Part 15: Hardly Or Gently...?

954 46 16
                                    

- Alesia's POV -

Aku merebahkan tubuhku dengan lelah diatas ranjang empuk kamarku. Yap, sejak aku resmi kembali kerumah Jullian empat hari yang lalu, kamar ini sudah resmi kunobatkan menjadi kamarku. Jullian bilang dia tidak keberatan bila aku ingin merombak beberapa hal dalam kamar ini. Sayangnya tidak ada yang bisa dirubah dikamar ini. This room just too perfect.

Ponselku berdering nyaring, bukan hal yang biasanya mengingat hanya Jullian dan Pak Ramdan yang tau nomor ponselku. Aku bangkit dan meraih ponselku diatas nakas. Nomor penelepon asing dengan kode internasional, mungkinkah ini kakek..? Aku menggeser icon hijau dilayar dan menempelkan telingaku.

"Alesia, my princess..."

Ah, benar. Ini Kakek!

"How do you know my number, Grandpa?"

"Hm... Jullian yang memberinya. Sejujurnya, aku mengancamnya agar dia mau memberikannya."

Aku mendengus, orangtua ini memang tidak pernah berubah ya?

"Bagaimana pekerjaanmu? Apa semuanya baik-baik saja?"

Aku duduk dipinggir ranjang, mengambil sebuah bantal dan memeluknya. "Everything's great. Still confusing, but so far so good."

"Apa Jullian bersikap baik padamu? Bocah itu tidak mencoba menciummu lagi kan?"

Aku terkekeh, mencoba menutupi nada tersipu dalam suaraku. "Jangan khawatir Kek, bodyguard yang kakek kirim kemari sudah cukup membuat Jullian menjauh dariku."

Ya, sehari setelah aku resmi bekerja disini, kakek serius dengan kalimatnya mengirim seorang bodyguard untukku. Meski tubuhnya tidak sekekar Jullian, bodyguard kiriman kakek itu cukup lumayan. Setidaknya cukup melindungi disaat-saat genting.

"Hmm, baguslah kalau begitu. Kabari kakek kalau ada masalah, okay?"

"Aye aye, captain!"

Setelah sambungan telepon terputus, aku kembali merebahkan tubuhku. Hanya berselang beberapa menit, ketukan di pintu kembali menggangguku. Aku menggerutu, berjalan bangkit dan membuka pintu dengan malas. Sosok atletis itu berdiri didepanku dengan wajah datar.

"Kau sedang apa?"

Jullian sedikit melirik kedalam kamarku. Aku menghela nafas dan menatapnya acuh.

"Hampir tertidur sebelum kau datang dan mengetuk pintuku. Ada urusan apa?"

"Ada yang ingin kusampaikan. Ikutlah."

Jullian melangkah pergi. Aku menutup pintu kamarku dan mengikutinya menuju ruang tamu. Ada dua cangkir minuman yang masih mengepul diatas meja. Jullian mengedikkan dagunya menunjuk sofa didepannya. Aku mendudukkan diriku dan menatapnya datar.

"Hot chocolate?"

Jullian menggeser salah satu cangkir kearahku. Aku menyeruput pelan isi cangkir itu, kemudian mendekap cangkir itu dengan kedua tangan.

"Mau bicara apa?"

Jullian membetulkan posisi duduknya. "Aku ingin membuat pengaturan tentang apa yang boleh dan tidak boleh untuk kau lihat-sentuh-masuki dirumah ini."

Aku menegakkan tubuhku dan menatapnya bingung. "Maksudmu?"

"Ya, aku ingin membuat pengaturan mengenai apapun yang boleh kau sentuh dirumah ini, dan ruangan apa saja yang boleh kau masuki."

Aku meletakkan cangkirku diatas meja dan menatapnya tak suka. "Mengapa harus begitu? Biar bagaimanapun aku kan tinggal disini juga. Apa aku yang notabene tunanganmu ini juga pakai pengecualian?"

The EngagementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang