Part 5

31 6 0
                                    

Mestinya hari ini dia bisa bersantai dengan tenang di rumah. Tapi sepertinya keberuntungan memang selalu tidak berpihak padanya. Setelah Luna mengusik paginya, perutnya yang meronta kelaparan, paginya diperburuk oleh kedatangan sang Ibu dengan keadaan yang sangat luar biasa.

Usianya memang sudah memasuki kepala empat, namun kecantikan yang dihiasi kemewahan itu membuat dirinya tetap memukau dan terlihat muda. Ck, kadang Rafflesia membenci kecantikan sang ibu yang diturunkan padanya. Tapi terkadang dia juga sangat mensyukuri fisiknya yang diturunkan wanita itu.

Karena hanya fisiknyalah yang bisa ia banggakan. Yang bisa membuat orang-orang memuji dirinya, dan membuat para lelaki takluk akan pesonanya. Ya hanya itu keberuntungan yang dimiliki dalam hidupnya. Karena itu juga dia sangat mencintai tubuh dan kecantikannya. Hanya saja kalimat sederhana seperti 'Love Myself' itu tidak ada hidupnya.

Jika Rafflesia mencintai dirinya sendiri, dia tidak akan berada disini malam ini. Tempat yang sesak dengan hentakan musik yang bergema ke berbagai sudut ruangan, asap rokok dan aroma kebebasan begitu candu bagi Rafflesia. Setelah puas berkeliling mall dan hanya mengantongi beberapa barang yang menarik menurutnya, Rafflesia dan Luna berbelok ke club malam.

'Cewek nakal' begitulah orang-orang mengenalnya. Gadis dengan pergaulan yang bebas, dengan segudang catatan kasus di sekolahnya. Perilaku yang menyimpang dan masih banyak lagi keburukannya. Dan Rafflesia tidak peduli pada semua penilaian itu.

Hidupnya hanya satu kali dan tidak akan terulang lagi, maka seharusnya Rafflesia menikmati kehidupanya bukan? Namun sepertinya malam ini dia tidak bisa bersenang-senang di lantai dansa dengan lampu yang mengerlip dan musik yang diputar disc jokey  profesional itu.

Mungkin dia akan menyesap sedikit alkohol, yang kata orang dapat membuatmu  serasa melayang saat meminumnya. Rafflesia sebenarnya tidak terlalu suka rasa yang menyengat dalam minuman itu. Terlalu kuat dan seakan membakar kerongkongannya. Tapi untuk malam ini dia ingin merasakan sensi itu. Satu atau dua gelas sepertinya cukup untuk membuatnya mabuk.

Rafflesia duduk di meja bar, di sisi kirinya terdapat seorang wanita yang tengah bercengkrama dengan pria di sebelahnya. Dan di sisi kanannya di duduki oleh seorang lelaki yang dari perawakanya sepertinya masih muda. Kepalanya menunduk, dari penerangan yang remang Rafflesia bisa mendeteksi ketampanan lelaki di sebelahnya ini.

"Tumben minum." Rafflesia menoleh, bartender yang bernama Dion itu menyerahkan segelas minuman berwarna kekuningan itu. "Pengen aja" Rafflesia sudah cukup lama mengenal Dion, dan interaksi mereka cukup bagus. Maka tidak heran jika Dion bertanya seperti itu. Nyatanya, jika Rafflesia berkunjung kesini dirinya selalu memesan minuman bersoda tanpa alkohol. Cupu, kalau kata Luna.

"Yon, korek dong." Satu lagi keburukan Rafflesia, dia cewek perokok. Namun menurutnya itu wajar saja, apa yang salah memang dengan merokok? Di zaman serba modern ini orang-orang masih saja menutup pikirannya hingga dunia rasanya berputar lambat. "Gue ga ngerokok kalau lo lupa." Ck, Rafflesia lupa.

"Mas, punya korek gak?" Tanyanya pada lelaki yang di duduk di samping kanannya yang sedang menunduk sambil memainkan ponsel. Lalu dengan gerakan pelan cowok itu merespon dengen melirik Rafflesia, kemudian merogoh korek di saku jeansnya.

Hidungnya mancung, hanya itu yang Rafflesia bisa lihat dari cowok di sisi kanannya ini. Sebagian wajahnya tertutup topi yang rendah. Rafflesia tersenyum geli. Pasti Cowok ini baru pertama kali mendatangi tempat ini.

"Thanks."

Rafflesia memejamkan matanya, menikmati kepulan nikotin itu mengisi ruang dadanya. "Katanya rokok dapat membunuhmu" Rafflesia mengetuk-ngetuk bungkus rokok miliknya tepat di slogan mengerikan itu. "Tapi sampe detik ini gue masih bisa napas dan hidup. Gue kira sekali ngehisap barang ini gue bisa langsung mati" lanjutnya sambil menghembuskan asap ke udara.

RafflesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang