipis gue mengusap puncak kepalanya.

My Beloved BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang