- Douglas' POV -
Clink..
Ugh.. Bahkan setelah menenggak hampir setengah botol whisky sekalipun, pikiranku masih kacau balau. Bagaimana mungkin, aku akan menikahkan cucu kesayanganku dengan lelaki idiot seperti itu? Ya ampun, aku benar-benar tidak waras!!
Bocah tengik itu!! Bagaimana bisa aku mempercayakan Alesia-ku yang begitu istimewa padanya?!? Meninggalkan mereka berdua baru beberapa jam saja sudah membuat masalah. Harusnya kemarin aku lebih keras memukulinya, agar dia tau betapa berharganya Alesia itu. Seenaknya saja mencium princess-ku, apa karena dia sudah kujodohkan lantas berani seenaknya?!? Awas saja kalau aku kembali nanti, akan kuhabisi nyawa bocah sialan itu!!
Ahh..
Maafkan aku, Orland. Harusnya rencana kita bisa berjalan lancar. Andai saja kejadian waktu itu tidak pernah terjadi, Alesia pasti sudah bersama dengan cinta sejatinya...
Knock knock..
"Come in."
Huh, tepat pada waktunya.
"So, how's the progress?"
Wanita itu menggeleng pelan. Dari raut wajahnya aku bisa menebak kegagalan macam apa yang sudah terjadi.
"Tell me."
Wanita itu menghela napas berat. Kepalanya masih tertunduk, isyarat kekalahan yang tak terbantahkan.
"Sir, saya sudah coba menyelidiki dimana keberadaan orang itu. Tapi hasilnya masih nihil. Bahkan ketika kami mengecek alamat terakhir yang diinfokan oleh agent kita, dia sudah tidak ada lagi disana."
Sialan!! Apa yang harus kulakukan sekarang?!?
"Kalian sudah coba cari melalui akun media sosial? Aku yakin dia pasti punya setidaknya satu akun jejaring sosial."
Tak bisa kupercaya kalau rencana terakhir yang kupunya harus gagal begitu saja! Kumohon, hanya ini harapanku satu-satunya!
"Already, Sir, tapi hasilnya benar-benar nihil. Saya bahkan menyewa beberapa orang hacker untuk meretas semua jejaring sosial, tapi tidak ada satupun petunjuk dimana orang itu berada."
Wanita itu menunduk lemas. Wajah lelah dan ketakutannya terlihat sangat menyedihkan. Aku hanya bisa menghela napas, ini semua memang salahku.
"Michelle, terimakasih untuk kerja kerasmu. Kau boleh pulang lebih awal hari ini."
Wanita itu mengangkat wajahnya. Kaget. Aku tersenyum meyakinkan. Dari tatapannya aku tau bahwa dia pasti terkejut.
"Pulanglah lebih awal. You did a great job. Kau berhak mendapatkan istirahat yang tenang malam ini."
Walau kulihat dia hampir menolak, akhirnya diapun mengangguk. Setelah membungkuk sopan, wanita muda keturunan Jepang itupun berlalu dari ruanganku. Meninggalkan aku dan gelas whisky yang hanya tersisa setengah.
***
Ah, dua hari ini benar-benar melelahkan! Mengurusi perusahaan tambang sebesar ini bukanlah perkara mudah. Semenjak kepergian Orland, aku nyaris mengurus semua aset keluarga Leonard. Yah, memang masih ada Alesia, tapi tuan putri itu masih sangat muda untuk memikul beban sebesar ini. Syukurlah aku sudah lebih dulu mempekerjakan Jullian. Harus kuakui bahwa anak itu berarti penting untukku sekarang.
Jullian Xavier. Meskipun dia belum terlalu mahir, tapi rupanya dia cukup berguna dalam bisnis ini. Diluar dugaanku, bocah itu ternyata mampu menjalin relasi yang luas. Pelan tetapi pasti, kontrak jangka panjang dengan kontraktor kelas atas pun semakin bertambah. Dari yang kudengar, dia jago me-lobby hampir setiap permintaan para klien. Dan sifat loyalnya membuat para klien mudah akrab dengannya. Hal itu cukup menenangkanku, setidaknya aku tidak salah sudah mempekerjakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Engagement
RomancePernikahan harusnya menjadi hal yang sakral dan penuh cinta, tapi tidak bila pernikahan itu atas dasar perjodohan. Dan lebih gila lagi, bila harus dijodohkan dengan saudara angkat yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Akankah pernikahan itu bisa mem...