"Heh mas lo gak ada otak ya?! Anak lo nungguin lo dari jam pulang sekolah dan lo baru jemput dia jam segini?!kalau anak lo diculik gimana, hah?! Otak lo dimana anjing!"
Rafflesia menjeda kekesalanya dengan menarik napas. Dia belum pernah sekesal dan semarah ini pada orang asing. Dan kali ini pengecualian. Bagaimana bisa seorang ayah setolol ini. Apalagi jika dilihat sepertinya laki-laki yang berdiri dihadapannya ini masih terbilang sangat muda untuk menjadi seorang ayah dari anak berumur lima tahun. Ck, emang lagi trend ya nikah muda?
"Seenggaknya kalau lo sibuk, lo minta istri lo buat jemput anak lo! Ih bener-bener tolol lo jadi bapak! Gue saranin nih ya mas, kalau emang lo belum siap jadi ayah, gak usah deh lo nanem benih dulu. Yang jadi korban itu anak lo sendiri anjing!" Napas Rafflesia tersengal karena runtutan kalimat makian yang ia lontarkan. Dan apa yang Rafflesia dapat setelah memuntahkan semua kemarahannya? Diam, iya laki-laki di depanya ini hanya diam sambil menatapnya.
Sialan, apa laki-laki itu pikir dirinya sedang mendongeng? Yang hanya disimak dan diperhatikan seintens itu.
Anjing jantung gue kenapa jedag-jedug kenceng banget si elahh.
"Udah?"
Suara lelaki dihadapnya begitu tenang, seakan apa yang tadi Rafflesia ucapkan bukan sesuatu yang bisa menyulut kemarahannya. Rafflesia berdecak kagum, pantas saja anaknya dibiarkan begitu saja menunggu laki-laki itu disini. Rafflesia jadi tau bagaimana watak ayah dari si bocah ini. Benar-benar orang tua gagal. Rafflesia memutar bola matanya jengah.
"Ayo dek pulang," Rafflesia memperhatikan setiap gerak gerik yang dilakulan laki-laki itu yang kini meraih sang anak untuk digendongnya. Si bocah yang masih sesegukan langsung memeluk leher sang ayah sambil berguman memanggil ayahnya. "Ayah kerja jadi gak bisa jemput adek, adek pulang sama abang ya."
What the...! Abang?
Rafflesia mengerjap, telinganya tidak salah dengar kan? Eum jadi, yang dari tadi dia maki itu adalah abang dari si bocah ini? Bukan orang tuanya?
"Iya, gue abangnya" kata laki-laki itu seakan menjawab pertanyaan di otak Rafflesia. Kini jantungnya tidak lagi jedag-jedug melainkan melambat seakan detik berikutnya jantungnya akan berhenti.
Ah berlebihan, Rafflesia hanya mengalami shock ringan. Lantaran kalimat yang dikeluarkan laki-laki itu membuatnya ingin cepet-cepat mengubur diri. Atau paling tidak menutup mukanya dengan plastik. Rafflesia mengedarkan pandangannya.
"Y-Ya, ya lo, lo harusnya gak biarin dia nunggu disini dong.." gumam Rafflesia terbata-bata.
Bego lo gak ketolong bangsat!
Suara pintu mobil yang tertutup menghentak kesadarannya. Bocah kecil itu sepertinya sudah masuk kedalam mobil, dan tersisa si laki-laki yang dia kira ayah si bocah tersebut.
Laki-laki itu menghadap Rafflesia, menatap tepat pada matanya. Rafflesia mengelak. Membuang pandangannya kearah lain. Oh, harusnya tadi dia kabur saja. Sekarang dia seperti pengecut, kemana Rafflesia yang selalu lantang meneriakan segala umpatan dan keberaniannya? Rafflesia ciut dengan tatapan si laki-laki. Bukan tatapan intimadasi tapi tatapan tenang yang membuat Rafflesia risau.
"Thanks udah jagain adek gue." Ucap laki-laki itu kemudian berlalu. Saat dirinya sudah membuka pintu bersiap untuk masuk, laki-laki itu kembali menoleh padanya, "oh iya, gue bakal sampein saran lo tadi ke bokap gue." Katanya lagi yang sekarang sembari tersenyum.
Mampus!
Kendara beroda empat itu meluncur meninggalkan Rafflesia yang masih mematung. Lalu detik berikutnya badannya luruh berjongkok dengan kedua tangan menutup kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rafflesia
Teen FictionNamanya Rafflesia, hanya Rafflesia tidak ada tambahan nama dibelakangnya. Cukup singkat dan menyebalkan. Hidupnya layaknya bunga raksasa Rafflesia Arnoldi, kecantikan dan kesempurnaan yang dimiliknya tidak dapat menyembunyikan bau busuk hidupnya hin...