Rafflesia mengerang, disibaknya selimut yang menutupi seluruh tubuhnya hingga ke kepala. Ini sudah jam sebelas malam, dan dia butuh tidur, astaga! Tapi bagaimana dirinya mau tidur jika suara berisik di bawah sana mengganggunya?!
Rafflesia turun dari ranjangnya, kakinya mencari-cari sandal kelinci kesayangannya yang selalu diletakan di samping tempat tidurnya. Berjalan dengan cepat menuruni tangga, Rafflesia menemukan sumber kegaduhan yang mengganggu tidurnya itu. Di balik remang, di atas sofa ruang keluarganya. Rafflesia berdecih menatap sepasang manusia yang tengah bergumul, saling mendesah dan berteriak menjijikan. Sialan! Rafflesia benci mengetahui fakta bahwa wanita yang tengah menghisap kemaluan pria itu adalah Ibunya!
Dadanya terasa terbakar melihat jalang itu! Tidak tahan dengan semua kegilaan sang ibu, Rafflesia menghentak langkahnya menuju kamar mandi. Mengambil seember air dan kembali dengan amarah yang dibawanya. Jika Ibunya tidak waras, maka Rafflesia bisa lebih tidak waras lagi!
Byurr!
"BANGSAT!-"
"AKH!"Teriakan kaget dari dua orang itu membuatnya menyeringai. Rafflesia membanting embernya.
"RAFFLESIA APA-APAAN KAMU!"
Mendengar teriakan marah sang ibu, Rafflesia terkekeh geli. "Apa? Aku cuma bantuin mama. Mama sama pacar Mama pasti kegerahan kan? Jadi aku bantu-"
PLAK!
"KAMU UDAH GILA APA GAK PUNYA OTAK HA?!"
Rafflesia menyibak rambutnya, lantas mendengus keras. "Harusnya aku yang bilang gitu, Mama gila atau gak punya otak? Apa Mama gak jijik sama diri Mama ?" Jeda sebentar, Rafflesia mengusap darah disudut bibirnya. "Apa perlu aku ambil kaca?"
Mira menjenggut rambut Rafflesia hingga lehernya tersentak. "Jaga omongan kamu, Rafflesia!" Rafflesia meringis, dia benar-benar membenci ibunya. "Kenapa gak mau terima fakta? Gue aja jijik keluar dari rahim lo." Desisnya.
"KURANG AJAR!"
Satu tamparan lagi melayang ke pipinya keras. Rafflesia bahkan terhempas ke lantai dengan kasar seperti sampah! Sial, siapa yang sebenarnya sampah disini?!
"Ya Allah neng, neng Rara gak papa?" Rafflesia berdecih kesal. Menghempas tangan Bi Sari, Rafflesia bangkit dengan susah payah. Ah sialan pinggulnya ngilu karena terbentur lantai tadi. Rafflesia mendelik tajam pada wanita itu, sebarapa jauh lagi Mira akan menghancurkannya?
"Mama bahkan lebih nyesel pernah ngelahirin kamu Rafflesia! Pergi kamu! Gak usah balik lagi kayak Papah brengsek kamu! Pergi!"
"Gak usah repot-repot ngusir gue." Rafflesia kemudian melirik cowok yang umurnya kisaran dua limaan. Sontak saja Rafflesia mendengus jijik melihat cowok itu terlihat santai bersandar di sofa dengan penis yang bahkan tidak repot-repot ia tutupi. "Gue baru nemu cowok gak tau malu dan murahan kek lo." Katanya sarkas, "cocok si sama nyokap gue. Sama-sama murahan."
***
Rafflesia benci Ibunya, dia benci Ayahnya yang sialannya meninggalkan dirinya terjebak bersama wanita gila itu! Dia benci kehidupannya, brengsek!
Rafflesia menarik napasnya, rasa sesak yang menekan dadanya membuat dia berhenti berjalan. Entah sudah berapa jauh dia melangkah, nyatanya dia masih belum merasa terbebas. Meski dia dengan senang hati menerima pengusiran sang ibu dan beberapa kali pula kabur dari rumah itu. Nyatanya Rafflesia tetap kembali ke rumah sialan itu. Karena di luar sini dia tidak memiliki tempat lain untuk pulang.
Dan sekarang dia tidak sudi untuk kembali. Dia juga tidak tahu dimana dirinya akan tidur malam ini. Tidak mungkin kan dia tidur di trotoar seperti gembel? Hmm, tidak terima kasih. Rafflesia tidak bisa membayangkan dia tidur kedinginan di luar sini dengan kerasnya semen yang menjadi alas tidurnya. Belum lagi debu-debu polusi yang akan mengotori kulitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafflesia
Teen FictionNamanya Rafflesia, hanya Rafflesia tidak ada tambahan nama dibelakangnya. Cukup singkat dan menyebalkan. Hidupnya layaknya bunga raksasa Rafflesia Arnoldi, kecantikan dan kesempurnaan yang dimiliknya tidak dapat menyembunyikan bau busuk hidupnya hin...