Part 3

42 9 0
                                    

"Ra.." sebuah goncangan di bahunya mengusik keindahan mimpi yang sedang gadis itu nikmati. Bukannya membuka mata, tangannya malah menepis tangan seseorang yang mengganggu tidurnya.

"Rafflesia heh.. Woiii bangun babi! Mau sampe kapan lo molor?!"

Rafflesia tersentak, "APAAN SI ANJING! GANGGU LO AH"

"HEH SETAN BUKANNYA MAKASI LO GUE BANGUNIN! MAU NEMENIN KUNTI LO DISINI?"

"Anjing bahasa lo ya!"

"Girls bisa gak, gak usah teriak-teriak ini udah mau gelap."

Kedua cewek yang melemparkan tatapannya ke arah cowok yang dari tadi memperhatikan mereka. "Ngapain lo disini?" Tanya Rafflesia sewot.

"Ya suka-suka cowok gue dong mau ngapain." Sembur Luna tak kalah sewot.

Rafflesia mengerjap, cowok itu Ivan, pacar Luna. Sepertinya nyawa dia masih tertinggal di alam mimpi. Rafflesia menyangga kepalanya. Ah sialan Luna, dikagetkan seperti itu kepala dia jadi pusing.

"Mau balik gak lo?" Tanya Luna yang kini tengah merapihkan rambutnya. Rafflesia memicing, "jam brapa sekarang?"

"Jam enam kurang tujuh menit" kata Ivan sambil melirik jam tangannya.

Rafflesia kembali mengerjap. Serius? Wahh ternyata dia bisa tidur selama itu. Mungkin karena semalam insomnianya kembali kambuh akhirnya dia terjaga sampai pagi. Dan berakhir tertidur di jam pelajaran terakhir, kira-kira pukul dua siang dia merebahkan kepalanya dia meja.

Dan terbangun dengan keadaan kelas sudah sepi dan gelap. Hanya ada dirinya Luna dan eumm Ivan?

Rafflesia memindai penampilan kedua sejoli itu. Davin dengan kemeja sekolah yang tidak dikancing sepenuhnya dan menyisakan kaus putih polos sebagai dalamannya serta rambutnya acak-acakan, ah cowok itu memang selalu berpenampilan berantakan seperti itu. Sedangkan Luna, Rafflesia berdecak. Hanya dengan melihat lipstik Luna yang sudah memudar Rafflesia tau apa yang mereka tadi lakukan.

"Terus ngapain lo berdua masih disini?" Rafflesia memicingkan sambil bersidekap menatap kedua makhluk berbeda jenis itu.

"Ih bego ya kita nungguin lo bangunlah."

"Yakin? Lo berdua ga produksi anak kan pas gue lagi tidur?" Keduanya tiba-tiba diam dalam beberapa detik, lalu Ivan berdeham memecahkan keheningan itu.

"Cuma cipokan doang kali Ra." Bisik Luna.

Tuhkan babi!

"Paan cipokan doang tuh cupang si Ivan nemplok di dada lo jelas banget! Banyak lagi anjer!"

"Iiihh bangke lo yaa!" Teriak Luna malu sambil buru-buru menutup kancing kemaja atasnya yang ternyata terbuka dari tadi.

Detik itu juga Rafflesia terbahak, melihat Luna yang memerah dan Ivan yang salah tingkah. Rafflesia tak habis pikir, seberani itu mereka make out disekolah bahkan diruangan yang sama dengannya ketika tertidur. Ck, kurang ajar mereka.

Luna menghentakan kakinya kesal,"Udah ahh gue mau pulang, ayo beb! Biarin tinggalin aja dia."

"Eh monyet kok gue ditinggal?! Woi ihh!"

"Bodo amat bangke! Lo pulang jalan kaki sana!"

***

Sudah hari ketujuh sejak dirinya gagal berangkat berlibur dengan Luna ke Lombok. Dan sudah tujuh haru juga dia mendiamkan Alvin. Dirinya masih kesal tentu saja. Rencana liburannya harus gagal karena cowok itu.

Sebenarnya bukan murni kesalahan Alvin, dirinya dan Luna tertinggal pesawat karena kemacetan yang terjadi saat mereka dalam perjalanan menuju bandara. Info yang dia dapat karena ada sebuah kecelakan yang terjadi, dan sepertinya kecelakan itu tidak bisa dibilang kecil. Kemacetan terjadi hingga satu jam lebih.

Alhasil Alvin jadi sasaran empuk kekesalan Rafflesia. Bisa saja sebenarnya jika Rafflesia dan Luna mengganti jadwal penerbangan. Tapi Rafflesia sudah terlalu kesal, maka semua rencananya untuk berlibur gagal.

Jadi disinilah Rafflesia, berdiri dihalte depan sekolahnya. Memikirkan bagaimana dia akan pulang. Dia tidak bisa menggunakan mobil maupun motor, maka tiap berangkat sekolah dia akan menumpang kepada Luna atau Alvin. Tapi Luna malah meninggalkannya.

Babi.

Umpatnya dalam hati.

Ponsel dalam genggamannya, Rafflesia hanya butuh menurunkan sedikit egonya yang setinggi langit itu, menelpon Alvin untuk menjemputnya dan semuanya selesai. Tapi Rafflesia tetaplah si gadis cantik dengan egonya yang keras. Rafflesia belum mau mengakhiri kekesalannya pada Alvin.

Arrrggg trus gue balik gimana monyet!

"Tante.."

Tiba-tiba suara anak kecil terdengar, "tantee.." kini suara itu menjadi sebuah rengekan. Rafflesia yang mendengarnya jengah, dirinya melihat sekeliling ada dua orang permpuan yang duduk agak jauh dari tempatnya berdiri. Dan seorang anak kecil didekatnya.

"Tanteee..." Rafflesia tersentak saat tangan mungil itu menarik-narik rok sekolahnya. Rafflesia menunduk menatap sosok anak laki-laki menggunakan seragam TK. Rafflesia menunjuk dirinya sendiri, ketika mata bulat sang bocah balik menatapnya. Kemudian dibalas anggukan lucu dari bocah itu.

"Tante liat Ayah aku enggak?"

Rafflesia memutar bola matanya malas, "tante, tante pantat lo tante." Gerutunya kesal.

Duh, dia paling malas jika harus berurusan dengan anak kecil. Menurutnya anak kecil adalah makhluk kecil pengganggu yang menyebalkan, maka dari itu dia juga membenci semua yang berhubungan dengan anak kecil. "Ayah janji jemput aku pulang sekolah."

Rafflesia menoleh pada si bocah yang kini menunduk, menatap sepatunya dengan sedih. Apa tadi bocah itu bilang?

Berjanji menjemput anaknya saat pulang sekolah? Rafflesia tidak bodoh, jam pulang anak TK itu sekitar jam sebelas dan sekarang jam di ponselnya menunjukan pukul 18.15. Berapa jam anak itu disini menunggu Ayah brengseknya itu?

Rafflesia berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan bocah itu. Mungkin dirinya benci anak kecil. Tapi dirinya masih punya rasa iba. Mengetahui bahwa anak sekecil ini harus menunggu Ayahnya menjemputnya hingga berjam-jam, tapi sang Ayah malah mangkir. Bagaimana jika anak ini diculik?

Bangsat!

"Lo dari tadi nunggu disini?" Tanya Rafflesia tidak bisa menahan kekesalannya.

Anak itu mengangguk-anggukan kelapanya, matanya sudah berkaca-kaca.

Babi! Gak ada otak ni bapaknya!

Rafflesia panik saat anak itu terisak semakin kencang. Dirinya makin bingung saat beberapa orang yang melihat kearahnya. "Duhh.. lo jangan nangis dong gue bingung nii.."

Bukannya reda tangis itu makin kencang, "tanteee huwaaaa aku mau pulangg..."

"Aduh iyaa.. yuk kita pulang, rumah lo dimana gue gatau rumah lo dimanaaa astagaa..." Rafflesi mengacak rambutnya frustasi. Pasalnya baru sekarang dia menghadapi anak kecil yang manangis seperti ini, ditambah tatapan orang sekitarnya yang menghujam seakan dirinya penculik. Dirinya harus bagaimana?

"Ayaaahhh!"

***
VOTE
KOMEN
FOLLOW
HEHE🙂👉👈

RafflesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang