- Jullian POV -
Aku menengadahkan kepalaku, menatap langit yang dipenuhi kelip bintang. Hari ini mungkin adalah hari sial terburuk dalam hidupku. Oh Tuhan, bisakah aku hidup setenang dulu...?
Pikiranku menerawang, tanpa sadar membayangkan masa-masa dimana dulu aku hidup tanpa beban. Tidak ada emosi yang bergejolak, tidak ada rasa sakit atau amarah, hanya ada tawa bahagia sebuah keluarga yang penuh cinta. Semuanya indah sampai kejadian menyakitkan itu menghancurkan seluruh kebahagiaanku. Membiarkan mereka yang kucintai pergi, dan meninggalkan luka menganga akibat masa lalu yang pahit. Sebelum orang itu muncul dan mengembalikan harapanku, aku hanya seorang mayat hidup.
"Jullian, kau sibuk?"
Aku menoleh ke sumber suara, gadis belia dengan rambut ikal dan mata biru itu menatapku dari ambang pintu.
"Tidak, masuklah." Aku menegakkan dudukku, memberi tempat untuknya disampingku.
"Aku minta maaf soal kejadian tadi. Aku tau itu kesalahanku..."
Alesia menunduk, suaranya pelan dan lirih. Aku menghela nafas berat.
"Sudahlah, aku sudah melupakannya. Kalau kau kemari untuk membahas itu, aku menolak. Aku lelah sekali."
Alesia mengangkat kepalanya. Matanya basah dan bibirnya bergetar. Dia menangis..?!? Ya ampun, aku salah apalagi sih!!
"Kenapa kau menangis?!?" Aku memekik spontan. Bisa kulihat wajah terkejut gadis ini karena pekikanku yang terdengar lebih seperti sebuah bentakan.
Wajah gadis ini seketika memucat, matanya yang basah justru makin berlinang sekarang. Oh Tuhan, gadis ini baru saja membunyikan alarm bahaya!!!
"Kumohon maafkan aku,aku tidak berniat membuatmu jadi sasaran amukan Kakek. Aku tau, harusnya tadi aku membelamu. Tapi aku sungguh tidak berguna. Dan aku yakin kau pasti makin membenciku sekarang."
Alesia menunduk dalam, bisa kulihat airmata mengalir deras dari pipi mulusnya. Aku mendengus, antara panik dan jengkel.
Dengan gusar aku menyeka rambutku. Tadi, sehabis dipukuli Kakek hingga nyaris jadi kornet kaleng, aku langsung masuk ke kamar dan mandi. Meninggalkan Alesia tanpa sedikitpun menegurnya. Mungkin dia pikir aku marah, padahal aku hanya ingin membersihkan tubuhku dari sisa-sisa kekacauan yang sudah terjadi.
"Jullian,kau.. masih belum memaafkanku?"
Suara bergetar gadis itu menyadarkanku. Kepalanya sudah terangkat menatapku. Masih kulihat airmata meleleh dipipinya, wajahnya kuyu dan matanya sembab. Sebegitu bersalahkah dia melihatku disiksa Kakek tadi..? Aku menghela nafas panjang.
"Kau tidak salah apapun Alesia, jadi kau tidak perlu meminta maaf."
Ada jeda diantara kami. Sepertinya Alesia menunggu aku melanjutkan kalimatku. Dengan masih gusar, aku mendengus dan menegakkan tubuhku yang sakit karena babak belur.
"Aku memaafkanmu Alesia Leonard, walaupun menurutku kau tidak melakukan kesalahan apapun."
Aku kembali menyandarkan tubuhku pada posisi semula. Alesia menatapku dengan mata membulat. Mungkin dia akan menangis lagi.
"Tapi kau tadi meninggalkanku begitu saja. Aku tau kau pasti marah. Dan kau tidak menghiraukan aku. Apa itu namanya tidak marah?"
Aku menghela nafas. Sudah kuduga dia akan berpikir begitu.
"Perasaanku saat ini sedang buruk sekali, dan aku baru saja dipukuli. Tidakkah kau lihat wajahku tadi? Dan dengan kondisi seperti itu, aku harus apa? Tentu saja aku harus mandi. Itu sebabnya aku meninggalkanmu. Apa sekarang kau sudah mengerti?"
Tanpa kusadari, nada suaraku meninggi seiring kalimat-kalimat yang terlontar begitu saja dari bibirku. Alesia nampak terkejut mendengar ocehanku.
"Aku mengerti. Maaf karena sudah salah sangka padamu Jullian. Aku hanya merasa bersalah karena kau dihajar Kakek, sementara aku tidak membelamu."
Alesia sudah berhenti menangis, tapi sisa airmata dipipinya masih berbekas.
"Aku sudah biasa menghadapi Kakek yang seperti itu. Lagipula kurasa aku pantas menerimanya, karena kau hampir kuperkosa tadi. Maaf juga soal ciumanku tadi, aku tergolong kasar kalau sedang bernafsu."
Wajah pucat Alesia kini berubah menjadi merah padam, bahkan telinga dan lehernya pun ikut memerah. Dia menunduk dalam, sepertinya dia masih ingat kejadian tadi. Aku terkekeh pelan melihat kelakuannya.
"Ayo kita makan malam. Aku yakin kau pasti lapar sehabis menangis."
Alesia mengangguk, mulai berdiri ketika melihatku bangkit.
"Alesia..."
Aku mendekat kearahnya, menghapus sisa airmata yang membekas dipipi lembutnya. Wajahnya merona, tampak salah tingkah dengan apa yang kulakukan barusan.
"Lain kali, jangan menangis lagi ya. Kau bisa membuat matahari jadi gelap kalau kau menangis seperti itu. Berjanjilah padaku."
Alesia tersenyum malu-malu. Senyum yang membuat hatiku mendadak hangat.
"Ya Jullian, aku janji..."
=======================================================
I'm update.....!!!!
thanks for vote, comment, and read my story *cipoksatusatu*
buat yang masih penasaran kayak aps sih Jullian, hehe sabar ya, author janji bakal pasang foto Jullian di part 7,
So buat yang mau liat Jullian, please vote vote vote dan comment comment comment ya all...
Silent readers? kalian berarti banget buatku, jadi please please please banget bantu vote aku yah #ciumtangansatusatu
Love you to the moon and back :* :)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Engagement
RomancePernikahan harusnya menjadi hal yang sakral dan penuh cinta, tapi tidak bila pernikahan itu atas dasar perjodohan. Dan lebih gila lagi, bila harus dijodohkan dengan saudara angkat yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Akankah pernikahan itu bisa mem...