Part 14 : My New Secretary (2)

951 42 1
                                    

- Jullian's POV -

Aku menyantap sandwich yang secara kilat kubuat untuk mengganjal perutku. Karena terbiasa hidup seorang diri, aku tak manja untuk sering meminta dibuatkan makanan oleh pengurus rumahku. Sambil membaca koran online di tablet 8 inci ku, aku menyesap segelas kopi arabika hitam yang mengepul nikmat. Perlahan tapi pasti kudengar suara ketukan sepatu menggema dari ruang tengah menuju tempatku berada. Aku menoleh dan terpana, setengah terkejut pada objek indah yang sedang kutatap sekarang.

Alesia berdiri dengan canggung, menatapku antara malu dan grogi. Rambutnya yang ikal disanggul keatas dengan rapi, memberikan kesan wajah yang tegas dan dewasa. Pulasan make up tipis melengkapi penampilannya. Mataku meneliti pakaian yang dia kenakan; blus burgundy yang dipadukan dengan blazer abu gelap, rok hitam yang setengah jengkal diatas lutut, dan oh, stiletto hitam yang waktu itu dia beli saat aku menemaninya belanja di salah satu mall beberapa hari lalu. Aku tersenyum menatap keseluruhan tampilannya. Dia benar-benar mempersiapkan diri menjadi wanita kantoran.

"How do I look?"

Gadis itu nampak seperti ingin menangis, mungkin rasa gugup menyerangnya hingga dia sampai gemetaran seperti itu. Aku tersenyum, mencoba bersikap layaknya ini bukanlah hal yang patut dia khawatirkan.

"Nice outfit. Hanya aku kurang suka dengan rokmu yang sedikit, um.. kependekan. Aku takut bila nantinya klien yang melihatmu malah jadi ingin berlaku mesum."

Alesia mendongakkan kepalanya, menatapku seolah ingin mencabikku. Aku terbahak melihat ekspresinya. Bola matanya membulat dan nyaris terlihat seperti ingin melompat.

"Oke, hanya bercanda. Mereka tidak akan macam-macam denganmu kok. Tapi aku tidak bisa pastikan kalau aku yang justru sanggup menahan diri."

Alesia berdecak sebal sementara aku melanjutkan kekehanku. Dengan pelan gadis itu berjalan menuju kursi didepanku, menariknya dan mendudukkan bokong size S-nya disana. Aku kembali melanjutkan bacaanku, membiarkan gadis itu menikmati teh chamomile dan sandwich yang kusiapkan untuknya.

Ketika kulirik Alesia sudah menyelesaikan makannya, aku bergegas berdiri dan berjalan menuju halaman. Kulihat Pak Ramdan, supir merangkap tukang kebun pribadiku, menutup kap mobil dan mengelap pinggirannya. Sepertinya dia baru saja mengecek kondisi mesin mobilku. Pak Ramdan mengangguk sopan ketika melihatku, yang kubalas dengan senyum ramah.

"Sudah dipanaskan mesinnya pak?"

"Sudah, Sir."

"Hari ini saya menyetir sendiri. Bapak silahkan urus kebunnya saja ya."

"Baik, Sir."

Alesia muncul setelah Pak Ramdan berlalu. Aku membuka pintu mobil dan membiarkan gadis itu masuk. Aku bergegas masuk ke belakang kemudi, menjalankan mobilku membelah jalanan ibukota.

***

Aku berdiri tegak, menghela nafas panjang sambil menggeleng berkali-kali didalam lift. Alesia, gadis yang sejak tadi berdiri menempel disebelahku mendadak menjadi robot. Wajahnya jelas-jelas menunjukkan betapa dia sangat tegang, hingga nyaris tidak ada senyum tersungging di bibirnya yang dipoles manis dengan lipstick merah muda. Aku menghela nafas, dan lagi-lagi menggeleng. Bingung harus bersikap bagaimana agar gadis ini beraikap santai.

Pintu lift terbuka, aku berjalan keluar diikuti Alesia dibelakangku. Aku masih berjalan tanpa suara hingga akhirnya kami tiba diruang tunggu menuju ruanganku. Mataku menangkap sosok yang familiar, sedang berdiri didepan meja yang harusnya dihuni Alesia. Aku mendekat, sosok yang kutatap langsung menunjukkan senyum ramahnya.

The EngagementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang