Part 7

24 6 0
                                    

Jam tanganya baru menunjukan pukul sebelas siang. Tapi kenapa rumahnya begitu sepi? Biasanya di hari minggu seperti ini anggota keluarganya akan berkumpul dan diramaikan oleh celotehan sang adik bungsu.

Semakin dia melangkah ke dalam rumah, Arsen hanya bisa mengernyit mendapati sosok cowok berbalut kaus dalam putih tengah rebahan di depan televisi dengan setoples keripik kentang di hadapannya. Dia Bagas, adik pertamanya.

Biar kalian tidak bingung, mari berkenalan dengan anggota keluarganya. Jadi Arsen merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Kakak pertamanya bernama Reynand yang kini telah berumur dua puluh tujuh tahun. Si pemilik apartment yang Arsen pinjam tadi malam. Masnya itu masih lajang dan kini sedang berfokus pada karirnya.

Kemudian ada dirinya yang merupakan anak kedua. Dia dan masnya terpaut lima tahun. Selanjutnya ada Bagas, si biang onar. Umurnya yang masih remaja itu kadang membuat dia dan masnya dibuat pusing oleh kelakuan bengal bocah itu. Dia jadi teringat Rafflesia. Mungkin umur mereka tidak jauh berbeda.

Dan yang terakhir adalah Kevin si anak bungsu, umurnya terpaut jauh dengan mereka. Ibunya mengandung Kevin karena faktor ketidaksengajaan orang tuanya, alias kebobolan.  Mereka tentu saja antusias mendengar jika sang ibu mengandung seorang adik. Tapi mereka juga tahu resikonya cukup tinggi untuk sang ibu hamil. Sebab, risiko untuk alami komplikasi selama kehamilan jauh lebih rentan ketimbang hamil di usia muda.

Dokter bahkan selalu mewanti-wanti untuk menjaga kesehatan ibu mereka. Dan empat orang laki-laki di rumah ini selalu siap sedia di sisi wanita tercintanya untuk menjaga dan melayani.

Hingga waktu persalinan tiba, ibunya mengalami pendarahan hebat. Dokter yang menanganinya memberi pilihan sulit. Diantara sang ibu dan adik bungsunya hanya ada satu nyawa yang bisa dia selamatkan.

Dan akhirnya di hari itu, empat orang laki-laki tangguh itu harus mendapat guncangan luar biasa dalam hidupnya. Yaitu melepas kepergian wanita yang mereka cintai. Merelakan sang ibu menyerah demi hidup anaknya.

"Inget rumah lo?" Arsen mengerjap, sambutan yang diberikan Bagas membuat Arsen menendang kesal remaja itu. "Babi!"

"Ko sepi, Kevin mana?" Tanya Arsen seraya merebahkan punggungnya di sandaran sofa.

"Ke ragunan sama Papa."

"Lo gak ikut?"

"Ngapain?"

"Ya siapa tau lo bisa ketemu keluarga kandung lo di sana."

"Resek banget lo jadi abang! Udah ah sana hushh.. lo bau!"

Arsen tertawa, lalu bangkit dari duduknya. "Gak ngaca lo."

Bocah itu tak menggubris, dia lebih memilih fokus pada tontonnya. Masih belum puas menjahili adik bengalnya itu. Arsen berbalik dan menarik celana kolornya "Weh babi! Ngapain lo!" Bagas yang terkejut langsung menahan celananya yang hampir raib. Dan tarik-menarik kolor itu pun terjadi. "Ah bangsat ngapain si lo?! Ntar robek kolor gue bajing!"

Arsen tertawa dan dengan sekali sentakan celana itu terlepas menyisakan celana dalam berwarna hitam yang dikenakan Bagas. Tawa Arsen semakin keras. Dia melempar celananya tepat ke wajah adiknya. "Nah udah mirip sama Kevin lo." Katanya lantas melenggang pergi tanpa dosa.

"Bangsat lo!!"

"Iya sama-sama!" Sahutnya dari anak tangga.

Di kamarnya Arsen merebahkan tubuhnya. Matanya menerawang ke langit-langit kamar. Mengulang kembali kisah temunya dengan gadis unik itu. Ada hal fatal yang dia lupakan. Nomor ponsel cewek itu. Dia lupa memintanya, tapi tidak apa-apa dia masih bisa bertemu gadis itu di sekolahannya.

RafflesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang