- Alesia POV -
Aku mengamati pemandangan diluar sambil melamun. Semua kejadian yang kualami selama sebulan belakangan masih tidak bisa kupercaya. Kepergian Papa yang tiba-tiba, hingga perjodohan gila ini. Kepalaku terasa mendadak berdenyut. Aku menghela nafas panjang. Rasanya lelah sekali.
Aku mengenang percakapanku dengan Jullian tadi siang. Dia bilang dia dibesarkan di panti asuhan? Sejenak perasaan simpati menyeruak didadaku. Jullian juga yatim piatu sepertiku. Tapi aku lebih beruntung karena masih memiliki Kakek sebagai keluargaku. Mungkin karena itulah Kakek mengangkatnya menjadi cucu, agar dia juga tak kesepian didunia ini. Aku menghela lagi. Kali ini lebih pelan.
Suara pintu kamar diketuk menyadarkan lamunanku.
Aku membuka pintu perlahan. Sosok itu berdiri menatapku dengan matanya yang tajam. Aku sedikit kaget melihatnya didepan kamarku.
"Kau sedang apa?"
Penampilannya nampak santai dengan t-shirt abu-abu ketat yang menonjolkan otot-ototnya yang keras. Pikiran kotor langsung memenuhi kepalaku.
"Tidak ada, hanya melihat pemandangan di balkon." Aku menjawab dengan malas.
"Kau sudah mandi?" Dia melipat tangannya didepan dada, menilaiku dari ujung kaki hingga kepala.
"Sudah."
Mata kami beradu. Aku memalingkan wajahku saat mataku melirik sekilas pada dadanya yang berlekuk seksi. Dia bahkan lebih sempurna dari patung mitologi Yunani, oh sial!! Aku menahan ekspresi datarku agar dia tak tau kalau aku mengagumi badan kekarnya.
Dia menghela nafas perlahan, masih dengan tangan terlipat.
"Aku lapar. Ayo kita makan diluar. Kau juga pasti sangat lapar."
Aku mengangguk. Menutup pintu kemudian berjalan dalam diam mengikutinya.
Sepertinya dia baru selesai mandi, aku menggumam dalam hati sambil menghirup aroma cologne yang tercium samar dari balik tubuhnya. Aromanya membuat kupu-kupu dalam perutku menggelitik.
"Alesia..."
Aku menatap punggungnya yang berbalik. Pandangan kami bertemu. Lama kemudian tak ada yang bersuara diantara kami. Hanya degup jantung yang kurasakan menggema dalam kepalaku. Apa yang mau dikatakannya..?
"Ayo cepat, aku sudah lapar."
Dia berbalik meninggalkanku dengan bibir menganga. Sialan dia!
Kami tiba disalah satu hotel, dia langsung membimbingku kearah cafe dilantai atas gedung ini. Seorang waitress mengantar kami ke salah satu pojok yang cukup sepi dan dekat jendela.
"Pesan apapun yang kau mau, aku akan segera kembali."
Dia pergi, sementara aku memesan. Ketika main course tiba, dia baru kembali.
"Maaf, aku menemui seseorang." Dia menarik kursi dan mulai menyeruput minumannya. Kulihat dia membawa sebuah tas kertas dan meletakkannya
"It's okay."
Kami makan dalam diam, hingga dessert yang kupesan habis, kami masih diam tak berbicara.
"Kau punya kenalan disini? Teman atau sepupu?"
Aku mengangkat kepalaku, menatap apapun selain matanya.
"Ya, aku punya dua sahabat yang tinggal disini. Tapi aku tidak bisa menghubungi mereka karena aku tidak membawa smartphone ku. Aku hanya menghafal email mereka."
Dia meletakkan gelasnya. Kemudian mengangkat tas kertas yang tadi dibawanya dan menyodorkan padaku.
"Ini untukmu. Semoga kau suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Engagement
RomansPernikahan harusnya menjadi hal yang sakral dan penuh cinta, tapi tidak bila pernikahan itu atas dasar perjodohan. Dan lebih gila lagi, bila harus dijodohkan dengan saudara angkat yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Akankah pernikahan itu bisa mem...