Part 3 : Meet Up...

1.9K 86 11
                                    

- Alesia POV -

Ahhh,, akhirnya aku tiba disini juga...

Aku menghela nafas, lega karena akhirnya pantatku yang pegal bisa kembali tegak. 13 jam penerbangan dari New York kemari, tentu saja aku lelah. Aku tidak suka lama-lama di pesawat, aku takut turbulensi!

Aku menarik koperku keluar, mencari orang yang kata Kakek diutus menjemputku. Karena perintah Kakek aku harus datang sendirian kemari. And here I am, berjalan sendirian di bandara dengan wajah bingung seperti bule nyasar. Sialan!

Aku memutuskan menunggu didepan pintu kedatangan. Kulihat banyak orang menunggu para penumpang yang baru turun sepertiku, beberapa bahkan ada yang membawa kertas bertuliskan nama. Aku mendengus, dimana orang yang menjemputku?

Kulirik satu persatu kertas nama yang teracung-acung tinggi itu. Tidak ada namaku. Ah, apa aku salah lihat? Tapi, sepertinya memang tidak ada namaku diantara kertas-kertas itu.

Lantas, siapa yang menjemputku...?

Aku berjalan sedikit keujung, mataku mencoba mencari ke setiap penjuru bandara. Katanya laki-laki itu akan memakai pakaian serba hitam dan membawa sebuket bunga mawar dan kertas bertuliskan namaku. Mataku terus mencari disana sini, tapi tak ada yang berciri seperti itu. Lantas dimana orang itu? Kenapa belum muncul juga..?

Satu setengah jam kemudian....

Ah... Sial!!! Aku sudah gerah menunggu disini! Aku seperti bule nyasar yang menunggu giliran dideportasi. Lalu lalang orang yang melewati menatap dengan heran, bahkan beberapa kali petugas bandara yang hilir mudik menanyaiku penuh curiga. Mereka pasti mengira aku salah penerbangan hingga ke Indonesia. Atau jangan-jangan mereka kira aku teroris??

Dengan kesal, aku melangkah pergi dari posisi ku tadi. Begitu mencapai pintu keluar, hawa panas ibukota langsung menyergapku. Kukenakan kacamataku, melindungi mata cantikku dari terik diluar. Kudorong troli menuju tempat taksi berada.

Aku langsung dikerumuni beberapa orang supir taksi, mereka berkerubung menawarkan taksinya sendiri-sendiri.ku sempat terkejut, sampai kemudian kutunjuk seorang dari mereka, yang usianya jauh lebih muda. Kulihat yang lain mendengus sebal, aku tersenyum minta maaf.

Supir yang kutunjuk tadi membuka pintu taksi. Aku masuk sementara dia menyusun koperku. Tak lama, supir tadipun duduk di kemudinya. Kulihat dia membalikkan badan kearahku. Aku membuka kacamataku. Wajahnya sejenak menegang menatapku, sorot matanya tak terbaca. Aku mengernyit, alam bawah sadarku seperti mengenal lelaki ini. Tapi siapa..?

"Eh, uhm, sorry Miss. Where would you go?" wajahnya kini berubah gugup. Ada bulir-bulir keringat dipelipisnya, padahal didalam suhunya cukup sejuk.

"Pakai bahasa Indonesia aja. Saya ngerti kok." ucapku dengan bahasa yang fasih. Supir itu terkejut, sekilas kulihat wajahnya merona.

"Ja.. Jadi mau diantar kemana, Mbak?" ujarnya yang kini tak lagi menatapku. Dia hanya melirik sekilas melalui kaca tengah.

Aku mengeluarkan secarik kertas kecil dari saku blazerku. Kuserahkan pada supir taksi itu yang sepertinya masih gugup karenaku.

"Antar saya ke alamat itu ya." supir itu mengangguk sanggup, aku menghela senyum.

Dan taksipun melaju, meninggalkan bandara yang sesak oleh hilir mudik orang-orang yang datang dan pergi.

Aku merebahkan punggungku di sandaran jok, pikiranku melayang membayangkan kebersamaanku dulu dengan Papa di negara ini. Semasa kecil, aku sering menghabiskan liburanku di negara beriklim tropis ini dengan Papa. Dan sekarang, untuk pertama kalinya aku kemari seorang diri. Hatiku rasanya sesak. Aku rindu Papa.

The EngagementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang